I.
LABIOSKIZIS,
LABIOPALATOSKIZIS
Definisi
Labioskizis
adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau
penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti
disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis
adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis
tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi. (sumber : Asuhan Kebidanan
Neonatu, Bayi, dan Anak Balita, 2010)\
Labioskizis atau cleft
lip atau bibir sumbing adalah suatu kondisi dimana terdapatnya celah pada bibir
atas diantara mulut dan hidung. Kelainan ini dapat berupa takik kecil pada
bahagian bibir yang berwarna sampai pada pemisahan
komplit satu atau dua sisi bibir memanjang dari bibir ke hidung.
Palatoskisis adalah
fissura garis tengah pada palatum yang terjadi karenakegagalan 2 sisi untuk
menyatu karena perkembangan embriotik.
Labioskizis dan
labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing
atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana
biir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu.
Labioskizis dan
labiopalatoskizis adalah anomali perkembangan pada 1 dari 1000 kelahiran.
Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi virus pada ibu
hamil trimester pertama.
Labioskizis/labiopalatoskizis
yaitu kelainan kotak palatine (bagian depan serta samping muka serta
langit-langit mulut) tidak menutup dengan sempurna.
Klasifikasi
Jenis belahan pada
labioskizis dan labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenal salah
satu bagain atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan
palatum durum, serta palatum mlle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur
yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.
1.
Palatum primer meliputi bibir, dasar
hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum.
2.
Palatum sekunder meliputi palatum durum
dan palatum molle posterior terhadap foramen.
3.
Suatu belahan dapat mengenai salah satu
atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral
atau bilateral.
4.
Terkadang terlihat suatu belahan
submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan
jaringan otot palatum.
Klasifikasi dari
kelainan ini diantaranya berdasarkan akan dua hal yaitu :
1.
Klasifikasi
berdasarkan organ yang terlibat
·
Celah di bibir (labioskizis)
·
Celah di gusi (gnatoskizis)
·
Celah di langit (palatoskizis)
· Celah dapat
terjadi lebih dari satu organ mis = terjadi di bibir dan langit langit
(labiopalatoskizis)
2.
Berdasarkan lengkap/tidaknya celah
terbentuk
Tingkat
kelainan bibr sumbing bervariasi, mulai dari yang ringan hingga yang berat.
Beberapa jenis
bibir sumbing yang diketahui adalah :
a.
Unilateral Incomplete. Jika celah
sumbing terjadi hanya disalah satu sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
b.
Unilateral Complete. Jika celah sumbing
yang terjadi hanya disalah satu sisi sisi bibir dan memanjang hingga ke hidung.
c.
Bilateral Complete. Jika celah sumbing
terjadi di kedua sisi bibir dan memnajang hingga ke hidung
Gambar. Klasifikasi
Labioskizis
Etiologi
Penyebab terjadinya labioskizis dan
labiopalatoskizis belum diketahui dengan pasti. Kebanyakan ilmuwan berpendapat
bahwa labioskizis dan labiopalatoskizis muncul sebagai akibat dari kombinasi
faktor genetik danfactor-faktor lingkungan.
Di Amerika Serikat dan bagian
barat Eropa, para peneliti melaporkan bahwa 40% orang yang mempunyai riwayat
keluarga labioskizis akan mengalami labioskizis. Kemungkinan seorang bayi
dilahirkan dengan labioskizis meningkat bila keturunan garis pertama (ibu,
ayah, saudarakandung) mempunyai riwayat labioskizis. Ibu yang mengkonsumsi
alcoholdan narkotika, kekurangan vitamin (terutama asam folat) selama
trimester pertama kehamilan, atau menderita diabetes akan lebih cenderung
melahirkan bayi/ anak dengan labioskizis.
Banyak faktor yang dapat
mempengaruhi terjadinya bibir sumbing. Faktor tersebut antara lain, yaitu :
1.
