Wednesday, February 1, 2012

MEKANISME PERSALINAN

MEKANISME PERSALINAN

http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:Q8XJ8E8mk0lXWM:https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj2goNlgG-ttauKuerneZ0kJQH2NIypl10o52zyf_X8pCjYQQahAKs7fDRj9ccdf0XsNkbbma2Zd0420Bty180lqaArig2MS_SgpfLSXveo9tCEaOp430HwmPJK1l69X1de6XDBfkFlET8/s320/pregnancy_pelvis.jpg
            Persalinan kala II dimulai dengan pembukaan lengkap dari serviks (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi.
a)      Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
b)      Perineum menonjol
c)      Ibu kemungkinan merasa ingin BAB
d)     Vulva vagina dan spinchter anus membuka
e)      Jumlah pengeluaran lendir dan darah meningkat
            Mekanisme persalinan merupakan gerakan janin yang mengakomodasikan diri terhadap panggul ibu. Hal ini sangat penting untuk kelahiran melalui vagina oleh karena janin itu harus menyesuaikan diri dengan ruangan yang tersedia di dalam panggul. Diameter-diameter yang besar dari janin harus menyesuaikan dengan diameter yang paling besar dari panggul ibu agar janin bisa masuk melalui panggul untuk dilahirkan.

2.      Diameter Janin

1)      Diameter biparietal, yang merupakan diameter melintang terbesar dari kepala janin, dipakai di dalam definisi penguncian (enggagment).
2)       Diameter suboksipitobregmantika ialah jarak antara batas leher dengan oksiput ke anterior fontanel; ini adalah diameter yang berpengaruh membentuk presentasi kepala.
3)      Diameter oksipitomental, yang merupakan diameter terbesar dari kepala janin; ini adalah diameter yang berpengaruh membentuk presentasi dahi.
a.       Turunnya kepala
b.      Fleksi
c.       Putaran paksi dalam
d.      Ekstensi
e.       Putaran paksi luar
f.       Ekspulsi
Dalam kenyataannya beberapa gerakan terjadi secara bersamaan.
a. Turunnya kepala
Turunnya kepala dibagi dalam :
1)      masuknya kepala dalam pintu atas panggul
Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul pada primigravida sudah terjadi pada bulan terakhir kehamilan tetapi pada multipara biasanya baru terjadi pada permulaan persalinan. Masuknya kepala ke dalam pintu atas panggul biasanya dengan sutura sagitalis melintang dan dengan fleksi yang ringan. Apabila sutura sagitalis berada di tengah-tengah jalan lahir, tepat diantara symphysis dan promotorium, maka dikatakan kepala dalam keadaan synclitismus.
            Pada synclitismus os parietale depan dan belakang sama tingginya. Jika sutura sagitalis agak ke depan mendekati symphysis atau agak ke belakang mendekati promotorium, maka dikatakan asynclitismus. Dikatakan asynclitismus posterior, ialah kalau sutura sagitalis mendekati symphysis dan os parietale belakang lebih rendah dari os parietale depan, dan dikatakan asynclitismus anterior ialah kalau sutura sagitalis mendekati promotorium sehingga os parietale depan lebih rendah dari os parietale belakang. Pada pintu atas panggul biasanya kepala dalam asynclitismus posterior yang ringan.
2. Majunya kepala
            Pada primigravida majunya kepala terjadi setelah kepala masuk ke dalam rongga panggul dan biasanya baru mulai pada kala II. Pada multipara sebaliknya majunya kepala dan masuknya kepala dalam rongga panggul terjadi bersamaan. Majunya kepala ini bersamaan dengan gerakan-gerakan yang lain yaitu : fleksi, putaran paksi dalam, dan ekstensi.
Penyebab majunya kepala antara lain :
a)      tekanan cairan intrauterin
b)      tekanan langsung oleh fundus pada bokong
c)      kekuatan mengejan
d)     melurusnya badan anak oleh perubahan bentuk rahim.
b. Fleksi
       Dengan majunya kepala biasanya fleksi bertambah hingga ubun-ubun kecil jelas lebih rendah dari ubun-ubun besar. Keuntungan dari bertambah fleksi ialah bahwa ukuran kepala yang lebih kecil melalui jalan lahir: diameter suboksipito bregmatika (9,5 cm) menggantikan diameter suboksipito frontalis (11 cm).
       Fleksi ini disebabkan karena anak didorong maju dan sebaliknya mendapat tahanan dari pinggir pintu atas panggul, serviks, dinding panggul atau dasar panggul. Akibat dari kekuatan ini adalah terjadinya fleksi karena moment yang menimbulkan fleksi lebih besar dari moment yang menimbulkan defleksi.

