A. Definisi
q Retensio Plasenta
adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoma (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, hal. 300).
q Recensio Plasenta
adalah tertahannya plasenta atau belum lahirnya plasenta liingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002:178).
q Retensio Plasenta
adalah plasenta belum labir 1/2 jam sesudah anak lahir (Obstetri Patologi, hal. 234).
q Retensio Plasenta
Suatu keadaan dimana plasenta belum lahir 30 menit setelah bayi lahir.5
q Retensio Plasenta
Adalah placenta lahir terlambat lebih dari 30 menit.(buku no 1)
B. Predisposisi Retensio Plasenta
Beberapa predisposisi terjadinya retensio plasenta adalah :
- Grandemultipara
- Kehamilan Ganda, sehingga memerlukan implantasi plasenta yang agak luas.
- Kasus inferilitas, karena lapisan endometriumnya tipis
- Plasenta previa, karena di bagian istmus uterus, pembuluh darah sedikit, sehingga perlu masuk jauh kedalam.
- Bekas operasi pada uterus.
C. Jenis-Jenis Retensio Plasenta
1. Plasenta Adhesiva
Adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.
Keterangan : tipis sampai hilangnya lapisan jaringan ikat Nitabush, sebagian atau seluruhnya sehingga menyulitkan lepasnya plaenta saat terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus.
2. Plasenta Akreta
Adalah implantasi jonjot korion plasetita hingga memasuki sebagian lapisan miornetrium.
Keterangan : Hilangnya lapisan jaringan ikat longgar Nitabush sehingga plasenta sebagian atau seluruhnya mencapai laisan desidua basalis. Dengan demikian agak sulit melepaskan diri saat kontraksi atau retraksi otot uterus, dapat terjadi tidak diikuti perdarahan karena sulitnya plasenta lepas. Plasenta manual sering tidak lengkap sehingga perlu diikuti dengan kuretase.
3. Plasenta Inkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai / memasuki miornetnum.
Keterangan : Implantasi jonjot plasenta sampai mencapai otot uterus sehingga, tidak mungkin lepas sendiri. Perlu dilakukan plasenta manual, tetapi tidak akan lengkap dan harus diikuti (kuretase tajam dan dalam, histeroktomi).
4. Plasenta Perkreta
Adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan otot hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
Keterangan : jonjot plasenta menembus lapisan otot dan sampai lapisan peritoneum kavum abdominalis. Retensio plasenta tidak diikuti perdarahan, plasenta manual sangat sukar, bila dipaksa akan terjadi perdarahan dan sulit dihentikan, atau perforasi. Tindakan definitif : hanya histeroktomi.
5. Plaserita Inkarserata
Adalah tertahannya plasenta di dalam kavum utrri disebabkan oleh kontriksi osteuni uteri.
Keterangan : plasenta telah lepas dari implantasinya, tetapi tertahan oleh karena kontraksi SBR.
D. Etiologi
Penyebab terjadinya retensio plasenta diantaranya yaitu :
1. Fungsional
q His kurang kuat
q Plasenta belum lepas dari dinding uterus5 karena :
tempatnya : insersi di sudut tuba
bentuknya : plasenta membranacea, plasenta anularis
ukurannya : plasenta yang sangat kecil
q Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan
2. Patolog – Anatomis
Plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta perkreta (Obstetri Patologi, hal 236).
Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perdarahan. Jika lepas sebagian terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
Faktor yang mempengaruhi pelepasan plasenta :
· Kelainan dari uterus sendiri, yaitu : Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhessiva),
· Kelainan dari plasenta, misalnya : Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab villi khorialis menembus desidua sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-perkreta)
· Kesalahan manajemen kala III persalinan, seperti : manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta dapat menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik, pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya juga dapat menyebabkan serviks kontraksi (pembentukan constriction ring) dan menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta).
E. DIAGNOSIS dan MANAGEMEN8
Ø Perdarahan Sebelum lahirnya plasenta
Perdarahan dalam kala III persalinan biasanya disebabkan karena retensio plasenta. Meskipun demikian pasien juga dapat berdarah karena adanya robekan jaan lahir. Ketika terjadi perdarahan dan plasenta masih didalam uterus hal pertama yang dilakukan adalah berusaha untuk mengeluarkan plasentadengan tarikan ringan dengan penekanan pada uterus dengan menekan abdomen. Bila berhasil, uterus harus tetap ditekan dan diberikan oksitosin intravena. Kompresi bimanual harus tetap dilakukan hingga uterus berkontraksi dengan baik.
Gambar 1. Kompresi Bimanual
Ø Retensio Plasenta karena kontraksi serviks
Retensio plasenta karena kontraksi serviks hampir selalu terjadi pada persalinan preterm. Serviks akan menutup hingga hanya terbuka 2 jari. Pada situasi ini tidak dianjurkan untuk melakukan pengeluaran plasenta dengan tarikan pada tali plasenta, tekanan pada abdomen maupun pemberian oksitosin. Hal yang lebih baik dilakukan adalah dengan memberikan nitrogliserin untuk merelaksasi serviks sehingga dapat dilakukan manual plasenta.