Faktor genetik atau keturunan
Dimana
material genetik dalam kromosom yang mempengaruhi. Dimana dapat terjadi karena
mutasi gen ataupun kelainan kromosom. Pada setiap sel yang normal mempunyai 46
kromosom yang terdiri dari 22 pasang kromosom non-sex (kromsom 1 s/d 22) dan 1
pasang kromosom sex (kromosom X dan Y) yang menentukan jenis kelamin. Pada
penderita bibir sumbing terjadi trisomi 13 atau Sindroma Patau dimana ada 3
untai kromosom 13 pada setiap sel penderita, sehingga jumlah total kromosom
pada setiap selnya adalah 47. Jika terjadi hal seperti ini selain menyebabkan
bibir sumbing akan menyebabkan gangguan berat pada perkembangan otak, jantung,
dan ginjal. Namun kelianan ini sangat jarang terjadi dengan frekuensi 1 dari
8000-10000 bayi yang lahir.
1.
Kurang nutrisi contohnya defisiensi Zn dan B6. Vitamin
C pada waktu hamil, kekurangan asam folat.
2.
Radiasi.
3.
Terjadi trauma pada kehamilan trimester pertama.
4.
Infeksi pada ibu yang dapat mempengaruhi janin
contohnya seperti infeksi Rubella dan sifilis, toxoplasmosis dan klamidia.
5.
Pengaruh obat teratogenik, termasuk jamu dan
kontrasepsi hormonal, akibat toksisitas selama kehamilan, misalnya kecanduan
alkohol, terapi penitonin.
6.
Multifaktoral dan mutasi genetik.
7.
Diplasia ektodermal.
8.
Syndrome atau malformasi yang
disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya disebut kelompok
syndrome cleft dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
9.
Beberapa syndromik cleft adalah
sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi
genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akibat toksikosis selama
kehamilan (kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang
ditemukan pada syndrome peirrerobin.
Faktor
Resiko
Angka
kejadian kelalaian kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu
kelainan kongenital yang sering ditemukan, kelainan ini berwujud sebagai
labioskizis disertai palatoskizis 50%, labioskizis saja 25% dan palatoskizis
saja 25%. Pada 20% dari kelompok ini ditemukan adanya riwayat kelainan sumbing
dalam keturunan. Kejadian ini mungkin disebabkan adanya faktor toksik dan
lingkungan yang mempengaruhi gen pa.da periode fesi ke-2 belahan tersebut; pengaruh
toksik terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan memisahkan lagi belahan
tersebut.
·
bila ditemukan satu anak menderita sumbing
·
Suami istri dan dalam keturunan tidak
ada yang sumbing.
·
dalam keturunan ada yang sumbing
·
Bila ditemukan dua anak menderita
sumbing
·
salah satu orangtuanya menderita sumbing
·
Kedua orangtuanya menderita sumbing.
Tanda
dan gejala
Ada beberapa gejala dari bibir sumbing
yaitu :
1.
Terjadi
pemisahan langit-langit
2.
Terjadi
pemisahan bibir
3.
Terjadi
pemisahan bibir dan langit-langit.
4.
Infeksi
telinga berulang
5.
Berat
badan tidak bertambah
6.
Pada
bayi terjadi regurgitasi nasal ketika menyusui yaitu keluarnya air susu dari
hidung.
Diagnosis
Untuk
mendiagnosa terjadi celah sumbing pada bayi setelah lahir mudah karena pada
celah sumbing mempunyai ciri fisik yang spesifik. Sebetulnya ada pemeriksaan
yang dapat digunakan untuk mengetahui keadaan janin apakah terjadi kelainan
atau tidak. Walaupun pemeriksaan ini tidak sepenuhya spesifik. Ibu hamil dapat
memeriksakan kandungannya dengan menggunakaan USG.
Komplikasi
Keadaan kelainan pada
wajah seperti bibir sumbing ada beberapa komplikasi karenanya, yaitu ;
1.
Kesulitan makan, dialami pada penderita
bibir sumbing dan jika diikuti dengan celah palatum.
2.
Infeksi telinga dikarenakan tidak berfungsi
dengan baik saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan kerongkongan dan
jika tidak segera diatasi maka akan kehilangan pendengaran.
3.
Kesulitan berbicara.
4.
Masalah gigi.
Penatalaksanaan
Penanganan untuk bibir sumbing adalah
dengan cara operasi. Operasi ini dilakukan setelah bayi berusia 2 bulan, dengan
berat badan yang meningkat, dan bebas dari infeksi oral pada saluran napas dan
sistemik. Dalam beberapa buku dikatakan juga untuk melakukan operasi bibir
sumbing dilakukan hukum Sepuluh (rules of Ten)yaitu, Berat badan bayi
minimal 10 pon, Kadar Hb 10 g%, dan usianya minimal 10 minggu dan kadar
leukosit minimal 10.000/ui.