c. Putaran paksi dalam
       Yang dimaksud dengan putaran paksi dalam adalah pemutaran dari bagian depan sedemikian rupa sehingga bagian terendah dari bagian depan memutar ke depan ke bawah symphisis. Pada presentasi belakang kepala bagian yang terendah ialah daerah ubun-ubun kecil dan bagian inilah yang akan memutar ke depan dan ke bawah symphysis.
       Putaran paksi dalam mutlak perlu untuk kelahiran kepala karena putaran paksi merupakan suatu usaha untuk menyesuaikan posisi kepala dengan bentuk jalan lahir khususnya bentuk bidang tengah dan pintu bawah panggul. Putaran paksi dalam bersamaan dengan majunya kepala dan tidak terjadi sebelum kepala sampai Hodge III, kadang-kadang baru setelah kepala sampai di dasar panggul.
Sebab-sebab terjadinya putaran paksi dalam adalah :
1)      pada letak fleksi, bagian belakang kepala merupakan bagian terendah dari kepala
2)      bagian terendah dari kepala ini mencari tahanan yang paling sedikit terdapat sebelah depan atas dimana terdapat hiatus genitalis antara m. levator ani kiri dan kanan.
3)      ukuran terbesar dari bidang tengah panggul ialah diameter anteroposterior.

d. Ekstensi
       Setelah putaran paksi selesai dan kepala sampai di dasar panggul, terjadilah ekstensi atau defleksi dari kepala. Hal ini disebabkan karena sumbu jalan lahir pada pintu bawah panggul mengarah ke depan atas, sehingga kepala harus mengadakan ekstensi untuk melaluinya. Pada kepala bekerja dua kekuatan, yang satu mendesak nya ke bawah dan satunya disebabkan tahanan dasar panggul yang menolaknya ke atas. Setelah suboksiput tertahan pada pinggir bawah symphysis akan maju karena kekuatan tersebut di atas bagian yang berhadapan dengan suboksiput, maka lahirlah berturut-turut pada pinggir atas perineum ubun-ubun besar, dahi, hidung, mulut dan akhirnya dagu dengan gerakan ekstensi. Suboksiput yang menjadi pusat pemutaran disebut hypomochlion.

