BAB II
ISI
2.1 Kehamilan Diluar Nikah
2.1.1 Pengertian Kehamilan
a. Kehamilan adalah penyatuan sperma dari laki-laki dan ovum dari perempuan. (H. Farrer, 1999 : 33)
b. Kehamilan adalah masa dimulai dari kontrasepsi sampai janin lahir, lama hamil normal yaitu 280 hari atau 9 bulan 7 hari yang dihitung dari hari pertama haid terakhir. (Sarwono, 1999)
2.1.2 Kehamilan Di luar Nikah
Berlawanan dengan ajaran yang telah di dapat seorang remaja dari orang tuanya, pada dasarnya sebagian remaja justru ingin menikmati seks yang seharusnya belum boleh di lakukan. Lebih memprihatinkan jika keinginan ingin berhasil di wujudkan oleh pasangan yang telah di mabuk cinta. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya orang yang dapat membantunya untuk mencari alasan yang tepat, biasanya alasan-alasan yang di dengarnya hanya terpusat pada masalah dosa dan status sosial semata. Akibatnya, dengan alasan”Cinta harus rela menyerahkan segalanya”, seorang perempuan tidak dapat menolak ajakan sang kekasih.
Menurut para ahli, alasan seorang remaja melakukan hubungan seks diluar nikah ini terbagi dalam beberapa faktor, yaitu sebagi berikut:
1. Tekanan yang datang dari teman pergaulannya
Lingkungan pergaulan yang telah di masuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seks. Bagi remaja tersebut, tekanan dari teman-temannya itu dirasakan lebih kuat daripada tekanan yang di dapat dari pacarnya sendiri. Keinginan untuk dapat di terima oleh lingkungan pergaulannya begitu besar, sehingga dapat mengalahkan semua nilai yang di dapat, baik dari orang tua maupun dari sekolahnya. Pada umumnya, remaja tersebut melakukannya hanya sebatas ingin membuktikan bahwa dirinya sama dengan teman-temannya, sehingga dapat diterima menjadi bagian dari anggota kelompoknya seperti yang diinginkan.
2. Adanya tekanan dari pacarnya
Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan risiko yang nanti di hadapinya. Dalam hal ini yang berperan bukan saja nafsu seksual mereka, melainkan juga karena sikap memberontak terhadap orang tuanya. Remaja lebih membutuhkan suatu bentuk hubungan, penerimaan, rasa aman, dan harga diri sebagai layaknya manusia dewasa. Jika di dalam lingkungan keluarga tidak dapat membicarakan masalah yang di hadapinya, remaja tersebut akan mencari solusinya di luar rumah. Begitu juga jika remaja tersebut tidak mendapat cinta dan perhatian yang cukup dari orang tuanya, dia akan mencarinya di luar rumah melalui lingkungan pergaulannya. Adanya perhatian dan cinta yang cukup dari orang tua dan anggota keluarga terdekatnya memudahkan remaja tersebut memasuki masa pubertas. Dengan demikian, dia dapat melawan tekanan yang datang dari lingkungan pergaulan dan pasangannya. Selain itu kemampuan dan kepercayaan diri untuk tetap memegang teguh prinsip hidupnya sangat penting. Pandangan ini tidak sebatas masalah seksual, tetapi juga dalam segala hal, baik tentang apa yang seharusnya dilakukan maupun tentang apa yang seharusnya tidak boleh dilakukan.
3. Adanya kebutuhan badaniah
Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat di pisahkan dari kehidupan seseorang. jadi, wajar saja jika semua orang, tidak terkecuali remaja menginginkan hubungan seks ini, sekali pun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dibandingkan dengan risiko yang akan mereka hadapi.
4. Rasa penasaran
Pada usia remaja, rasa keingintahuannya begitu besar terhadap seks. Apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya. Maka, rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebih jauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya
5. Pelampiasan diri
Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri misalnya, karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa sudah tidak ada lagi yang dapat di banggakan dalam dirinya. Maka, dengan pikirannya tersebut, dia akan merasa putus asa lalu mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya kedalam pergaulan bebas.
Faktor lainnya datang dari lingkungan keluarga. Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang di terapkan oleh kedua orang tuanya tidak dibuat berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (Orang tua dan anak). Akibatnya, remaja tersebut merasa tertekan, sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks.
Pada dasarnya, sebagian besar yang mengalami kerugian akibat hubungan seks diluar nikah ini adalah kaum perempuan. Bagi perempuan seks merupakan pengalaman yang dianggap suci dan melibatkan seluruh perasaannya yang mendalam. Bagi laki-laki, seks hanya merupakan hubungan badaniyah yang dianggap tidak terlalu serius, tanpa perasaan. Namun dalam hal tertentu, sering juga terjadi perasaan cinta yang dimiliki seorang perempuan terlalu jauh dan berharap dapat menjalin hubungan hingga pernikahan. Perasaan dan harapan tersebut meninabobokannya untuk mau melakukan hubungan seks diluar nikah. Dengan begitu, keinginannya untuk menikah dengan laki-laki idamannya tersebut dapat terlaksana. Jika pihak laki-laki ternyata tidak siap untuk melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan, pihak perempuan akan menanggung kerugian akibat hubungan seks diluar nikah.