1.
Perawatan
a.
Menyusu ibu
Menyusu adalah
metode pemberian makan terbaik untuk seorang bayi dengan bibir sumbing tidak
menghambat pengahisapan susu ibu. Ibu dapat mencoba sedikit menekan payudara
untuk mengeluarkan susu. Dapat juga mnggunakan pompa payudara untuk
mengeluarkan susu dan memberikannya kepada bayi dengan menggunakan botol
setelah dioperasi, karena bayi tidak menyusu sampai 6 minggu. Pemberian ASI
secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu mempunyai refleks mengeluarkan
air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan payudara. Bila anak sukar
mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze bottles), untuk mengatasi
gangguan mengisap, pakailah dot yang panjang dengan memeras botol maka susu
dapat didorong jatuh di belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak tidak
mau, berikan dengan cangkir dan sendok. Dengan bantuan ortodontis dapat pula
dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian
minum, dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat melakukan
tindakan bedah.
Tindakan
bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis, dokter anak,
dokter THT, serta ahli wicara.
b.
Menggunakan alat khusus
·
Dot domba
Karena udara bocor disekitar sumbing
dan makanan dimuntahkan melalui hidung, bayi tersebut lebih baik diberi makan
dengan dot yang diberi pegangan yang menutupi sumbing, suatu dot domba (dot
yang besar, ujung halus dengan lubang besar), atau hanya dot biasa dengan
lubang besar.
·
Botol peras
Dengan memeras botol, maka susu dapat
didorong jatuh di bagian belakang mulut hingga dapat dihisap bayi
·
Ortodonsi
Pemberian plat/ dibuat okulator untuk
menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum dan sekaligus
mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah definitive
c.
Posisi mendekati duduk dengan aliran
yang langsung menuju bagian sisi atau belakang lidah bayi
d.
Tepuk-tepuk punggung bayi berkali-kali
karena cenderung untuk menelan banyak udara
e.
Periksalah bagian bawah hidung dengan
teratur, kadang-kadang luka terbentuk pada bagian pemisah lobang hidung
f.
Suatu kondisi yang sangat sakit dapat
membuat bayi menolak menyusu. Jika hal ini terjadi arahkan dot ke bagian sisi
mulut untuk memberikan kesempatan pada kulit yang lembut tersebut untuk sembuh
g.
Setelah siap menyusu, perlahan-lahan
bersihkan daerah sumbing dengan alat berujung kapas yang dicelupkan dala
hydrogen peroksida setengah kuat atau air
2.
Pengobatan
a.
Dilakukan bedah elektif yang melibatkan
beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Bayi akan memperoleh
operasi untuk memperbaiki kelainan, tetapi waktu yang tepat untuk operasi
tersebut bervariasi.
b.
Tindakan pertama dikerjakan untuk
menutup celah bibir berdasarkan kriteria rule often yaitu umur > 10 mgg, BB
> 10 pon/ 5 Kg, Hb > 10 gr/dl, leukosit > 10.000/ui
c.
Tindakan operasi selanjutnya adalah
menutup langitan/palatoplasti dikerjakan sedini mungkin (15-24 bulan) sebelum
anak mampu bicara lengkap seingga pusat bicara otak belum membentuk cara
bicara. Pada umur 8-9 tahun dilaksanakan tindakan operasi penambahan tulang
pada celah alveolus/maxilla untuk memungkinkan ahli ortodensi mengatur
pertumbuhan gigi dikanan dan kiri celah supaya normal.
d.
Operasi terakhir pada usia 15-17 tahun
dikerjakan setelah pertumbuhan tulang-tulang muka mendeteksi selesai.
e.
Operasi mungkin tidak dapat dilakukan
jika anak memiliki “kerusakan horseshoe” yang lbar. Dalam hal ini, suatu kontur
seperti balon bicara ditempl pada bagian belakang gigi geligi menutupi
nasofaring dan membantu anak bicara yang lebih baik.
f.
