2.1 Mendampingi Pasien Yang Krisis
2.1.1 Pengertian Pasien Yang Krisis
Krisis merupakan suatu kejadian atau
peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang yang
mengganggu keseimbangan selama mekanisme coping individu tersebut tidak dapat
mecahkan masalah.
Krisis juga dapat diartikan sebagai
ganggaun internal yang disebabkan oleh kondisi penuh stress atau yang
dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman.
Jadi pasien yang krisis merupakan
pasien yang mengalami gangguankeseimbangan mekanisme coping pasien yang
disebabkan oleh kondisi penuh stress dan dipersepsikan sebagai ancaman.
Selama
krisis, individu kesulitan dalam melakukan sesuatu, koping yang biasa digunakan
tidak efektif lagi dan terjadi peningkatan kecemasan.
Konsep
krisis :
- Krisis terjadi pada semua individu, tidak selalu
patologis
- Krisis dipicu oleh peristiwa yang spesifik
- Krisis bersifat personal
- Krisis bersifat akut, tidak kronis, waktu singkat
( 4-6 minggu )
- Krisis berpotensi terhadap perkembangan
psikologis atau bahkan akan membaik
Faktor yang berpengaruh :
- Pengalaman problem solving sebelumnya
- Persepsi individu terhadap suatu masalah
- Adanya bantuan atau bahkan hambatan dari orang
lain
- Jumlah dan tipe krisis sebelumnya
- Waktu terakhir mengalami krisis
- Kelompok beresiko
- Sense of mastery
- Resilence; factor perlindungan berupa perilaku
yang berkontribusi terhadap keberhasilan koping dengan stress lain. Faktor
perlindungan antara lain kompetensi social, ketrampilan memecahkan
masalah, otonomi, berorientasi pada tujuan, ide belajar, dukungan
keluarga, dukungan social. Resilient ( individu yang tabah/ulet )
mempunyai harga diri tinggi, berdaya guna, mempunyai keterampilan
memecahkan masalah, mempunyai kepuasan dalam hubungan interpersonal.
Faktor resiko :
- Wanita
- Etnik minoritas
- Kondisi social ekonomi rendah
- Problematik predisaster functioning and
personality
2.1.2 karakteristik situasi krisis
Macam-macam krisis :
1. Krisis maturasi/krisis perkembangan
- Dipicu oleh stressor normal dalam proses
perkembangan
- Terjadi pada masa transisi proses pertumbuhan dan
perkembangan. Setiap tahap perkembangan tergantung pada tahap sebelumnya,
setiap tahap perkembangan merupakan tahap krisis bila tidak difasilitasi
untuk dapat menyelesaikan tugas perkembangan
- Misal : Masuk sekolah, pubertas, menikah,
meninggalan rumah, menjadi orang tua, pensiun dll
2. Krisis situasional
- Merupakan respon terhadap peristiwa traumatic
yang tiba-tiba dan tidak dapat dihindari yang mempunyai pengaruh besar
terhadap peran dan identitas seseorang
- Cenderung mengikuti proses kehilangan, seperti
kehilangan pekerjaan, putus sekolah, putus cinta, penyakit terminal,
kehamilan/kelahiran yang tidak diinginkan. Respon yang biasa mucul
terhadap kehilangan adalah depresi
- Kesulitan dalam beradaptasi dengan krisis
situasional ini berhubungan dengan kondisi dimana seseorang sedang
berjuang menyelesaikan krisis perkembangan
3. Krisis social
- Krisis yang terjadi di luar kemampuan individu.
Adanya situasi yang diakibatkan kehilangan multiple dan perubahan
lingkungan yang luas
- Contoh : terorisme, kebakaran, gempa bumi,
banjir, perang
Tipe krisis yang lain (Townsend, 2006):
- Dispisitional crises, merupakan respon akut
terhadap stressor eksternal
- Crises of anticipated life transition, suatu
transisi siklus kehidupan yang normal yang diantisipasi secara berlebihan
oleh individu saat merasa kehilangan kendali
- Crises resulting from traumatic stress, krisis
yang dipicu oleh stressor eksternal yang tidak diharapkan sehingga
individu merasa menyerah karena kurangnya atau bahkan tidak mempunyai
control diri.