Hubungan seksual tidak hanya diukur dari kenikmatan semata. Namun juga menyangkut seluruh tanggung jawab diantara kedua belah pihak (laki-laki dan perempuan). Apalagi jika terjadi kehamilan diluar nikah.
Bagi perempuan, meskipun baru pertama kali melakukan hubungan seksual, kemungkinan hamil antara 20-25 %. Jika hubungan tersebut makin sering dilakukan, risiko akan hamil semakin besar. Jika ini terjadi, berbagai masalah harus siap dihadapi seperti terjadinya pernikahan dini ataupun aborsi.
Sudah banyak contoh kasus demikian terjadi dalam lingkungan masyarakat kita. Meskipun pasangan tersebut menggunakan cara-cara atau alat-alat pencegah kehamilan, tetap saja risiko hamil diluar nikah menduduki peringkat atas. Belum lagi jika dilihat dari segi psikologi dan sosial, kehamilan tersebut tentu saja akan mempengaruhi status sosial dirinya, keluarga, serta menambah rasa depresi, dan ketakutan yang mendalam. Terlepas dari semua itu, tanggung jawab yang terbesar adalah apa yang akan dilakukan selanjutnya setelah kehamilan tersebut.[1]
2.1.3 Dampak Hamil Diluar Nikah
Pada saat mencuat kasus pasangan muda MBA (Married by Accident), yang muncul terlebih dahulu bisa dipastikan adalah cemoohan, ejekan, mungkin juga makian. Dari sekian banyak kasus-kasus hamil sebelum nikah yang pernah ada, dari mulai bisikan-bisikan, gunjingan sampai cercaan terbuka terlontar dari masyarakat. Tidaklah mengherankan di mana masyarakat merasa ada hal yang kurang selaras dengan kepercayaan mereka dan norma-norma adat. Baik di Indonesia maupun negara lain, hal seputar kasus hamil sebelum nikah sebenarnya sama.
Sekitar tahun 50-an, seorang wanita muda lajang yang memiliki anak di luar nikah akan dijadikan bulan-bulanan oleh masyarakat sekitarnya. Kebanyakan dari mereka akhirnya memutuskan untuk melarikan diri sampai melahirkan. Atau bagi mereka yang sudah merasa putus asa, menggugurkan kandungan mereka, selain pilihan memberikan anaknya untuk diadopsi.
Dari permasalahan hamil sebelum nikah tersebut akhirnya mencetuskan gagasan untuk membuat tempat perlindungan bagi wanita-wanita muda ini. Gagasan itu yang memulainya justru dari pihak gereja. Karena mereka beranggapan jalan terbaik bagi wanita-wanita muda ini adalah memaafkan mereka dan berusaha membantu mereka memulai hidup baru. Beberapa gereja memelihara dan menjaga wanita-wanita muda tersebut dan menyarankan mereka untuk memberikan bayi-bayi mereka guna diadopsi. Hal demikian masih berlangsung sampai sekarang. Peraturan adopsi pun disesuaikan dengan perkembangan jaman, terutama sekarang dengan adanya DNA, memungkinkan seorang anak mencari ibu kandungnya. Dan adanya tengang waktu bagi si ibu untuk berubah pikiran kalau-kalau dia ingin anaknya kembali.
Yang ingin kita ketengahkan di sini adalah apakah ada lembaga semacam di atas di Indonesia yang bisa membantu wanita-wanita muda ini menjalani hidupnya. Sebagian besar dari wanita-wanita yang mengalami MBA adalah kaum remaja yang masih banyak kesempatan yang bisa jalani. Hanya karena mereka hamil, mereka diharuskan berhenti sekolah. Di samping karena rasa malu, juga karena peraturan sekolah yang mengharuskan murid-murid wanitanya "bebas" dari perkara anak. Saya ingat dulu ada adik kelas yang diberitakan hamil dan mesti keluar dari sekolah. Saat itu dia masih kelas 2 SMA dan dengan paksa orang tuanya memindahkan dia ke propinsi lain. Padahal pacarnya yang juga masih SMA itu ingin menikahinya dan bertangung jawab. Terjadilah kucing-kucingan antara si pacar dengan orang tuanya si wanita. Hal ini yang sering membuat saya bingung, kenapa tidak dilegalkan saja hubungan mereka. Toh kasarnya, nasi sudah jadi bubur, kenapa harus dihalang-halangii?