Anak tersebut juga membutuhkan terapi
bicara, karena langit-langit sangat penting untuk pembentukan bicara, perubahan
struktur, juag pada sumbing yamh telah diperbaik, dapat mempengaruhi pola bicar
secara permanen.
Asuhan
1.
Berikan dukungan emosional dan tenangkan ibu beserta
keluarga.
2.
Jelaskan kepada ibu bahwa sebagian besar hal penting
harus dilakukan saat ini adalah memberi makanan
bayi guna memastikan pertumbuhan yang adekuat sampai pembedahan yang dilakukan.
3.
Jika bayi memiliki sumbing tetapi palatumnya
utuh, izinkan bayi berupaya menyusu.
4.
Jika bayi berhasil menyusu dan tidak terdapat masalah
lain yang membutuhkan hospitalisasi, pulangkan bayi. Tindak lanjuti dalam satu
minggu untuk memeriksa pertumbuhan dan penambahan berat badan.
5.
Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik karena bibir
sumbing,berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makanan
alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).
6.
Jika bayi memiliki celah
palatum, berikan perasan ASI dengan menggunakan metode pemberian makan
alternatif (menggunakan sendok atau cangkir).
7.
Ketika bayi
makan dengan buruk dan terjadi penurunan berat badan, rujuk bayi
ke rumah sakit tersier atau pusat spesialisasi, jika memungkinkan untuk
pembedahan guna memperbaiki celah tersebut.
II.
ATRESIA
REKTI DAN ANUS
Definisi
Atresia ani atau anus imperforata disebut
sebagai malformasi anorektal, adalah suatu kelainan kongenital
tanpa anus atau dengan anus tidak sempurna, termasuk Agenesis ani, Anus imperforata merupakan defek kongenital dimana lubang anus
hilang atau tersumbat. Anus merupakan lubang menuju rektum dimana kotoran
meninggalkan tubuh.3
Penyebab
Atresia anorektal terjadi karena
ketidaksempurnaan dalam proses pemisahan. Secara embriologis hindgut
dari aparatus genitourinarius yang terletak di depannya atau mekanisme
pemisahan struktur yang melakukan penetrasi sampai perineum. Pada atresia letak
tinggi atau supra levator, septum urorektal turun secara tidak sempurna atau
berhenti pada suatu tempat di jalan penurunannya.1
Anus imperforata dapat muncul dalam beberapa
bentuk. Rektum dapat berakhir pada kantong buntu yang tidak terhubung dengan
kolon. Ataupun dapat memiliki lubang yang terhubung ke uretra, kandung kemih,
atau skrotum pada anak laki-laki atau vagina pada anak perempuan. Kondisi
stenosis anus ataupun hilangnya anus dapat muncul.3
Masalah ini disebabkan perkembangan abnormal
pada janin, dan kebanyakan bentuk anus imperforata berhubungan dengan kelainan
bawaan lahir lainnya. Merupakan kondisi umum relatif yang terjadi pada 1 dari
5000 bayi baru lahir.3
Gejala
Tanda dan gejala dari Atrsia Ani ini
antara lain adalah :
-
Mekonium tidak keluar dalam waktu 24 -
48 jam setelah lahir;
-
Tinja keluar dari vagina atau uretra;
-
Perut menggembung;
-
Muntah pada umur 24-48 jam;
-
Tidak bisa buang air besar;
-
Tidak adanya anus atau anus tampak
merah, usus melebar, kadang-kadang ileus obstruksi,
-
pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik dengan ada/tidak adanya fistula;
-
Pada atresia ani letak rendah
mengakibatkan distensi perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa.