Nitrogliserin merupakan vasodilator kuat, hipotensor dan relaksan otot miometrium. Pemberian dosis rendah intra vena membuat relaksasi uterus tanpa mempengaruhi tekanan darah. Meskipun demikian, obat ini sebaiknya tidak digunakan pada pasien syok dan tekanan darah rendah. Sebelum memasukkan nitrogliserin sebaikknya diberikan cairan intravena berupa kristaloid sebanyak 500-1000 cc, Kemudian 500 micro gram intravena. Kurang lebih 60-120 detik setelah nitrogliserin dimasukkan, serviks akan relaksasi sehingga tangan operator dapat masuk kedalam kavum uteri.
Ø Retensio Plasenta karena Perlekatan plasenta yang abnormal 10
Terdapat beberapa derajat kuatnya perlekatan plasenta ke dinding uterus. Pada kebanyakan kasus plasenta dapat lepas dari dinding uterus tanpa kesulitan. Pada beberapa kasus plasenta melekat erat pada dinding uterus sehingga plasenta sulit lepas dari dinding uterus sehingga memerlukan tindakan berupa manual plasenta dan perdarahan menjadi sangat banyak. Kondisi ini disebut plasenta akreta dan kebanyakan berakhir dengan histerektomi. Plasenta akreta menunjukkan angka kematian 4 kali lebih tinggi dari plasenta yang dapat lahir normal yang merupakan indikasi histerektomi.
Pada plasenta akreta, perlekatan villi plasenta langsung pada miometrium, yang mengakibatkan pelepasan yang tidak sempurna pada saat persalinan. Komplikasi yang signifikan dari plasenta akreta adalah perdarahan post partum. Berdasarkan penelitian oleh Resnik, angka kejadian plasenta akreta meningkat dan dokter diharapkan waspada akan kondisi ini, terutama pada wanita yang memiliki riwayat seksio sesaria sebelumnya atau berbagai penyebab parut pada uterus.
Ø Perdarahan setelah Plasenta lahir
Perdarahan setelah plasenta lahir biasanya disebabkan atonia uteri. Tidak jarang juga disebabkan karena adanya sisa plasenta, robekan jalan lahir, inversi uteri, ruptur uteri dan juga gangguan sitem koagulasi.
Hal pertama yang dilakukan pada perdarahan setelah plasenta lahir adalah penekanan bimanual vaginal dan abdominal, hal ini dapat mengurangi perdarahan. Kemudian dipasang satu atau dua infus dan diberikan infu oksitosin (30 IU dalam 1000 cc RL).
Bila penekanan uterus dan infus oksitosin tidak berhasil, pasien diperiksa dengan USG untuk memeriksa sisa jaringan yang masih tertinggal atau dengan tangan memeriksa adanya robekan uterus.
A. PENATALAKSANAAN 1,5
Inspeksi plasenta segera setelah bayi lahir. jika ada plasenta yang hilang, uterus harus dieksplorasi dan potongan plasenta dikeluarkan khususnya jika kita menghadapi perdarahan post partum lanjut.
Jika plasenta belum lahir, harus diusahakan mengeluarkannya. Dapat dicoba dulu parasat Crede, tetapi saat ini tidak digunakan lagi karena memungkinkan terjadinya inversio uteri. Tekanan yang keras akan menyebabkan perlukaan pada otot uterus dan rasa nyeri keras dengan kemungkinan syok. Cara lain untuk membantu pengeluaran plasenta adalah cara Brandt, yaitu salah satu tangan penolong memegang tali pusat dekat vulva. Tangan yang lain diletakkan pada dinding perut diatas simfisis sehingga permukaan palmar jari-jari tangan terletak dipermukaan depan rahim, kira-kira pada perbatasan segmen bawah dan badan rahim. Dengan melakukan penekanan kearah atas belakang, maka badan rahim terangkat. Apabila plasenta telah lepas maka tali pusat tidak tertarik keatas. Kemudian tekanan diatas simfisis diarahkan kebawah belakang, ke arah vulva. Pada saat ini dilakukan tarikan ringan pada tali pusat untuk membantu megeluarkan plasenta. Tetapi kita tidak dapat mencegah plasenta tidak dapat dilahirkan seluruhnya melainkan sebagian masih harus dikeluarkan dengan tangan. Pengeluaran plasenta dengan tangan kini dianggap cara yang paling baik. Tehnik ini kita kenal sebagai plasenta manual.
Ø Indikasi Plasenta manual
· Perdarahan pada kala III persalinan kurang lebih 400-500 cc
· Retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir.
· Setelah persalinan yang sulit seperti forceps, vakum.