e. Putaran paksi luar
       Setelah kepala lahir, maka kepala anak memutar kembali ke arah punggung anak untuk menghilangkan torsi pada leher yang terjadi karena putaran paksi dalam. Gerakan ini disebut putaran restitusi (putaran balasan = putaran paksi luar).
       Selanjutnya putaran dilanjutkan hingga belakang kepala berhadapan dengan tuber isciadicum sepihak. Gerakan yang terakhir ini adalah putaran paksi luar yang sebenarnya dan disebabkan karena ukuran bahu (diameter biacromial) menempatkan diri dalam diameter anteroposterior dari pintu bawah panggul.
f. Ekspulsi
Setelah putaran paksi luar bahu depan sampai di bawah symphysis dan menjadi hypomoclion untuk kelahiran bahu belakang. Kemudian bahu depan menyusul dan selanjutnya seluruh badan anak lahir searah dengan paksi jalan lahir.
Fisiologi persalinan kala satu
Posisi ibu. Ibu dapat berjalan-jalan selama kala satu asalkan pemantauan berkala dapat menjamin kesehatan janin dan bagian yang berpresentasi mengalami engagement pada pasien dengan selaput ketuban yang telah robek. Ibu dapat memilih duduk atau bersandar kalau dia berbaring di tempat tidur, posisi berbaring harus dianjurkan untuk memastikan perkusi unit uteroplasenta. Posisi terlentang harus dihindari.
            Pemberian cairan terjadi karena penurunan pengosongan lambung selama persalinan, cairan oral sebaiknya dihindari jalur intrafena ini digunakan untuk memberi cairan pada janin dengan kristaloid selama persalinan, untuk memberikan oksitoksin selama persalinan plasenta dan untuk terapi pada setiap keadaan darurat yang tidak terantisipasi.
            Mempersiapkan pasien penggunaan enema, pencukuran rambut kubis, dan kulva, dan persiapan kulit dilakukan secara individu oleh dokter dan pasien. Suatu krisma harus dipertimbangkan pada pasien yang mengalami kontipasi dan yang mempunyai sejumlah besar tinja yang teraba dalam rektum selama pemerikaan velvis.
            Pemantauan pada ibu kecepatan denyut nadi ibu, tekanan darah, kecepatan pernafasan, dan suhu harus dicatat setiap 1-2 jam dalam persalinan yang normal dan lebih sering kalau diindikasikan. Keseimbangan cairan, terutama keluaran urin, dan masukan intravena harus di pantau dengan cermat.
            Pemantauan pada janin. Aukultasi dan frekuensi denyut jantung janin harus terjadi setiap 15 menit, segera setelah kontraksi. Frekuensi denyut jantung janin juga dapat dipantau dengan perlengkapan dopler, pemantauan frekuensi denyut janin yang terus menerus tidak diperlukan pada kehamilan yang tidak mengalami komplikasi.
            Aktifitas rahim kontraksi rahim harus dipantau setiap 30 menit dengan valvasi dalam hal frekuensi, lama berlangsungnya, dan integritasnya. Untuk kehamilan yang beresiko tinggi kontraksi rahim harus dipantau terus-menerus bersama frekuensi denyut jantung janin yang dapat dilakukan dengan menggunakan tokodinamometer luar atau keteter tekanan dalam pada kantung amnion yang dianjurkan bila persalinan pasien dikuatkan dengan oksitoksin.
            Ektensi, kepala yang difleksikan pada posisi oksipitoanterior terus menurun didalam velvis karena pintu bawah vagina mengarah keatas dan kedepan, ektensi harus terjadi sebelum kepala melanjutkan penurunannya. Terdapat penonjolan pada perinium yang diikuti dengan keluarnya puncak kepala. Puncak kepala terjadi bila diameter kepala terbesar dari kepala janin dikelilingi oleh cincin vulva saat ini, verteks telah mencapai stesen 5 suatu insisi pada perinium dapat membantu mengurangi tegangan perinium disamping untuk mencegah robekan dan perentangan jaringan perinium. Kepala dilahirkan dengan ektensi yang cepat sambil oksifut, sinsifut, hidung, mulut, dan dagu melewati perineum.
            Pada posisi oksipitoposterior, kepaa dilahirkan oleh kombinasi, ektensi, dan fleksi. Pada saat munculnya puncak kepala, pelvis tulang posterior dan penyangga otot diusahakan berfleksi lebih jauh. Dahi, sinsifut, dan oksifut dilahirkan sementara janin mendekati dada. Sesudah itu, oksifut jatuh kembali saat kepala berektensi, sementara hidung, mulut, dan dagu dilahirkan.
            Putaran paksi luar. Pada posisi oksipitoanterior dan oksipitoposterior, kepala yang dilahirkan sekarang kembali ke posisi semula pada saat enggagement untuk menyebariskan dengan punggung dan bahu janin. Putaran vaksi kepala lebih jauh dapat terjadi sementara bahu menjalani putaran vaksi dalam untuk menyebariskan bahu itu dibagian anteroposterior didalam pelvis.
            Pengeluaran. Setelah putaran vaksi luar dari kepala, bahu anterior lahir dibawah simpisisi vubis, diikuti oleh bahu posterior diatas tubuh perineum, kemudian seluruh tubuh anak.
Fisiologi persalinan kala dua
            Seperti pada kala I, langkah-langkah tertentu harus dilakukan dalam penanganan klinik pada kala II persalinan.
            Posisi ibu. Kecuali menghindari posisi telentang, ibu ddapat menerima setiap posisi yang enak untuk mengejan yang efektif. Kalau kelahiran harus terjadi dalam ruang yang lain pasien primipara harus dipindahkan pada permulaan keluarnya puncak kepala. Pasien multipara harus dibawa ke kamar bersalin pada saat pembukaan serviks lengkap.