-
Pada fistula trakeoesofagus, cairan
lambung juga dapat masuk ke dalam paru, oleh karena itu bayi sering sianosis
Jika anus tidak dijumpai, maka setelah
lahir kotoran tidak dapat keluar. Usus menjadi buntu sehinga kotoran bayi yang
disebut mekonium tetap berada di usus. Hal ini dapat menyebabkan muntah dan
pembengkakan abdomen. Pada beberapa kasus, rektum dapat berakhir pada letak
tinggi di pelvis atau letak rendah mendekati posisi anus seharusnya berada.4
Jika dijumpai adanya fistula atau jalur
hubungan antara usus dan kandung kemih, kotoran dapat ditemukan bersama dengan
urin. Jika fistula menghubungkan usus dengan vagina maka kotoran akan keluar
melalui vagina.4
Melbourne membagi
berdasarkan garis pubocoxigeus dan garis yang melewati ischii kelainan disebut
:
-
Letak tinggi, rectum berakhir di atas
M.Levator ani ( m.pubo coxigeus )
-
Letak intermediet, akhiran rectum
terletak di M.Levator ani
-
Letak rendah, akhiran
rectum berakhir di bawah M.Levator ani
Diagnosis
·
Bayi cepat kembung antara 4-8 jam
setelah lahir
·
Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada
fistula
·
Bila ada fistula pada perineum (mekonium
+) kemungkinan letak rendah
Untuk menegakkan diagnosis Atresia Ani
adalah dengan anamnesis dan pemeriksaan perineum yang teliti .1 Pemeriksaan
foto abdomen setelah 18-24 jam setelah lahir agar usus terisi udara, dengan
cara Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan vertikal dengan kepala
dibawah) atau knee chest position (sujud) → bertujuan agar udara
berkumpul di daerah paling distal. Bila terdapat fistula lakukan fistulografi.1
Penatalaksanaan
Pada bayi harus diperiksa permasalahan lain,
terutama pada genital, saluran kemih dan tulang belakang.3 Rekonstruksi
bedah untuk pembuatan anus diperlukan. Dan jika rektum mengalami perlengketan
dengan organ lain, maka organ tersebut harus dibebaskan dan diperbaiki.
Kolostomi sementara mungkin diperlukan.3
Jika anus tidak berkembang baik, pembedahan
akan dilakukan untuk membuat lubang, atau anus baru agar kotoran dapat keluar.
Pengobatan dapat berbeda bergantung pada jenis anorektal anomali. Jika ujung
usus berada pada letak tinggi, pengobatan umumnya dilakukan dalam tiga
prosedur, pertama adalah pembuatan stoma pada usus yang dikenal dengan
kolostomi. Bayi baru lahir dengan stoma akan membutuhkan kantung khusus untuk
mengumpulkan feses. Prosedur kedua adalah anoplasti yaitu menarik turun rektum
ke posisi anus dimana akan dibuat anus buatan. Jika terdapat fistula atau
penghubung yang abnormal antara kandung kemih atau vagina, maka fistula ini
harus ditutup. Beberapa bulan kemudian setelah anus baru telah sembuh, maka
dilakukan prosedur ketiga yaitu penutupan stoma.4
Jika ujung usus berada pada letak rendah di
pelvis, pembuatan lubang anus dapat dilakukan dengan operasi tunggal. Rektum
ditarik turun ke posisi anus dan lubang anus yang baru dibuat, dengan teknik
minimal invasif yang dikenal dengan laparoskopi. Pada kasus ini, stoma tidak
diperlukan. Jika anus baru berada pada posisi yang salah, maka anus tersebut
akan ditutup dan dipindahkan ke posisi yang benar.4
Segera setelah operasi, peristaltik bayi
meningkat yang dapat mengakibatkan diaper rash yang berat. Sehingga
salep pelindung kulit diperlukan. Bayi diperbolehkan pulang jika sudah dapat
minum, peristaltik normal, tidak merasakan nyeri dan bebas demam.4
Posterior Sagital Anorektal Plasty (PSARP)
Insisi dibuat dari fistula yang nampak ke
arah rektum. Sfingter rektal sebenarnya terdiri dari saraf dan otot yang dapat
diidentifikasi dan fistula dipisahkan dari rektum. Pembuatan lubang anus dimana
saraf dan otot rektum berada, bertujuan untuk memaksimalkan kemampuan bayi
dalam mengontrol pergerakan usus. Kolostomi tidak ditutup selama prosedur
operasi. Kotoran akan tetap keluar melalui kolostomi dan memberi waktu bagi
lubang anus yang baru untuk sembuh.6
III.
HIRSCHPRUNG
DEFINISI
Penyakit Hirschsprung
juga dikenali sebagai Aganglionic megacolon kongenital, yang merupakan penyebab
utama penyumbatan usus pada bayi. Penyakit Hirshsprung adalah penyumbatan yang
berlaku pada usus besar yang terjadi disebabkan pergerakkan usus besar yang
terhad kerana sebahagian daripada usus besar tersebut tidak memiliki system
saraf seperti pleksus Auerbac dan pleksus Meissner yang mengendalikan
pergerakan ototnya. Ketiadaan sel-sel saraf tersebut mengakibatkan gangguan
pada pergerakkan peristaltik sehingga terjadi penyumbatan dan seterusnya
menyebabkan pembesaran serta pengembungan yang berlebihan pada usus yang lebih
proksimal.