Memperhatikan beberapa ibu tunggal yang harus menghidupi anaknya yang beberapa dari mereka adalah ibu kawan anak-anak saya di sekolah, membuat saya berpikir dalam. Jenny (nama samaran) hamil saat dia masih SMA. Dia memutuskan untuk membesarkan anaknya sendiri sembari menjalani hidupnya yang sempat tertinggal. Sang bapak dari anaknya, meskipun cukup baik hubungannya dengan anaknya, tapi tidak mau berhubungan dengan si ibu & anak lebih dekat. Jenny mengikuti kelas malam untuk mengejar ketingalan SMAnya dan mendapatkan diploma SMA. Sementara itu dia bekerja sebagai pelayan di sebuah restoran. Saat dia bekerja dan bersekolah, ibunya yang menjaga putrinya. Enaknya di US, bagi mereka yang ketinggalan dalam hal sekolahnya ada program di bawah state yang dapat diikuti supaya mereka bisa menyelesaikan sekolah dan memperoleh diploma. Di beberapa adult education diadakan program GED atau persamaan sekolah. Di beberapa perguruan tinggi diadakan sekolah malam (night school disebutnya bukan program extension) dan banyak dari lulusannya mendapatkan pekerjaan yang baik. Mengenai penitipan anak terutama bagi wanita-wanita muda yang berusaha menyelesaikan sekolahnya sambil bekerja juga dimudahkan oleh pemerintah state. Program seperti Head Start memungkinkan mereka untuk menitipkan anak-anak mereka tanpa bayar atau bayaran minimum.
Perhatian yang timbul akibat kasus MBA sebetulnya masih salah tempat. Karena gembar-gembor dosa atau menyalahkan pihak orang tua bukanlah jawaban dari permasalahan yang timbul. Karena meskipun pasangan muda, terutama si wanitanya, ini bakal memiliki anak, mereka masih berhak mendapatkan pendidikan lebih lanjut. Demikian juga kesempatan untuk mendapatkan pelatihan bagaimana caranya merawat bayi dan anak, tentunya sangat berguna bagi mereka. Segi kesehatan juga harus sangat diperhatikan apalagi jika si wanitanya masih remaja belia. Kemungkinan besar bayi yang dilahirkan mengalami kekurangan atau cacat dapat terjadi, akibat usia ibu yang masih sangat muda. Dalam suatu masyarakat semestinya ada peran untuk membantu dan mengulurkan tangan bagi pasangan muda tersebut. Ya, memang mereka berbuat salah, tapi bukan berarti mereka harus disalahkan terus menerus tanpa ampun.
Di bawah tekanan yang bertubi-tubi dari pihak orang tua dan juga masyarakat, seseorang bisa kalap dan melakukan kejahatan. Dari mulai aborsi baik yang sukarela maupun yang paksa sampai pembunuhan. Seperti halnya yang terjadi beberapa tahun lalu di kompleks perumahan orang tua saya. Sewaktu mendengar pacarnya hamil, si A merasa terdesak karena takut akan orang tuanya dan anggapan masyarakat. Lalu dia membunuh pacarnya dan menyembunyikan jenazahnya. Dalam kasus aborsi paksa, si wanita muda juga yang akhirnya menjadi korban yang mengakibatkan kematian atau cacatnya organ reproduksinya.[4]
a. Tindakan Aborsi
Sekarang ini, banyak terdengar adanya kasus-kasus aborsi yang dilakukan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab. Aborsi terjadi antara lain karena kehamilan di luar nikah pada usia remaja. Akibat dorongan yang mendesak untuk mengakhiri kehamilan tersebut, sejumlah remaja tanpa memikirkan risiko yang di timbulkan, memilih aborsi sebagai pilihan terakhirnya.
Sebenarnya aborsi adalah tindakan untuk mengakhiri masa kehamilan yang tidak di kehendaki. Aborsi akan berjalan aman jika dilakukan oleh dokter dan klinik atau rumah sakit yang terlatih dan memenuhi standar kesehatan, dengan syarat usia kehamilan masih kurang dari 12 minggu. Aborsi dapat dilakukan oleh dokter dengan berbagai macam alasan, diantaranya karena kehamilan tersebut dapat membahayakan kesehatan ibu dan bayinya. Di negara jepang, kegiatan aborsi sudah dilegalisasi dengan alasan masalah kependudukan dan keterbatasan tempat tinggal serta pekerjaan. Setelah dilakukannya undang-undang yang mengatur kegiatan aborsi ini, angka kelahiran di negara tersebut semakin menurun.
Legalisasi aborsi sudah menjadi masalah yang sangat sensitif. Di negara amerika serikat yang melegalkan aborsi, sering menjadi pertentangan antara kelompok prolife dan prochoice. Pertentangan demikian sering berakhir dengan tindakan kriminal, seperti membakar klinik-klinik pelayanan kesehatan reproduksi
Di negara-negara yang melegalisasikan aborsi, angka aborsi dan kematian ibu ternyata semakin menurun. Hal ini terjadi karena akses pelayanan kesehatan reproduksi berjalan secara menyeluruh dan terbuka. Selain itu, peningkatan akses kegawat daruratan kebidanan yang mencakup penanganan aborsi aman terpenuhi.
Tidak demikian kondisi indonesia pada tahun-tahun lalu. Berita-berita yang memuat kasus-kasus aborsi ilegal yang dilakukan oleh tenaga dokter ternyata masih banyak dilakukan. Aborsi ilegal ini kemungkinan terjadi adanya kebutuhan yang mendesak dari setiap pihak, baik dokter maupun pasien. Bisa juga karena rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan dan pengetahuan perempuan tentang kesehatan reproduksi. Padahal dalam hal ini, pihak perempuanlah yang mendapat resiko kesakitan dan kematian. Berkaitan dengan hal ini, dr.Amaranila lalita SpKK menuturkan bahwa perempuan sering di dikte oleh laki-laki dalam pengambilan keputusan. Serta perempuan harus mengetahui hak-haknya sebagai warga negara, sehingga dapat mempertahankan dan melindungi hak-haknya tersebut.
