Wednesday, February 1, 2012

PIMPINAN PERSALINAN


2.1 Kasus
Ibu Yani 25 tahun G1P0A0, merasa hamil 9 bulan. Datang pada anda sebagai bidan di puskesmas dengan keluhan mules-mules. Mules-mules yang bertambah sering dan kuat dirasakan sejak 4 jam yang lalu di sertai keluarnya lendir bercampur darah. Keluar air-air belum dirasakan ibu, gerakan anak masih dirasakan ibu. Kontrol kehamilan dilakukan 9 kali kepada anda sebagai bidan.
Tugas kelompok 4 :
Setelah bayi lahir, terangkan dan jelaskan bagaimana proses yang terjadi saat itu dan apa yang harus dilakukan anda sebagai bidan, ibu dan suami.

pengumpulan data
·         Data Subjektif :
o   Nama : Yani
o   Usia : 25 tahun
o   Status kehamilan : G1P0A0
o   Kontrol kehamilan dilakukan 9 kali kepada anda sebagai bidan.
·         Data Objektif:
-          Mules-mules yang bertambah sering dan kuat dirasakan sejak 4 jam yang lalu di sertai keluarnya lendir bercampur darah.
-          Keluar air-air belum dirasakan ibu
-          Gerakan anak masih dirasakan ibu