            Mengejan. Pada tiap kontraksi, ibu harus dianjurkan untuk mengejan dengan sekuat-kuatnya. Ini sangat diperlukan bagi pasien dengan anesthesia regional karena indra refleksnya dap[at terganggu.
            Pemantauan janin. Selama kala II, frekuensi denyut jantung janin harus dipantau terus-menerus atau setelah tiap kontraksi. Perlambatan frekuensi denyut jantung janin (kompresi kepala) yang kembali pulih setelah kontraksi rahim mungkin terjadi selama tahap ini.
            Pemeriksaan vagina. Kemajuan harus dicatat selama sekitar setiap 30 menit selama kala II. Perhatian khusus harus ditujukan pada penurunan dan fleksi dari bagian yang berpresentasi, tingkat putaran paksi dalam, dan munculnya maulage atau kaput.
            Kelahiran janin. Bila kelahiran sudah dekat, pasien biasanya ditempatkan pada posisi litotomi, dan kulit di atas perut bawah, vulva, dubur, dan paha bagian atas dibersihkan dengan larutan antiseptic. Diberikan pembalut kaki dan penutup steril yang tepat. Petrsalinan yang tanpa komplikasi, terutama pada wanita multipara, dapat dilakukan dalam posisi telentang. Posisi lateral sebelah kiri dapat digunakan untuk pasien dengan defomitas sendi pinggul atau sendi lutut yang mencegah fleksi yang cukup atau untuk pasien dengan thrombosis vena yang dangkal atau dalam, pada salah satu tungkai bagian bawah.
            Sementara perineum menjadi rata oleh pembentukan puncak kepala, episiotomy dapat dilakukan teritama pada pasien nulipara, untuk mencegah laserasi, perineum, dan kemungkinan relaksasi yang tepat pada pintu bawah panggul.
            Untuk mempermudah kelahiran kepala janin, lakukanlah perasaty ritgen. Tangan sebelah kanan, dibalut dengan handuk, melakukan tekanan ke atas melalui perineum yang meregang, pertama ketonjolan supraorbital dan kemudian ke dagu. Tekanan ke atas ini, yang meningkatkan ekstensi kepala dan mencegah kepala terpeleset kembali diantara kontraksi, dilawan oleh tekanan ke bawah dengan oksiput dengan tangan kiri. Tekanan  ke bawah mencegah ekstensi kepala yang cepat dan memungkinkan suatu kelahiran yang terkendali.
            Begitu kepala dilahirkan, saluran nafas sibersihkan dari darah dan cairan amnion dengan menggunakan suatu penghisap lender. Rongga mulut dibersihkan dulu dan kemudian lubang hidung. Penyedotan lubang hidung tidak dilakukan kalau terdapat rawat janin atau mekonium yang mewarnai cairan ketuban karensa ini dapat menyebabkan bayyi sesak nafas isifaring. Handuk ke dua digunakan untuk menyeka sekresi dari muka dan kepala.
            Setelah saluran nafas dibersihkan, telunjuk digunakan untuk memeriksa apakah tali pusat melingkari leher. Kelau terjadi demikian, tali pusat dapat dilonggarkan ke atas kepala bayi. Kalu terlalu pekat, tali itu dapat dipotong diantara 2 klem.
Setelah kelahiran kepala, bahu turun dan memutar kedalam diametar anterposterior pelvis dan dilahirkan. Kelahiran bahu anterior dibantu oleh traksi kebawah yang pelan-pelan pada kepala. Pleksus brahialis dapat bcedera kalau menggunakan tenaga terlalu banyak. Bahu posterior dilahirkan dengan menaikan kepala. Akhirnya, tubuh perlahan-lahan dikeluarkan dengan traksi pada bahu.
            Setelah kelahiran darah akan dialirkan dari plasenta kedalam neonatus, asalkan bayi dipertahankan dibawah introitus. Karena itu biasa ditunggu selama 15-20 detik sebelum menjepit dan memotong tali pusat. Neonatus kemudian ditempatkan dalam tempat penghangat bayi.
            Ektensi. Kepala yang diinfleksikan pada posisi oksipitoanterior terus menurun didalam pelvis. Karena pintu bawah vagina mengarah keatas dan kedepan, ektensi harus terjadi sebelum kepala dapat melintasinya. Sementara kepala melanjutkan penurunannya, terdapat penonjolan pada perinium yang diikuti jalan keluarnya puncak kepala. Puncak kepala terjadi bila diameter besar dari kepala janin dikelilingi oleh cincin vulva. Begitu kepala dilahirkan, saluran nafas dibersihkan dari darah dan cairan amnion dengan menggunakan suatu penghisap lendir. Rongga mulut dibersihkan dulu dan kemudian lubang hidung. Penyedotan lubang hidung tidak dilakukan kalau terdapat gawat janin. Atau mekonium yang mewarnai cairan ketuban karena ini dapat mengakibatkan bayi sesak nafas dan aspirasi isi faring. Handuk kedua digunakan untuk menyeka sekresi dari muka dan kepala. Setelah saluran nafas dibersihkan, telunjuk digunakan untuk memeriksa apakah tali pusat melingkari leher. Kalau terjadi demikian, tali pusat biasanya dapat dilonggarkan keatas kepala bayi kalau terlalu ketat, tali itu dapat dipotong diantara dua klem.
            Setelah kelahiran kepala, bahu turun dan memutar kedalam diameter anteposterior pelvis dan dilahirkan. Kelahiran bahun anterior dibantu oleh traksi kebawah yang pelan-pelan pada kepala. Preksus brahialis dapat cedera kalau terlalu banyak menggunakan tenaga. Bahu posterior dilahirkan denhan menaikan kepala. Akhirnya tubuh perlahan-lahan dikeluarkan dengan traksi pada bahu. Setelah kelahiran darah akan dialirkan dari plasenta kedalam neonatus, asalkan bayi dipertahankan dibawah introitus. Karena itu biasa ditunggu 15-20 detik sebelum menjepit dan memotong tali pusat neonatus kemudian ditempatkan dalam tempat penghangat bayi.