- Developmental crises, krisis yang terjadi sebagai
respon terhadap situasi yang mencetuskan emosi yang berhubungan dengan
konflik kehidupan yang tidak dapat dipecahkan
- Crises reflecting psychopathology, misalnya
neurosis, schizophrenia, borderline personality
- Psychiatric emergency, krisis yang secara umum
telah mengalami kerusakan yang parah terhadap fungsi kehidupan. Misalnya
acute suicide, overdosis, psikosis akut, marah yang tidak terkontrol,
intoksikasi alcohol, reaksi terhadap obat-obatan halusinogenik
Tahap perkembangan krisis
Fase 1
- Individu dihadapkan pada stressor pemicu
- Kecemasan meningkat, individu menggunakan teknik
problem solving yang biasa digunakan
Fase 2
- Kecemasan makin meningkat karena kegagalan
penggunan teknik problem solving sebelumnya
- Individu merasa tidak nyaman, tak ada harapan,
bingung
Fase 3
- Untuk mengatasai krisis individu menggunakan
semua sumber untuk memecahkan masalah, baik internal maupun eksternal
- Mencoba menggunakan teknik problem solving baru,
jika efektif terjadi resolusi
Fase 4
- Kegagalan resolusi
- Kecemasan berubah menjadi kondisi panic,
menurunnya fungsi kognitif, emosi labil, perilaku yang merefleksikan pola
pikir psikotik
2.1.3
Mendampingi Klien Dalam Keadaan Krisis (Terminal)
Persiapan alat :
1. Tensimeter
2. Stetoskop
3. Jam dengan penghitung
detik
4. Lampu senter
/ penlight
5. Deppers
6. Sarung tangan besih
7. Bengkok
8. Sampiran
Pelaksanaan
:
1.
Cuci tangan.
2.
Gunakan
sarung tangan.
3.
Jelaskan
semua prosedur yang akan dilakukan.
4.
Atur pasien
dalam posisi yang nyaman.
5.
Basahi bibir
pasien yang kering dengan menggunakan deppers yang dibasahi air.
6.
Keringkan
keringat pasien, kalau perlu ganti pakaian.
7.
Lakukan
observasi tiap 30 menit (ensi, nadi, pernafasan dan suhu).
8.
Observasi
cairan, oksigen dan berikan obat-obatan sesuai dengan indikasi.
9.
Anjurkan
keluarga untuk berdoa, meminta kehadiran rohaniawan dan membimbing untuk
berdoa.
10.
Lepaskan
sarung tangan.
11.
Cuci tangan.
12.
Catat hasil
observasi pasien.
Sikap :
a.
Sopan
b.
Teliti dan
hati-hati
c.
komunikatif
Intervensi Krisis
Tujuan intervensi krisis adalah
resolusi, berfokus pada pemberian dukungan terhadap individu sehingga individu
mencapai tingakat fungsi seperti sebelum krisis, atau bahkan pada tingkat
fungsi yang lebih tinggi. Selain itu juga untuk membantu individu memecahkan
masalah dan mendapatkan kembali keseimbangan emosionalnya
Peran bidan adalah membantu individu
dalam :
- Menganalisa situasi yang penuh stress
- Mengungkapkan perasaan tanpa penilaian
- Mencari cara untuk beradaptasi dengan stress dan
kecemasan
- Memecahkan masalah dan mengidentifikasi strategi
dan tindakan
- Mencari dukungan ( keluarga, teman, komunitas )
- Menghindari stress yang akan datang dengan
anticipatory guidance
Intervensi
dilakukan dengan pendekatan proses perawatan yaitu melalui pengkajian,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi.
2.2 Mendampingi Klien Yang
Kehilangan
a. Kehilangan
Kehilangan
adalah suatu situasi aktual maupun potensial yang dapat dialami individu ketika
terjadi perubahan dalam hidup atau berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
baik sebagian ataupun keseluruhan. Rasa kehilangan merupakan pengalaman yang
pernah dialami oleh setiap individu selama kehidupannya. Sejak lahir, individu
sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun
dalam bentuk yang berbeda. Setiap individu akan bereaksi terhadap kehilangan.
Respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh respon individu
terhadap kehilangan sebelumnya (Potter dan Perry 1997).
Lingkungan
mempengaruhi nilai dan prioritas individu, sehingga rasa kehilangan beragam bentuknya.
Lingkungan tersebut meliputi keluarga, teman, masyarakat dan budaya. Kehilangan
dapat berupa kehilangan yang nyata atau kehilangan yang dirasakan. Kehilangan
yang nyata merupakan kehilangan yang tidak dapat lagi dirasakan, dilihat,
diraba atau dialami individu. Misalnya anggota tubuh, anak, hubungan dan peran
ditempat kerja. Kehilangan yang dirasakan merpakan kehilangan yang sifatnya
unik berdasarkan individu yang mengalami kedukaan, misalnya kehilangan harga
diri atau rasa percaya diri.
b. Tahap
kehilangan
Respon individu ketika berduka terhadap
kehilangan dapat melalui tahap-tahap sebagai berikut (Kuber-Rose dalam Potter
dan Perry 1997).
1. Tahap
pengingkaran.
Reaksi
awal individu yang mengalami kehilangan adalah syok; tidak percaya dan tidak
mengerti; atau mengingkari kenyataan bahwa kehilangan benar-bena telah terjadi.
Sebagai contoh, orang atau keluarga dari orang yang menerima diagnosis terminal
akan terus menerus mencari informasi tambahan.
Pada
tahap ini, reaksi fisik yang terjadi adalah letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah dan tidak tahu
harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam waktu beberapa menit atau
beberapa tahun.
2. Tahap
kemarahan.
Pada
tahap ini, individu menolak kehilangan. Kemarahan yang timbul sering
diproyeksikan kepada orang lain atau dirinya sendiri. Orang yang mengalami
kehilangan juga tidak jarang menunjukan perilaku agresif, berbicara kasar,
menolak pengobatan dan menuduh petugas kesehatan lainnya yang tidak kompeten.