2.2 Kajian Teori
Segera setelah lahirnya bayi, biasanya ada sem-buran cairan arnnion, yang sering berwarna darah, tetapi tidak seluruhnya mengandung darah.
MEMBERSIHKAN NASOFARING. Untuk meminimailisir kernungkinan aspirasi debris cairan amnion dan darah yang mungkin terjadi setelah dada lahir dan bayi dapat menarik nafas, wajah cepat-cepat diusap dan lubang hidung serta mulut bayi diaspirasi.
PEMUTUSAN TALI PUSAT. Tali pusat dipotong di antara dua klem seperti yang dipasang 4 atau 5 cm dari abdomen janin, dan kemudian satu klem tali pusat dipasang 2 atau 3 cm dari abdomen janin.
SAAT YANG TEPAT MENGKLEM TALI PUSAT. Jika setelah lahir, bayi ditempatkan setinggi introitus vagina atau di bawahnya selama 3 menit dan sirkulasi fetoplasental tidak segera disumbat dengan klem tali pusat; sekitar 80 mL darah dapat berpindah dari plasenta ke janin (Yao dan Lind, 1974). Satu ke-untungan dari transfusi plasenta tersebut adalah fakta bahwa hemoglobin pada 80 mL darah plasenta yang berpindah ke bayi tersebut, memberikan 50 mg besi sebagai simpanan bayi dan tentu saja mengurangi frekuensi anemia defisiensi besi pada masa bayi.
Pada percepatan perusakan eritrosit, seperti yang terjadi pada alloimunisasi ibu, bilirubin yang terbentuk dari eritrosit tambahan tersebut ikut memperberat bahaya hiperbilirubinemia. Meskipun secara  teori risiko beban sirkulasi yang berlebihan akibat hipervolemia berat mengkhawatirkan, terutama pada bayi prematur dan pertumbuhan terhambat, tambahan darah plasenta ke dalam sirkulasi bayi tersebut biasanya tidak menimbulkan kesulitan.
Kebijaksanaan kami adalah mengklem tali pusat setelah pembersihan saluran nafas bayi pertama kali selesai yang biasanya memerlukan waktu sekitar 30 detik. Bayi tidak dinaikkan di atas introitus pada persalinan pervaginam, juga tidak terlalu tinggi di atas dinding abdomen ibu pada seksio sesarea.
PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALATIGA
Segera setelah bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya dipasiikan. Selama uterus tetap kencang dan ridakiada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan dilakukan masase; tangan hanya diletakkan di atas fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan terisi darah di belakang plasenta yang telah terlepas.
TANDA-TANDA PELEPASAN PLASENTA Karena usaha-usaha untuk mengeluarkan plasenta sebelum terlepas sia-sia saja dan mungkin berbahaya, yang paling penting adalah mengenali tanda-tanda pele-pasan plasenta sebagai berikut:
1.      Uterus menjadi globular, dan biasanya lebih kencang. Tanda ini terlihat paling awal.
2.      Sering ada pancaran darah mendadak.
3.      Uterus naik di abdomen karena plasenta yang telah terlepas, berjalan turun masuk ke segmen bswah uterus dan vagina, serta massanya men-dorong uterus ke atas.        
4.      Tali pusat keluar lebih panjang dari vagina, yang menunjukkan bahwa plasenta telah turun.
Tanda-tanda ini kadang-kadang terlihat dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit. Kalau plasenta sudah lepas, dokter harus
GAMBAR 13-12. Klem plastik tali pusat. Klem ini mengunci pada tempat dan tidak dapat teriepas. Klem ini diangkat pada hari kedua atau ketiga hanya dengan memo-tong klem plastik ini pada ujungnya atau dibiarkan teriepas sendiri ber-sama tali pusat.
memastikan bahwa uterus tetap berkontraksi kuat. Ibu boleh diminta untuk mengejan dan tekanan intraabdominal yang ditimbulkan mungkin cukup untuk mendorong plasenta. Kalau upaya ini gagal atau kalau pengeluaran spontan tidak mungkin ka-rena anestesi, dan setelah memastikan bahwa uterus berkontraksi kuat, tekan fundus uteri dengan tangan untuk mendorong plasenta yang sudah terlepas ke dalam vagina, seperti digambarkan pada Gambar 13-13. Pendekatan dengan cara ini disebut penata-laksanaan fisiologis dan bertolak belakang dengan penatalaksanaan aktif persalinan kala III (Thila-ganathan dkk, 1993)
PELAHIRAN PLASENTA. Pengeluaran plasenta ja-ngan dipaksakan sebelum pelepasan plasenta kare-na ditakutkan menyebabkan inversio uteri. Traksi pada tali pusat tidak boleh digunakan untuk menarik plasenta keluar dari uterus. Inversia uteri adalah salah satu komplikasi dalam persalinan yang berbahaya. (Bab 25, hal. 711). Pada saat korpus uterus di tekan (Gambar 13-13), tali pusat tetap tegang. Uterus diangkat ke arah atas dengan tangan di atas abdomen. Manuver ini diulangi beberapa kali sam-
pai plasenta mencapai introitus (Prendiville dkk, 1988b). Saat plasenta melewati introitus, penekanan pada uterus dihentikan. Plasenta kemudian secara perlahan dikeluarkari dari introitus (Gambar 13-14). Tindakan hati-hati diperlukan untuk mencegah membran supaya tidak terputus dan tertinggal. Jika membran mulai robek, pegang robekan tersebut dengan klem dan rank perlahan (Gambar 13-15). Per-mukaan maternal plasenta harus diperiksa secara hati-hati untuk memastikan bahwa tidak ada frag-men plasenta tertinggal di uterus.
PELEPASAN PLASENTA MANUAL. Kadang kala, plasenta tidak akan terlepas secara cepat. Hal ini lazim terjadi pada kasus pelahiran preterm (Dombrowski dkk, 1995). Jika pada waktu tertentu terdapat per-darahan yang cepat dan plasenta tidak dapat dila-hirkan dengan teknik-teknik ini, pengeluaran plasenta manual diindikasikan, dengan upaya perlindungan seperti diterangkan dalam Bab 25 (hal. 707 dan Gam-bar 25-17).
Lamanya waktu yang boleh ditunggu kalau tidak ada perdarahan sebelum plasenta dilepaskan secara manual belum dapat dipastikan. Pelepasan plasenta

GAMBAR 13-13. Pelepasan plasenta. Perhatikan tangan yang tidak mencoba mendorong fundus uteri melalui jalan lahir. Saat plasenta terlepas dari uterus dan masuk ke dalam vagina, uterus diangkat dengan tangan yang di atas abdomen (tanda panah) sementara tali pusat dipegang pada posisinya. Ibu da-pat membantu pelahiran plasenta dengan mengejan. Saat plasenta mencapai perineum, tali pusat diangkat, hal tersebut akan mengangkat plasenta keluar dari vagina. Membran yang melekat dilepaskan dari pertekatannya untuk mencegah terjadi robek atau tertahan di jalan lahir.