Fisiologi persalinan kala tiga
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Persalinan kala empat dimulai setelah lahirnya plasenta dan berakhir dua jam setelah itu.
Pada kala tiga persalinan, otot uterus (mionietriuni) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat pelekatan plasenta. Karena tempat pelekatan menjdi semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau ke bawah vagina.
Tanda-tanda lepasnya plasenta mencakup beberapa atau semua hal-hal di bawah ini :
  • Perunahan bentuk dan tinggi fundus. Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi, uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat (seringkali mengarah kesisi kanan).
  • Tali pusat memanjang. Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva (tanda Ahfeld).
  • Semburan darah mendadak dan singkat. Darah yang terkumpul dibelakang plasenta akan membantu mendorong plasenta keluar dibantu oleh gaya gravitasi. Apabila kumpulan darah (retroplacetal pooling) dalam ruang diantara dinding uterus dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur keluar dari tepi plasenta yang terlepas.
Ingat tiga tanda lepasnya plasenta :
1.      Perubahan bentuk dan tinggi uterus.
2.      Tali pusat memanjang.
3.      Semburan darah mendadak dan singkat.
Manajemen aktif kala tiga
Tujuan manajemen aktif kala tiga adalah menghsailkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah kala tiga persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis. Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh perdarahan pasca persalinan dimana sebagian disebabkan oleh atonia uteri dan rtensio plasenta yanng sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen aktif kala tiga. Penelitian Prevention of pospartum Hemorrhage Intervention-2006 tentang praktik manajemen aktif kala tiga (active Management of Third Stage of Labor/AMTSL) di 20 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30% rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika di bandingkan dengan praktik manajemen aktif di tingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon) dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala bagi ibu-ibu bersalin yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah sewajarnya jika menajemen aktif kala tiga tidak ingin hanya dilatihkan tetapi juga dipraktikkan dan menjadi standar asuhan persalinan.
Keuntungan-keuntungan manajemen aktif kala tiga :
  • Persalinan kala tiga yang lebih singkat.
  • Mengurangi jumlah kehilangan darah.
  • Mengurangi kejadian retensio plasenta.