Di indonesia belum ada kepastian hukum tentang aborsi. Hukum yang ada, menurut beberapa pihak, masih banyak kekurangan. Contohnya peraturan yang tercantum dalam UU NO.1 Th.1946 tentang KUHP dan UU tentang kesehatan No.23/1992, pasal 15 ayat 1 KUHP menyebutkan,” aborsi boleh dilakukan bila tujuannya menyelamatkan ibu hamil atau janinnya “, tidak pernah di artikan sebagai upaya untuk menyelamatkan janin. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) menyebutkan, pada tahun 1997 dari 1.563 perempuan usia subur terdapat 50,9 % melakukan aborsi secara sengaja pada usia 15-19 tahun, sekitar 11,9 % dengan cara tradisional atau medis. Syarat tradisional yang digunakan untuk aborsi adalah meminum jamu atau ramuan tradisional, jumlah pelakunya sekitar 27,5% .
Aborsi yang tidak aman tersebut sangat membahayakan jiwa seseorang. Karenanya, tindakan aborsi tidak di sarankan kepada siapapun yang menghendakinya. Aborsi seperti itu dapat menyebabkan infeksi di sertai dengan pendarahan, bahkan kematian. Selain itu, efek lain dari aborsi ini adalah timbulnya trauma, perasaan sedih dan bersalah yang akan menghantui seumur hidup. Pasalnya, menurut bebrapa pandangan, baik agama maupun moral, tindakan aborsi sama dengan pembunuhan.
Pada dasarnya, mencegah kehamilan bagi pasangan suami istri adalah suatu usaha yang jauh lebih aman daripada aborsi. Jika para istri memiliki kesadaran untuk merencanakan jumlah anak yang di inginkan bersama. Legalisasi aborsi hanya akan berguna bagi perempuan yang hamil tidak di sengaja.
Bagi para remaja, tindakan untuk menjauhi aborsi yang paling baik adalah dengan menjauhi seks di luar nikah. Namun, jika terlanjur melakukannya dan hamil, ada beberapa pilihan yang dapat di putuskan, diantaranya sebagai berikut:
1. Menjadi orang tua tunggal dengan melanjutkan kehamilan, melahirkan, sehingga membesarkan bayi itu sendiri. Namun, pilihan ini sangat berat untuk remaja karena dalam membesarkan seorang anak di perlukan kesiapan mental, fisik, dan finansial yang cukup.
2. Memberikan bayi kepada keluarga atau oranglain yang sama sekali tidak dikenal, ini yang di sebut adopsi.
Bagi para remaja yang mengalami hal ini, tindakan yang harus di lakukan secepatnya adalah membicarakan masalah dengan orang tua. Untuk menghadapi kehamilan tersebut, sangat di perlukan sebuah keputusan penting yang harus melibatkan orangtua kedua belah pihak. Semakin cepat membicarakan masalah ini semakin cepat pula pengambilan keputusan yang menentukan masa depan seseorang. Tentu saja saran dan keputusan dari orang tua akan sangat membantu dalam menentukan beberapa pilihan tersebut.
Seberat apapun keputusan yang akan di ambil nantinya, keputusan itu tetap lebih baik jika sudah di bicarakan dengan orang tua. Para orangtua ini akan dapat mengambil keputusan akhir yang bijak untuk masa depan anaknya, seperti menikahkan putrinya dengan kekasihnya. Di samping itu, yang harus dilakukan adalah dapat menerima konsekuensi atas yang telah terjadi.[1]
b. Pembuangan Bayi
Kehamilan diluar nikah juga menghasilkan beberapa kasus pembuangan bayi. Kalau bayi-bayi itu diberikan kepada pihak panti asuhan lebih baik daripada dibuang semena-mena. Tapi di bawah pandangan masyarakat, seseorang bisa berpikir egois dan mementingkan perkaranya sendiri. Jika sudah begini, bukankah tugas masyarakat sebenarnya untuk mengatasi meningkatnya kasus MBA dan jika bisa mencari jalan keluarnya untuk pihak-pihak yang berkaitan. Jangan hanya bisa menuduh, menuding dan menyalahkan. Kenapa tidak dengan memaafkan terlebih dahulu, turut membantu dalam hal pendidikan, pengadaan lapangan kerja dan terutama tetap menjadi kawan, tetangga atau saudara mereka.[4]
2.1.4 Contoh Kasus
· Mayat Bayi Di Temukan Di Selokan
1. Data yang di dapat
a. Bayi
b. Umur : 2 hari
c. Berat : 3,9 kilogram
d. Tinggi Badan : 50 cm
e. Diduga dibuang dari jembatan dan ditemukan diselokan dekat pesawahan.