GAMBAR 13-14. Plasenta dikeluarican dari vagina dengan meng-angkat tali pusat.
secara manual boleh saja dilakukan jauh lebih cepat dan lebih sering claripada di masa lalu. Sebenamya, beberapa ahli ubstetri melakukan pelepasan plasenta secara manual pada plasenta yang belum terlepas spontan secara rutin saat mereka sudah selesai melahirkan bayi dan merawat tali pusat pada wanita dengan anestesia regional. Namun, bukti yang menyatakan bahwa tindakan tersebut lebih baik belum ada, dan sebagian besar ahli obstetri menunggu pelepasan plasenta secara spontan kecuali terjadi perdarahan yang hebat.

GAMBAR 13-15. Membran yang sedikit melekat ke uterus dipisahkan menggunakan forsep berujung bulat dengan traksi secara perlahan.
PENATALAKSANAAN AKTIF KALA TIGA. Thilaganathan dkk. (1993) membandingkan suatu regimen penatalaksanaan aktif dengan sintometrin (5 unit oksitosin dengan 0,5 mg ergometrin) dan traksi tali pusat terkontrol dengan salah satu penatalaksanaan fisiologis ketika tali pusat tidak diklem dan plasenta tidak dilahirkan dengan usaha ibu. Diantara 103 pelahiran cukup bulan risiko rendah, penatalaksanaan aktif menyebabkan penurunan waktu persa-linan kala tiga, tapi tidak ada penurunan kehilangan darah dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Mitchell dan Elboume (1993) menemukan bahwa sintojnetrin yang diberikan secara intramus-kular bersamaan dengan pelahiran bahu depan lebih efektif daripada hanya oksitosin (5 unit intra muskular) pada pencegahan perdarahan postpar-tum. Durasi persalinan kala tiga dan kebutuhan untuk pelepasan plasenta secara manual mempu-nyai kesamaan. Efek samping ergometrin berupa mual, muntah dan peningkatan tekanan darah men-cegah penggunaannya secara rutin.



2.3 Daftar Tilik
No.
Tindakan yang dilakukan
Langkah kerja
1.
Membersihkan Nasofaring
a.       Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
b.      Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus lebih sedikit tengadah ke belakang.
c.       Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan yang dibungkus kasa steril
d.      Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi dengan kain kering. Dengan rangsangan ini biasanya bayi segera menangis. Kekurangan zat asam pada bayi baru lahir dapat menyebabkan kerusakan otak. Sangat penting membersihkan jalan napas, sehingga upaya bayi bernapas tidak akan menyebabkan aspirasi lendir (masuknya lendir ke paru-paru).
e.        Alat penghisap lendir mulut (DeLee) atau alat penghisap lainnya yang steril, tabung oksigen dengan selangnya harus telah siap di tempat.
f.       Segera lakukan usaha menghisap mulut atau hidung.
g.      Petugas harus memantau dan mencatat usaha napas yang pertama.
h.      Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau mulut harus diperhatikan.
i.        Bantuan untuk memulai pernapasan mungkin diperlukan untuk mewujudkan ventilasi yang adekuat.
j.        Dokter atau tenaga medis lain hendaknya melakukan resusitasi setelah satu menit bayi tak bernapas.
2.
Pemutusan Tali Pusat
a.       Meng-klem tali pusat di dua titik yang berdekatan dengan jarak ±10 cm
b.      Tali pusat dipotong 5 cm dari dinding perut bayi dengan dibuat ikatan baru.
c.        Luka tali pusat dibersihkan dan dirawat dengan alkohol 70% atau povidon iodine 10% serta dibalut kasa steril.
3.
Penatalaksanaan Persalinan Kala Tiga
a.       Segera setelah bayi lahir, tinggi fundus uteri dan konsistensinya hendaknya dipastikan.
b.      menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas ( Selama uterus tetap kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa)
c.        Jangan dilakukan masase; tangan hanya diletakkan di atas fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan terisi darah di belakang plasenta yang telah terlepas.
4.
Pelepasan Plasenta
Ada beberapa cara untuk menilai plasenta sudah / belum lepas :
a.       Kustner : tali pusat diregangkan dengan satu tangan, daerah suprasimfisis ditekan dengan tangan lainnya, dinilai ada/tidaknya respon dari regangan tali pusat.
b.      Strassman : tali pusat diregangkan dengan satu tangan, daerah fundus uteri diketuk2 dengan tangan lainnya, dinilai ada/tidaknya respon pada regangan tali pusat.
c.       Klein : ibu disuruh meneran, akan tampak ujung tali pusat bergerak turun, dan ketika meneran dihentikan, jika ujung tali pusat naik kembali berarti plasenta belum lepas.
Jika lama melebihi 15 menit plasenta belum keluar, atau jika terjadi perdarahan masif, dilakukan manuver untuk segera mengeluarkan plasenta, dapat dengan cara:
a.       tali pusat ditarik
b.       cara Crede : uterus dipijat pada fundus dengan tali pusat ditegangkan
c.       cara Brandt-Andrews : uterus ditekan di abdomen di daerah fundus, kemudian di daerah suprasimfisis atau subumbilikal ke arah kraniodorsal (arah tekanan membentuk sudut ke belakang / vertebra dan ke atas / kepala) sambil tali pusat ditegangkan.
d.      cara manual : satu tangan menegangkan tali pusat, tangan lain masuk menyusur tali pusat ke dalam kavum uteri, mencari insersi plasenta terhadap dinding uterus kemudian disisihkan secara manual dan dikeluarkan keseluruhan.