Manajemen aktif kala tiga terdiri dari tiga langkah utama :
  • Pemberian suntikan oksitosin dalam satu menit pertama setelah bayi lahir.
  • Melakukan penegangan tali pusat terkendali.
  • Masase fundus uteri.
PEMBERIAN SUNTIKAN OKSITOSIN
1.      Serahkan bayi yang telah terbungkus kain pada ibu untuk diberi ASI.
2.      Letakkan kain bersih di atas oerut ibu. Alasan : kain akan mencegah kontaminasi tangan penolong persalinan yagn sudah memakai sarung tangan dan mencegah kontaminasi oleh arah pada perut ibu.
3.      Periksa uterus untuk memastikan tidak ada bayi yang lain (Undiagnosed twin).
4.      Beri tahu ibu bahwa ia akan disuntik.
5.      Segera (dalam satu menit pertama setelah bayi lahir) suntikkan oksitosin 10 menit 1M pada 1/3 bagian atas paha bagian luar (aspektus lateralis).
Alasan : oksitosin merangsang fundus uteri untuk berkontraksi dengan kuat dan efektif sehingga dapat membantu pelepasan plasenta dan mengurangi kehilangan darah. Aspirasi sebelum penyuntikan aka mencegah penyuntikan oksitosin ke pembuluh darah. Catatan : jika oksitosin tidak tersedia, minta ibu untuk melakukan stimulasi puting susu atau menganjurkan ibu untuk menyusukan dengan segera. Ini akan menyebabkan pelepasan oksitosin secara alamiah. Jika peraturan/program kesehatan memungkinkan, dapat diberikan misoprostol 600 mcg (oral/sublingual) sebagai pengganti oksitosin.