2. Hipotesa
a. Ibu merasa malu karena hamil diluar nikah
b. Kehamilan yang tidak diinginkan
c. Pengaruh dari pergaulan bebas
d. Himpitan ekonomi
3. Peran Bidan
Sebagai bidan dalam kasus ini sebaiknya melakukan penyuluhan (promotif) kepada perempuan, khusus nya remaja tentang pendidikan seks serta tanggung jawab kepada dirinya maupun kepada orang lain. Pendidikan seks juga ini harus diberikan sedini mungkin agar dapat mencegah (preventif) terjadinya kasus serupa. Dampak negatif lain, seperti contohnya Infeksi Menular Seksual (IMS) juga harus diberikan. Agar mereka semakin menyadari bahaya yang akan timbul dari perbuatannya tersebut.
2.2 Perkosaan
2.2.1 Pengertian perkosaan
Perkosaan adalah penetrasi alat kelamin wanita oleh penis dengan paksaan, baik oleh satu maupun oleh beberapa orang pria atau dengan ancaman. Perkosaan yang dilakukan dengan kekerasan dan sepenuhnya tidak dikehendaki secara sadar oleh korban jarang terjadi.
Definisi perkosaan sendiri masih rumit. Masih banyak perbedaan pandangan tentang definisi perkosaan. Artinya bila laki-laki dengan paksa memasukkan kemaluannya ke vagina perempuan dan meninggalkan sperma didalamnya, itu baru dinamakan pemerkosaan. Namun bila sesama jenis, seperti homo atau lesbi, melakukan dengan paksa. Bukan merupakan suatu pemerkosaan lagi, akan tetapi mengarah pada perbuatan cabul. Intinya seorang laki-laki dengan agresifitas memaksa memasukkan kemaluannya dan meninggalkan sperma di dalamnya, itu yang namanya diperkosa. Kalau alat vitalnya sama dan sejenis dan dilakukan dengan paksa, itu perbuatan cabul.(Susilo Mansuruddin)
Perkosaan adalah salahsatu jenis dari pelecehan seksual, pelecehan seksual adalah perilaku atau tindakan yang mengganggu, menjelekkan dan tidak diundang yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang terhadap pihak lain, yang berkaitan langsung dengan jenis kelamin pihak yang diganggunya dan dirasakan menurunkan martabat dan harkat diri orang yang telah diganggunya.
2.2.2 Bentuk Pelecehan Seksual dan Perkosaan
A. Pelecehan seksual dibagi dalam 3 tingkatan:
a. Ringan, seperti godaan nakal, ajakan iseng dan humor porno
b. Sedang, seperti memegang, menyentuh, meraba bagian tubuh tertentu, hingga ajakan serius untuk berkencan
c. berat, seperti perbuatan terang-terangan dan memaksa, penjamahn, hingga percoban pemerkosaan.
B. Macam-macam Perkosaan.
a. Perkosaan oleh orang yang dikenal
· Perkosaan oleh suami atau bekas suami
Merasa bahwa istri sudah menjadi hak milik suami sehingga ia merasa sekehendak hatinya memperlakukan istri.
· Perkosaan oleh Pacar
Merasa sudah mencukupi kebutuhan wanita, sehingga laki-laki punya hak atas wanita tersebut atau merasa sudah melamar wanita tadi sehingga merasa sudah menjadi miliknya.
· Pelecehan Seksual
Seorang wanita yang dipaksa melayani teman kerja atau atasannya, dimana wanita tadi di ancam akan dikeluarkan bila tidak mau melayaninya.
· Pelecehan Seksual pada Anak
a. Anak perempuan diperkosa ayah
b. Anak perempuan diperkosa paman
c. Anak perempuan diperkosa kakek
b. Perkosaan oleh Orang yang tidak Dikenal
· Perkosaan oleh sekelompok pelaku
· Perkosaan dipenjara
· Perkosaan saat perang.
2.2.3 Faktor-faktor terjadinya Pelecehan Seksual dan Perkosaan
A. Penyebab terjadinya pelecehan seksual:
a. Penayangan tulisan atau tontonan pada media massa
Media massa sebagai sumber rujukan orang modern, yang saat ini kita sebagai makhluk yang haus informasi selalu merujuk media massa sebagai bahan bacaan, tidak jarang media massa menampilkan unsur pornografi, tidak hanya terbatas hanya pada materi yang menggambarkan hubungan seks, media massa kerap merujuk pada segenap bentuk materi yang terkait dengan seks (baik berupa cerita, tulisan, gambar atau tayangan) dan bertujuan merangsang birahi penonton atau pembacanya, yang menyebabkan dorongan birahi kepada semua orang yang membaca atau menontonnya.
b. Rusaknya moral dan sistem nilai yang ada di masyarakat.
c. Kurang berperannya agama dalam mencegah terjadinya pelecehan seksual.
d. Hukuman yang diberikan kepada pelaku pelecehan seksual yang belum setimpal atau hal – hal lainnya yang mempengaruhi terjadinya pelecehan terhadap wanita.
e. Sikap toleran terhadap hal – hal kecil.
Seorang remaja putri yang senang – senang saja ketika tangannya dipegangi oleh lelaki yang jadi idolanya, adalah awal dari kemungkinan pelecehan seksual. Sikap seperti ini perlu diwaspadai. Tanpa disadari, sikap penerimaan yang tidak sadar itu bisa saja ditafsirkan sebagai kode pembolehan oleh si pria untuk melakukan aksi yang lebih jauh.