Setelah plasenta keluar diperiksa :
1.       ukuran, berat, bentuk, konsistensi, warna, kelengkapan massa plasenta
2.       ada/tidak lobus asesorius, infark, perdarahan, tumor, nodul
3.       tali pusat : panjang, insersi, jumlah pembuluh darah, trombosis, lilitan / simpul, Wharton’s jelly
Cat:
1.       Jika dicurigai masih ada sisa dalam kavum uteri, dilakukan eksplorasi lagi dengan manual untuk mengeluarkan sisanya.
2.      Jika curiga ada patologi tertentu pada plasenta : periksa patologi anatomi (lab).




                                                                             



BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Segera setelah bayi lahir diusahakan supaya ia bernafas dengan membersihkan mulut, hidung dan kerongkongan dari lendir atau air ketuban yang terhisap dengan pertolongan penghisap lendir. Selanjutnya, tali pusat dijepit, dipotong dan diikat.
            Sedangkan tindakan segera terhadap ibu adalah ditentukan tinggi fundus uteri dan konsistensinya. Pada kala III tugas seorang bidan adalah melakukan pengawasan terhadap perdarahan dan mencari tanda- tanda pelepasan plasenta, tanda- tanda ini biasanya timbul 5 menit setelah anak lahir. Selama uterus tetap kencang dan tidak ada perdarahan yang luar biasa, menunggu dengan waspada sampai plasenta terlepas biasa dilakukan. Jangan dilakukan masase; tangan hanya diletakkan di atas fundus, untuk memastikan bahwa organ tersebut tidak menjadi atonik dan terisi darah di belakang plasenta yang telah terlepas.
3.2 Saran
            Sebagai tenaga kesehatan kita harus memberikan tindakan yang cepat dan tepat terhadap ibu dan bayinya. Dimulai dari kala I persalinan hingga kala IV persalinan. Hal tersebut dapat mengurangi angka kematian dan kesakitan ibu dan bayi baru lahir. Dalam mewujudkan hal tersebut, kita sebagai bidan harus menguasai tentang hal- hal yang berhubungan dengan ibu dan bayi.







DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Garry. 2006. Obstetri William. Jakarta: EGC
Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Obstetri Fisiologi, Bagian Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung

No comments:

Post a Comment

Ilmu Kesehatan Masyarakat ( Public Health )

Bagi sebagian orang mungkin banyak yang sudah tidak asing lagi mendengar kata "IKM" atau Ilmu Kesehatan Masyarakat, namun ...