Respon fisik yang sering terjadi, antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah,
susah tidur, tangan mengepal dan lain-lain.
3. Tahap
tawar-menawar.
Pada
tahap ini, terjadi penundaan kesadaran atas kenyataan terjadinya kehilangan.
Individu bertindak seolah-olah kehilangan tersebut dapat dicegah dengan mencoba
untuk membuat kesepakatan secara halus dan terang-terangan. Individu mungkin
berupaya melakukan tawar-menawar dan memohon kemurahan Allah SWT.
4. Tahap
depresi.
Pada
tahap ini, pasien sering menunjukan sikap menarik diri, kadang-kadang bersikap
senagai penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, rasa tidak
berharga, bahkan bisa muncul keinginan untuk bunuh diri. Gejala fisik yang
ditunjukan antara lain menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido
menurun,dll.
5. Tahap
penerimaan.
Tahap
ini berkaitan dengan reorganisasi rasa kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat
kepada objek yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah
menerima kenyataan kehilangan yang dialaminya dan mulai memandang ke depan.
Gambaran
tentang objek atau individu yang hilang akan mulai dilepaskan secara bertahap.
Perhatiannya akan beralih kepada objek yang baru. Apabila individu dapat
memulai tahap ter sebu dan menerima kenyataan dengan perasaan damai, maka dia
dapat mengakhiri proses berduka serta dapat mengatasi kehilangan secara tuntas.
Kegagalan untuk masuk ke tahap penerimaan akan mempengaruhi kemampuan individu
tersebut dalam mengatasi rasa kehilangan selanjutnya.
Mendampingi Klien Yang Hampir
Meninggal
Sekarat (dying) dan Kematian
Sekarat
(dying) merupakan suatu kondisi pasien saat sedang menghadapi kematian, yang
memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal. Kematian (death)
secara klinis merupakan terhentinya pernafasan, nadi dan tekanan darah serta
hilangnya respon terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan aktifitas listrik
otak terhenti. Dengan kata lain, kematian merupakan kondisi terhentinya fungsi
jantung, paru-paru dan kerja otak secara menetap. Sekarat dan kematian memiliki
proses atau tahapan yang sama seperti pada kehilangan dan berduka. Tahapan
tersebut sesuai dengan tahapan Kubler-Ross yaitu diawali dengan penolakan,
kemarahan, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Merawat Jenazah
Melakukan perawatan jenazah
Persiapan
alat :
1. Bengkok
2. Kapas
kering
3. Kapas
alkohol
4. Kain
kasa untuk pengikat
5. Sarung
tangan
6. Gunting
7. Formulir
jenazah
8. Kain
panjang/ penutup jenazah
Cara
pelaksanaan
1. Cuci
tangan
2. Gunakan
sarung tangan
3. Tempatkan
dan atur jenazah pada posisi anatomi
4. Singkirkan
pakaian atau kain pembungkus jenazah
5. Lepaskan
semua alat kesehatan
6. Bersihkan
tubuh dari kotoran dan noda
7. Tempatkan
kedua tangan jenazah di atas abdomen (bergantung dari kepercayaan dan agama)
8. Tempatkan
satu bantal dibawah kepala
9. Tutup
kelopak mata, jika tidak ditutup, bisa dengan kapas basah
10. Katupkan
rahang atau mulut, kemudian ikat dan letakkan gulungan handuk dibawah dagu
11. Letakkan
alas dibawah glutea
12. Tutup
sampai sebatas bahu, kepala ditutup dengan kain tipis
13. Catat
semua milik pasien dan berikan kepada keluarga
14. Beri
kartu dan tanda pengenal
15. Bungkus
jenazah dengan kain panjang
16. Lepaskan
sarung tangan
17. Cuci
tangan
18. Catat
dan isi formulir jenazah
Sikap
:
1. Sopan
2. Teliti
dan hati-hati
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya. Berduka merupakan respon
normal pada semua kejadian kehilangan.
Berduka diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman
individu dalam merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan
seseorang, hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima
fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
Krisis merupakan suatu kejadian atau
peristiwa yang terjadi secara tiba-tiba dalam kehidupan seseorang yang
mengganggu keseimbangan selama mekanisme coping individu tersebut tidak dapat
mecahkan masalah. Krisis juga
dapat diartikan sebagai ganggaun internal yang disebabkan oleh kondisi penuh
stress atau yang dipersepsikan oleh individu sebagai ancaman.
DAFTAR
PUSTAKA
Potter
& Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno,
Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian
dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Uliyah, Musrifaul dan Azis
Alimul H. 2008. Keterampilan Dasar
Praktik Klinik untuk Kebidanan edisi 1. Jakarta: Salemba Medika
Uliyah, Musrifaul dan Azis
Alimul H. 2008. Keterampilan Dasar
Praktik Klinik untuk Kebidanan edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
No comments:
Post a Comment