ETIOLOGI
Ketiadaan sel-sel ganglion
pada lapisan submukosa (Meissner) dan pleksus myenteric (Auerbach) pada usus
bahagian distal merupakan tanda patognomonis untuk penyakit Hirschsprung.
Okamoto dan Ueda mempostulasikan bahawa hal ini adalah disebabkan oleh
kegagalan pemindahan sel-sel neural crest vagal servikal dari esofagus ke anus
dari minggu ke 5 - 12 kehamilan. Teori terbaru mengajukan bahawa neuroblasts
mungkin wujud namun gagal untuk berkembang menjadi ganglia dewasa yang
berfungsi disebabkan mereka mengalami gangguan sewaktu bermigrasi.
GEJALA
DAN TANDA
Gejala dan tanda bagi
penyakit Hirschsprung adalah bermacam-macam berdasarkan keparahan dari
kondisinya. Kadang-kadang,gejala dan tanda ini muncul segera setelah bayi
lahir. Pada saat yang lain, mereka mungkin saja tidak kelihatan sehingga bayi
membesar dan menjadi remaja ataupun dewasa. Gejala dan tanda yang ditemui pada
bayi yang baru lahir adalah:
Dalam jangka waktu
24-48 jam, bayi tidak dapat mengeluarkan Meconium ( najis pertama bayi yang
berbentuk seperti pasir berwarna hijau kehitaman). Selain daripada itu, mereka
akan mengeluarkan muntah yang berwarna hijau iaitu cecair hempedu dan juga
mengalami masalah pembesaran perut (perut menjadi buncit).
Gejala dan tanda yang ditemui pada masa
pertumbuhan ( usia 1-3 tahun ) adalah:
· Tidak
dapat meningkatkan berat badan
· Konstipasi
(sembelit)
· Pembesaran
perut (perut menjadi buncit)
· Cirit-birit
(diarrhoea)
· Demam
dan kelelahan adalah tanda-tanda yang merujuk kepada radang usus kecil dan
dianggap sebagai keadaan yang serius dan dapat mengancam nyawa.
Gejala dan tanda
yang terdapat pada anak yang berusia 3 tahun ke atas adalah:
· Konstipasi
(sembelit)
· Kotoran
berbentuk pita
· Najis
berbau busuk dan disertai demam
· Pembesaran
perut (perut menjadi buncit)
· Pergerakan
usus yang dapat dilihat oleh mata kasar seperti gelombang
· Menunjukkan
gejala kekurangan gizi (failure to thrive) dan kandungan sel darah merah yang
rendah
DIAGNOSIS
Diagnosis bagi penyakit
Hirschsprung dapat dilaksanakan berdasarkan gejala dan tanda serta melalui
pemeriksaan fizikal. Bayi yang tidak dapat mengeluarkan meconium dalam jangka
waktu 24-48 jam adalah berisiko menghidapi penyakit ini. Hal ini adalah kerana
99% daripada bayi yang normal akan mengeluarkan meconium dalam jangka waktu
24-48 jam. Selain daripada itu, diagnosis bagi penyakit ini juga dapat
dilaksanakan melalui tisu biopsi pada bahagian yang dicurigai dan dinilai
secara patologis anatomis seperti rectum. Suatu biopsi aspirasi atau biopsi
rektal full-thickness menunjukkan ketiadaan sel-sel ganglion pada lapisan submucosa
dan/atau pleksus myentericus pada dinding rektal mengukuhkan lagi diagnosis
penyakit Hirschsprung. Pembesaran serabut saraf dalam dinding usus juga akan
dapat ditemui. Diagnosis bagi penyakit ini juga dapat dilakukan dengan bantuan
barium enema atau anorectal manometry melalui kaedah radiografi yang
dilaksanakan menerusi sinar-X (X-Ray). Pemeriksaan awal yang penting pada bayi
adalah penggunaan barium enema pada rectum dan usus yang masih belum
mendapatkan pengubahsuaian (modifikasi). Pada umumnya, bahagian rektum yang
sempit sehingga bahagian rektum yang normal yang menuju ke usus proksimal yang
mengembang akan dapat dilihat. Penggunaan barium enema sangat bermanfaat untuk
diagnosis pada bayi dan anak-anak. Namun begitu, tingkat ketepatannya hanya 80%
pada bayi. Barium yang tersekat dan terkumpul dalam usus bayi pada suatu
radiografi sepanjang tempoh 24-jam akan mengesahkan diagnosis.