B. Penyebab Terjadinya Perkosaan
Siapapun dapat menjadi korban perkosaan, mulai dari anak – anak dibawah umur, gadis remaja, perempuan yang telah menikah, perempuan yang hidup didesa, yang hidup dikota, bahkan nenek – nenekpun menjadi korban. Data selama ini menunjukan pemerkosaan telah sering dilakukan oleh seseorang yang telah mengenal korban, kecuali dalam situasi peperangan atau konflik bersenjata dimana pemerkosaan dijadikan sebagai senjata perang pihak – pihak yang saling berseteru dan pelaku pemerkosaan adalah pasukan perang yang memerkosa secara masal perempuan dari keompok musuhnya yang jelas tidak mereka kenali.
Salah satu motif dibalik kekerasan seksual adalah perwujudan atau manifestasi dari ungkapan “power over” atau menguasai dari seorang lelaki terhadap perempuan yang dijadikan targetnya.
2.2.4 Dampak yang terjadi
Dampak yang akan terjadi diantaranya :
a. Dampak perkosaan bagi korban perkosaan biasanya pada wanita dan keluarganya, dimana peristiwa diperkosa merupakan tragedi yang sangat menyakitkan dan sulit dilupakan sepanjang hidup mereka. Bahkan, sering kali menyebabkan trauma yang brkepnjangan. Peristiwa ini melahirkan rasa malu dan aib selama hidup yang akhirnya menimbulkan rasa rendah diri terutama pada saat harus menjalani kehidupan sosial mereka selanjutnya.
b. Biasanya perkosaan pada perempuan juga melibatkan kekerasan fisik, sehingga mungkin saja terjadi luka dan sakit dibeberapa bagian, seperti di daerah genital.
c. Korban perkosaan akan mengalami gangguan emosi dan psikologis.
Beberapa juga dapat mengalami trauma meskipun diawal mereka mencoba untuk mengelak bahkan mereka telah diperkosa dan mencoba melanjutkan hidup seperti biasa seolah tidak terjadi apa-apa. Setelah perkosan umumnya yang timbul adalah kemarahan, ketakutan, perasaan tidak aman, depresi, insomnia (sulit tidur), sering mimpi buruk, menghindari kontak sosial, dsb.
Hal-hal ini dapat terus terjadi hingga beberapa bulan lamanya atau bertahun-tahun lamanya atau bertahun-tahun setelah perkosaan terjadi, bahkan ada yang menderita seumur hidupnya. Kejadian tertentu dapat memicu untuk mengingat kembali kasus perkosaan yang dulu terjadi.
2.2.5 Upaya Penanggulangan Masalah Perkosaan
Yang harus dilakukan jika terjadi perkosaan:
1. Segera memeriksakan diri secara medis, apakah terjadi luka secara fisik.
Hal ini sangat penting dilakukan agar dokter dapat mengumpulkan bukti – bukti fisik perkosaan yang sangat diperlukan jika korban tadi akan melakukan tuntutan. Meskipun setelah perkosaan korban merasa fisiknya baik – baik saja, tetapi pemeriksaan laboratorium sebaiknya tetap dilakukan mengingat adanya kemungkinan kehamilan, terkena infeksi menular seksual atau bahkan HIV. Pemeriksaan setelah perkosaan harus dilakukan sesegera mungkin karena bukti sperma yang dapat memberatkan pelaku akan hilang setelah 8 jam. Selain itu sebaiknya sebelum pemeriksaan korban tidak mandi dahulu Karena dapat menghilangkan bukti – bukti fisik. Memang sulit jika seseorang perempuan yang menjadi korban harus menjalani hal – hal semacam itu. Pemeriksaan juga akan mencari bukti fisik pemerkosaan yang tertinggal di tubuh atau pakaian korban, seperti darah atau rambut pelaku.
2. Selain menangani keadaan fisik korban perkosaan,hal – hal yang berkaitan dengan psikologi korban juga sangat penting untuk diperhatikan.
Hal yang paling mereka butuhkan tentunya adalah dukungan dari orang – orang terdekatnya dalam menjalani segala pemeriksaan yang telah disebutkan di atas. Mengingat kondisi psikologi juga penting, beberapa rumah sakit bahkan menambahkan tenaga – tenaga pekerja sosial untuk mendampingi korban saat itu adalah dukungan dan pendampingan dari keluarga dan orang – orang terdekatnya sendiri.[2]
2.2.6 Contoh Kasus
· Dua Pelaku Pencabulan Digelandang
1. Data yang di dapat
a. Nama : Dah, In dan Nar
b. Umur : Dah : 50 tahun
In : 43 tahun
Mar : 11 tahun
c. Ibu korban melihat anaknya murung
d. Mendesak agar anaknya jujur
e. Orangtua melapor polisi
2. Hipotesa
a. Kelainan pada pelaku
b. Kurangnya perhatian dan pendidikan seks dini dari orang tua
c. Seringnya pelaku menonton video porno
d. Korban terlalu mudah untuk menerima ajakan dan rayuan dari pelaku.