· Tali pusat putus
· Riwayat melakukan plasenta manual (buka no.1 )
B. Retensio Plasenta dan Plasenta Manual
Plasenta manual merupakan tindakan operasional kebidanan untuk melahirkan plasenta. Kejadian retensio plasenta berkaitan dengan :
1. Grandemultipara dengan implantasi plasenta dalam bentuk plasenta adhesiva, plasenta akreta, plasenta inkreta, plasenta perkreta.
2. Mengganggu kontraksi otot rahim dan menimbulkan perdarahan.
3. Retensio plasenta tanpa perdarahan diperkirakan :
q Darah penderita terlalu banyak hilang.
q Keseimbangan baru berbentuk bekuan darah, sehingga perdarahan tidak terjadi.
q Kernungkinan implantasi plasenta terlalu dalam.
4. Plasenta manual dengan segera dilakukan :
q Terdapat riwayat perdarahan post partum berulang.
q Terjadi perdarahan post partum melebihi 400cc.
q Pada pertolongan persalinan dengan narkosa.
q Plasenta belum lahir setelah menunggu 1/2 jam.
C. Plasenta Manual
Ø Tehnik Plasenta Manual3
Sebelum dikerjakan penderita disiapkan pada posisi litotomi. Keadaan umum penderita diperbaiki sebesar mungkin, atau diinfus Ringer Laktat. Operator berdiri atau duduk dihadapan vulva, lakukan desinfeksi pada genitalia eksterna begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong (setelah menggunakan sarung tangan). Kemudian labia dibeberkan dan tangan kanan masuk secara obstetris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam sekarang menyusun tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas. Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dengan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim.
Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik keluar.
Ø Uraian teknik diatas dapat diurutkan lagi sebagai berikut :
q Tahan fundus uteri dengan tangan kiri
q Tangan kanan dimasukkan secara obstetris sampai mencapai tepi plasenta dengan menelusuri tali pusat.
q Tepi plasenta dilepaskan dengan bagian ulnar tangan kanan sedangkan tangan kiri menahan fundus uteri sehingga tidak terdorong ke atas.
q Setelah seluruh plasenta dapat dilepaskan maka tangan kanan dikeluarkan bersama dengan plasenta.
q Dilakukan eksplerasi untuk mencari sisa plasenta atau membrannya.
q Kontraksi uterus ditimbulkan dengan memberikan uterotonika secara bolus IV-IM, sehingga kontaksi otot uterus dapat segera menutup pembuluh darah pada plasenta bed.
q Perdarahan diobservasi.
q Perhatikan kesulitan dalam melepaskan plasenta, untuk dapat membedakan plasenta akreta, inkreta atau perkreta, karena tatalaksana sangat berbeda.
A. Komplikasi Tindakan Plasenta Manual
Tindakan plasenta manual dapat menimbulkan komplikasi sebagai berikut :
q Terjadi perforasi uterus, karena tipisnya tempat implantasi plasenta
q Terjadi infeksi : terdapat sisa plasenta atau membran dan bakteria terdorong ke dalam rongga rahim, infeksi bakteri secara asendens, adanya laserasi, dll.
q Terjadi perdarahan karena atonia uteri sehingga pembuluh darah terbuka, sisa kotiledon yang tertinggal, trauma tindakan, dan plasenta adesiva, akreta, atau inkreta.
q Tauma tindakan yang menimbulkan robekan uteri, kolporeksis, robekan vagina, robekan perineum meluas.
Untuk memperkecil komplikasi dapat dilakukan tindakan profilaksis dengan :
q Memberikan uterotonika intramuskular atau intravena.
q Memasang tamporiade uterovaginal.
q Memberikan antibiotika.
q Memasang infus.
q Persiapan transfusi darah.
(Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, hal : 302 - 303).
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba, I.B.G dkk. 2007.Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta:EGC
2. Cunningham, F.Gary, Norman F. Gant, et all. Williams Obstetrics international edition. 21 st edition. Page 619-663.
4. Smith, John R , Barbara G. Brennan. Postpartum Hemorrhage. http://www.eMedicine.com. June 13, 2006
5. ALARM International. Hemorrhage in Pregnancy. 2nd edition. Page 49-53.
6. Wiknjosastro, Hanifa, Abdul Bari Saifudin, Triatmojo Rachimhadhi. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiharjo.Jakarta. 2002
7. www. General Java Online. Maternal & Neonatal Health. OBSTETRIC & NEONATAL EMERGENCY. 2003
9. Arias, Fernando. Practical Guide to High Risk Pregnancy and Delivery. 2nd edition. Mosby Year Book.1993
10. htpp://www.WHO.int. Managing Complication in Pregnancy and Childbirth.
11. Walling, D. Anne. American Academy Family of Physician. Risk of Hemorrhage and scarring in placenta accreta. August 1999
No comments:
Post a Comment