PERAWATAN
DAN PENGOBATAN
Seperti penyakit
congenital yang lain, pesakit yang menghidap penyakit Hirschsprung ini amat
memerlukan diagnosis klinikal dan intervensi terapi secepat mungkin untuk
mendapatkan hasil terapi yang bagus dan berkesan.
Preoperatif
(sebelum pembedahan)
Diet
Pada jangka masa
preoperatif, bayi dengan penyakit Hirschsprung ini menderita masalah kekurangan
gizi yang disebabkan oleh penyumbatan pada usus besar yang menghalang proses
penyerapan nutrisi. Sebahagian besar daripada mereka memerlukan resulsitasi
cairan dan nutrisi secara parenteral.Kaedah parenteral ini dapat dilakukan
dengan menyuntik bayi menggunakan picagari (syringe) bertujuan untuk meyalurkan
resulsitasi cairan dan juga nutrisi kepada bayi tersebut. Meskipun demikian,
bayi yang telah didiagnosiskan melalui suction rectal biopsy boleh diberikan
larutan rehidrasi oral.
Terapi
farmakologik
Terapi farmakologik
pada bayi dan anak-anak yang menghidap penyakit ini adalah dimaksudkan untuk
mempersiapkan usus atau untuk terapi bagi merawat komplikasinya yang terbit
pada masa akan datang. Cara mempersiapkan usus adalah dengan dekompresi rectum
dan kolon melalui serangkaian pemeriksaan dan pemasangan irigasi tuba rectal
dalam tempoh 24-48 jam sebelum pembedahan. Antibiotik secara oral dan intravena
diberikan dalam beberapa jam sebelum pembedahan.
Operatif
(pembedahan)
Hal ini adalah
bergantung kepada jenis segmen yang terlibat. Sekiranya segmen yang terlibat
adalah berbentuk short dan long, maka kolostomi dapat dilakukan terlebih dahulu
dan beberapa bulan kemudian baru dilakukan operasi definitif dengan kaedah Pull
Though Soave, Duhamel mahupun Swenson. Kolostomi adalah pembuatan lubang pada
dinding perut yang disambungkan terus ke hujung usus besar.
Postoperatif
(selepas pembedahan)
Pada awal jangka masa
postoperatif sesudah PERPT (Primary Endorectal pull-through), pemberian makanan
peroral dimulakan segera untuk membantu penyesuaian (adaptasi ) usus dan
penyembuhan anastomosis. Pemberian makanan rata-rata dimulai pada hari kedua
setelah operasi dijalankan dan pemberian nutrisi enteral secara penuh dimulakan
pada pertengahan hari ke empat pada pesakit yang sering muntah pada pemberian
makanan.
IV.
OBSTRUKSI
BILLIARIS
Atresia
atau obstruksi biliaris merupakan suatu keadaan di mana sistem bilier
ekstrahepatik mengalami hambatan atau tidak ada sama sekali sehingga
mengakibatkan obstruksi pada aliran empedu. Kelainan ini merupakan salah satu
penyebab utama kolestasis yang harus segera mendapat terapi bedah bahkan
tranplantasi hati. Jika tidak segera dibedah, maka sirosis bilier sekunder
dapat terjadi.(4) Pasien dengan atresia biliaris dapat dibagi
menjadi 2 kelompok yakni, atresia biliaris terisolasi yang terjadi pada 65-60%
pasien, namun menurut Hassan dan William, presentasenya dapat mencapai 85-90%
pasien (bukti atresia diketahui pada minggu ke 2-8 pasca lahir), dan pasien
yang mengalami situs inversus atau polysplenia/asplenia dengan atau tanpa
kelainan kongenital lainnya, yang terjadi pada 10-35% kasus (bukti atresia
diketahui < 2 minggu pasca lahir).