3. Peran Bidan
Sebagai bidan kita harus memberikan pendidikan seks sedini mungkin agar jika pubertas kelak anak ini akan mendapatkan pendidikan seks yang benar dari sumber yang tepat. Dan sebagai bidan, kita juga memberikan pendidikan seks kepada orang tua maupun pihak sekolah agar pemberian pendidikan ini tidak salah informasi kepada anak-anaknya maupun muridnya.
2.3 Pergaulan Bebas
2.3.1 Pengertian Pergaulan Bebas
Kita tentu tahu bahwa pergaulan bebas itu adalah salah satu bentuk perilaku menyimpang, yang mana “bebas” yang dimaksud adalah melewati batas-batas norma ketimuran yang ada. Masalah pergaulan bebas ini sering kita dengar baik di lingkungan maupun dari media massa.
Remaja adalah individu labil yang emosinya rentan tidak terkontrol oleh pengendalian diri yang benar. Masalah keluarga, kekecewaan, pengetahuan yang minim, dan ajakan teman-teman yang bergaul bebas membuat makin berkurangnya potensi generasi muda Indonesia dalam kemajuan bangsa.
2.3.2 Penyebab Maraknya Pergaulan Bebas Remaja Indonesia
Ada banyak sebab remaja melakukan pergaulan bebas. Penyebab tiap remaja mungkin berbeda tetapi semuanya berakar dari penyebab utama yaitu kurangnya pegangan hidup remaja dalam hal keyakinan/agama dan ketidakstabilan emosi remaja. Hal tersebut menyebabkan perilaku yang tidak terkendali, seperti pergaulan bebas & penggunaan narkoba yang berujung kepada penyakit seperti HIV & AIDS ataupun kematian. Berikut ini di antara penyebab maraknya pergaulan bebas di Indonesia:
a. Sikap mental yang tidak sehat
Sikap mental yang tidak sehat membuat banyaknya remaja merasa bangga terhadap pergaulan yang sebenarnya merupakan pergaulan yang tidak sepantasnya, tetapi mereka tidak memahami karena daya pemahaman yang lemah. Dimana ketidakstabilan emosi yang dipacu dengan penganiayaan emosi seperti pembentukan kepribadian yang tidak sewajarnya dikarenakan tindakan keluarga ataupun orang tua yang menolak, acuh tak acuh, menghukum, mengolok-olok, memaksakan kehendak, dan mengajarkan yang salah tanpa dibekali dasar keimanan yang kuat bagi anak, yang nantinya akan membuat mereka merasa tidak nyaman dengan hidup yang mereka biasa jalani sehingga pelarian dari hal tersebut adalah hal berdampak negatif, contohnya dengan adanya pergaulan bebas.
b. Pelampiasan rasa kecewa
Yaitu ketika seorang remaja mengalami tekanan dikarenakan kekecewaannya terhadap orang tua yang bersifat otoriter ataupun terlalu membebaskan, sekolah yang memberikan tekanan terus menerus (baik dari segi prestasi untuk remaja yang sering gagal maupun dikarenakan peraturan yang terlalu mengikat), lingkungan masyarakat yang memberikan masalah dalam sosialisasi, sehingga menjadikan remaja sangat labil dalam mengatur emosi, dan mudah terpengaruh oleh hal-hal negatif di sekelilingnya, terutama pergaulan bebas dikarenakan rasa tidak nyaman dalam lingkungan hidupnya.
c. Kegagalan remaja menyerap norma
Hal ini disebabkan karena norma-norma yang ada sudah tergeser oleh modernisasi yang sebenarnya adalah westernisasi.
2.3.3 Dampak dari pergaulan bebas
Pergaulan bebas identik sekali dengan yang namanya “dugem” (dunia gemerlap). Yang sudah menjadi rahasia umum bahwa di dalamnya marak sekali pemakaian narkoba. Ini identik sekali dengan adanya seks bebas. Yang akhirnya berujung kepada HIV/AIDS. Dan pastinya setelah terkena virus ini kehidupan remaja akan menjadi sangat timpang dari segala segi.
2.3.4 Solusi Untuk Menyelesaikan Masalah Pergaulan Bebas
Kita semua mengetahui peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME, penyaluran minat dan bakat secara positif merupakan hal-hal yang dapat membuat setiap orang mampu mencapai kesuksesan hidup nantinya. Tetapi walaupun kata-kata tersebut sering ‘didengungkan’ tetap saja masih banyak remaja yang melakukan hal-hal yang tidak sepatutnya dilakukan. Selain daripada solusi di atas masih banyak solusi lainnya. Solusi-solusi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Memperbaiki cara pandang dengan mencoba bersikap optimis dan hidup dalam “kenyataan”, maksudnya sebaiknya remaja dididik dari kecil agar tidak memiliki angan-angan yang tidak sesuai dengan kemampuannya sehingga apabila remaja mendapatkan kekecewaan mereka akan mampu menanggapinya dengan positif.
2. Menjaga keseimbangan pola hidup. Yaitu perlunya remaja belajar disiplin dengan mengelola waktu, emosi, energi serta pikiran dengan baik dan bermanfaat, misalnya mengatur waktu dalam kegiatan sehari-hari serta mengisi waktu luang dengan kegiatan positif
3. Jujur pada diri sendiri. Yaitu menyadari pada dasarnya tiap-tiap individu ingin yang terbaik untuk diri masing-masing. Sehingga pergaulan bebas tersebut dapat dihindari. Jadi dengan ini remaja tidak menganiaya emosi dan diri mereka sendiri.