Penegangan tali pusat terkendali
a.       Berdiri disamping ibu.
b.      Pindahkan klem (penjepit untuk memotong tali pusat saat kala dua) pacta tali pusat sekitar 5-20 cm dari vulva. Alasan : memegang tali pusat lebih dekat ek vulva akan mencegah avulsi.
c.       Letakkan tangan yang lain pacta abdomen ibu (beralaskan kain) tepat diatas simfisis pubis. Gunakan tangan ini untuk meraba kontraksi uterus dan menekan uterus pacta saat melakukan penegangan pacta tali pusat. Setelah terjadi kontraksi yang kuat, tegangkan tali pusat dengan satu tangan dan tangan yang lain (pada dinding abdomen) menekan uterus ke arab lumbal dan kepala ibu (doso-kranial). Lakukan secara hati-hati untuk mencegah terjadinya inversio uteri.
d.      Bila plasenta belum lepas, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali (sekitar dua atau tiga menit berselang) untuk mengulangi kembali penegangan tali pusat terkendali.
e.       Saat mulai kontraksi (uterus menjadi bulat atau tali pusat menjulur) tegangkan tali pusat ke arah bawah, lakukan tekanan dorso-kranial hingga tali pusat makin menjulur dan korpus uteri bergerak ke atas yang menandakan plasenta telah lepas dan dapat dilahirkan.
f.       Tetapi jika langkah 5 diatas tidak berjalan sebagaimana mestinya dan plasenta tidak turun setelah 30-40 detik dimulainya penegangan tali pusat dan tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan lepasnya plasenta, jangan lakukan penegangan tali pusat. a. Pegang klem dan tali pusat dengan lembut dan tunggu sampai kontraksi berikutnya. Jika perlu, pindahkan klem lebih dekat ke perineum pada saat tali pusat memanjang. Pertahankan kesabaran pada saat melahirkan plasenta. b. Pada saat kontraksi berikutnya terjadi, ulangi penegangan tali pusat terkendali dan tekanan dorso-kranial pada korpus uteri secara serentak. Ikuti langkah-langkah tersebut pada setiap kontraksi hingga terasa plasenta terlepas dari dinding uterus.
g.      Setelah plasenta terpisahanjurkan ibu untuk meneran agar plasenta terdorong keluar melalui introitus vagina. Tetap tegangkan tali pusat denga arah sejajar lantai (mengikuti poros jala lahir). Alasan: segera lepaskan plasenta yang telah terpisah dari dinding uterus akan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu. Jangan melakukan penegangan tali pusat tanpa diikuti dengan tekanan dorso-kranial secara serentak pada bagian bawah uterus (di atas simfisis pubis).
h.      Pada saat plasenta terlihat pada introitus vagina, lahirkan plasenta dengan mengangkat tali pusat ke atas dan menopang plasenta dengan tangan lainnya untuk diletakkan dalam wadah penampung. Karena sela[ut ketuban mudah robek ; pegang plasenta dengan kedua tangan dan secara lembutputar plasenta hingga selaput ketuban terpilin menjadi satu.
i.        Lakukan penarikan dengan lembut dan perlahan-lahan untuk melahirkan selaput ketuban. Alasan : melahirkan plasenta dan selapunya dengan hati-hati akan membantu mencegah tertinggalnya selaput ketuban di jalan lahir.
j.        Jika selaput ketuban robek dan tertinggal dalam lahir saat melahirkan plasenta, dengan hati-hati periksa vagina dan serviks dengan seksama. Gunakan jari-jari tangan anda atau klem ke dalam DTT atau steril atau forsep untuk keluarkan selaput ketuban yang teraba.
Catatan :
       Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan 10 unit oksitosin IM dosis kedua. Periksa kandung kemih. Jika ternyata penuh, gunakan teknik aseptik untuk memasukkan kateter Nelaton disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk mengosongka kandung kemih. Ulangi kembali penegangan tali pusat dan tekanan dorso-kranial seperti yang diuraikan diatas. Nasehati keluarga bahwa rujukan mungkin diperlukan jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit. Pada menit ke-30 coba lagi melahirkan plasenta dengan melakukan penegangan tali pusat untuk terakhir kalinya. Jika plasenta tetap tidak lahir, rujuk segera. Ingat, apabila plasenta tidak lahir setelah 30 menit, jangan mencoba untuk melepaskan dan segera lakukan rujukan.



DAFTAR PUSTAKA

1.      Manuaba,I.B.G,dkk.2007. pengantar kuliah obstetri. Jakarta : penerbit buku kedokteran EGC
2.      Moore, hacker.2001. esensial obstetri dan ginekologi. Jakarta : hipokrates

No comments:

Post a Comment

Ilmu Kesehatan Masyarakat ( Public Health )

Bagi sebagian orang mungkin banyak yang sudah tidak asing lagi mendengar kata "IKM" atau Ilmu Kesehatan Masyarakat, namun ...