4. Memperbaiki cara berkomunikasi dengan orang lain sehingga terbina hubungan baik dengan masyarakat, untuk memberikan batas diri terhadap kegiatan yang berdampak negatif dapat kita mulai dengan komunikasi yang baik dengan orang-orang di sekeliling kita.
5. Perlunya remaja berpikir untuk masa depan. Jarangnya remaja memikirkan masa depan. Seandainya tiap remaja mampu menanamkan pertanyaan “Apa yang akan terjadi pada diri saya nanti jika saya lalai dalam menyusun langkah untuk menjadi individu yang lebih baik?” kemudian hal itu diiringi dengan tindakan-tindakan positif untuk kemajuan diri para remaja. Dengan itu maka remaja-remaja akan berpikir panjang untuk melakukan hal-hal menyimpang dan akan berkurangnya jumlah remaja yang terkena HIV & AIDS nantinya.
5.
Selain usaha dari diri masing-masing sebenarnya pergaulan bebas dapat dikurangi apabila setiap orang tua dan anggota masyarakat ikut berperan aktif untuk memberikan motivasi positif dan memberikan sarana & prasarana yang dibutuhkan remaja dalam proses keremajaannya sehingga segalanya menjadi bermanfaat dalam kehidupan tiap remaja.[5]
2.3.5 Contoh Kasus
· Siswi SMA Jual Kegadisan Rp. 5 Juta
1. Data yang di dapat
a. Nama : Ami, Oc, Iq
b. Umur : - Ami :15 tahun
c. Hamil 1, 5 bulan
d. Untuk memenuhi uang SPP
e. Untuk membeli Hand Phone
f. Untuk memasang Behel (kawat gigi)
g. Menghubungi germo untuk mendapatkan klien
h. Germo tersebut yaitu Oc dan Iq
i. Kliennya bernama Kevin yang tidak lain adalah seorang Polisi yang sedang menyamar.
j. Iq dan Oc terancam 15 tahun penjara karena terjerat pasal 2 UU RI No.21/2007 tentang perdagangan manusia
2. Hipotesa
a. Hal tersebut dapat terjadi diduga karena kondisi jiwa Ami yang sangat labil
b. Diduga karena terdesak oleh himpitan Ekonomi
c. Kurangnya pengawasan orang tua Ami terhadap pergaulannya.
d. Ketidaksadaran Ami atas resiko atau dampak dari perbuatannya yang telah dilakukan.
3. Peran Bidan
Melakukan upaya preventif dan promotif. Mencegah terjadinya kasus dengan melakukan penyuluhan kepada remaja perempuan mengenai pendidikan seks, dan juga pendekatan kepada pihak orangtua mengenai pola asuh yang baik yang seharusnya diberikan kepada anak. Dan untuk senantiasa memantau pergaulan anak, karena salahsatu faktor terjadinya kasus diatas adalah karena pengaruh teman-teman dan lingkungan sekitarnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam melakukkan hubungan seksual sebagian besar remaja tidak terlindung dari dua kemungkinan yang dapat terjadi yaitu kehamilan yang tidak dikehendaki dan penyakit hubungan seksual yang dapat menjurus ke arah penyakit radang panggul atau pelvic inflammatory disease. Dua masalah ini menjadi topik utama yang dihadapi remaja dalam mencari identitas yang akan menjerumuskan remaja pada kesulitan pemecahan masalah. Kedua masalah tersebut ternyata memberi dampak yang merugikan remaja dalam menghadapi masa depan yang lebih baik. Permasalahan kesehatan reproduksi dipengaruhi oleh berbagai faktor dan menimbulkan banyak dampak negatif baik pada individu maupun lingkungan. Sebagian besar penyimpangan tersebut dilakukan oleh remaja, karena remaja merupakan masa yang sangat labil dan rentan terhadap pengaruh lingkungan yang negatif.
3.2 Saran
Memperbaharui pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi karena selalu berkembang dari tahun ke tahun, apalagi dengan adanya era globalisasi sehingga banyak pengaruh budaya luar yang mempengaruhi pola pikir anak remaja. DAFTAR PUSTAKA
Romauli, Suryati, S.ST&Vindari, Anna Vida, S.ST.2009.Kesehatan Reproduksi Buat Mahasisiwi Kebidanan.Yogyakarta.Nuha Medika
Aziz,Aina Rumiati.2006.Perempuan Korban di Ranah Domestik,www.indonesia.com
Carwoto,2007.Mengungkap Dan Mengeliminasi Kekerasan Terhadap Isteri dalam Menggugat Harmoni, Rifka Anisa, Yogyakarta
Candrakirana, Kemala.2005.Hentikan Kekerasan Dalam Rumah Tangga,www.pontianakpost.com.
Pedoman pelaksanaan kegiatan , komunikasi, informasi, edukasi (KIE), kesehatan reproduksi: untuk petugas kesehatan di tingkat pelayanan dasar. Jakarta: depkes: 2002
No comments:
Post a Comment