Atresia biliaris adalah obstruksi atau tidak adanya
sebagian dari duktus biliaris. Terdapat dua jenis obstruksi duktus biliaris,
intrahepatik dan ekstrahepatik. Sumbatan saluran cerna kongenital, yang
mengenai saluran antara empedu menuju duodenum.
Bentuk atresia biliaris atau obstruksi biliaris yang paling lazim,
meliputi sekitar 85% kasus, adalah obliterasi seluruh cabang biliaris
ekstrahepatik pada atau di atas porta
hepatis. Keadaan ini menyajikan masalah yang jauh lebih sulit pada pengelolaan
operasi.
Gambar 1: Atresia Biliaris,
dikutip dari kepustakaan 1
Obstruksi Saluran Empedu Dapat
terjadi dimana saja
:
q Saluran
Empedu Ekstrahepatik
§ Porta
Hepatis
§ Ductus
Hepaticus Communis
§ Ductus
Choledochus
§ Ampula
Vateri
q Saluran
Empedu Intrahepatik
§ Ductus
Hepaticus Kanan – Kiri
§ Ductus
Biliaris segmental / proksimal
Penyebab
Pada
MRCP, Pseudo-obstruksi saluran empedu ekstrahepatik dapat disebabkan oleh
kompresi pembuluh darah berdenyut dari hati dan arteri saluran cerna, dan tidak
boleh didiagnosis sebagai tumor saluran empedu atau batu empedu.
Obstruksi duktus biliaris ini sering ditemukan,
kemungkinan disebabkan:
1.
Batu empedu
2.
Karsinoma duktus biliaris
3.
Karsinoma kaput panksreas
4.
Radang duktus biliaris komunis yang menyebabkan striktura
5.
Ligasi yang tidak sengaja pada duktus biliaris komunis (Sarjadi, 2000)
Diagnosis
Magnetic
resonance (MR) Kolangio Pankreatografi
(MRCP) adalah alat yang berguna sebagai teknik pencitraan non-invasif untuk
mendiagnosis secara akurat keberadaan dan tingkat stenosis atau obstruksi
bilier. Gambar kondisi patologis empedu diperoleh dengan menggunakan MRCP
menyerupai yang diperoleh dengan teknik pencitraan konvensional empedu seperti
tetes-infus kolangiografi, endoscopic retrograde cholangiopancreatography
(ERCP), dan kolangiografi transhepatik perkutan. Namun, perangkap diagnostik
berbagai MRCP, yang, untuk pengetahuan kita, belum ditemui sebelumnya dengan
konvensional teknik pencitraan empedu, telah dilaporkan untuk mensimulasikan
atau masker badan patologis berbagai sistem bilier ekstrahepatik. Penyebab dari
perangkap termasuk proyeksi intensitas maksimum (MIP) postprocessing gambar,
faktor extraductal, dan faktor intraductal. Faktor Extraductal seperti klip
bedah logam, kumparan logam intravaskular, dan gas di lambung dan duodenum
dapat menyebabkan kehilangan sinyal intensitas di bagian yang berdekatan dari
saluran empedu ekstrahepatik, ini dapat menyebabkan sebuah temuan positif palsu
baik penyempitan atau obstruksi duktus dari saluran ekstrahepatik. Selain itu,
struktur anatomi yang normal seperti hati dan arteri saluran cerna dapat
menjadi sumber stenosis palsu atau obstruksi saluran empedu ekstrahepatik yang
disebabkan oleh artefak dari kompresi arteri berdenyut, yang unik untuk MRCP.
Tujuan dari studi kami adalah untuk mengevaluasi frekuensi artefak dari
kompresi arteri berdenyut sebagai penyebab pseudo-obstruksi saluran empedu
ekstrahepatik dan menentukan penyebab kapal dengan dual-fase spiral computed
tomography (CT), bahan kontras-ditingkatkan tiga dimensi MR angiografi, dan /
atau digital pengurangan angiography (DSA).
V.
OMFALOKEL
Defenisi
Omphalokel secara bahasa berasal dari bahasa
yunani omphalos yang berarti umbilicus tali pusat dan cele yang berarti bentuk
hernia. Omphalokel diartikan sebagai suatu defek sentral dinding abdomen pada
daerah cincin umbilikus (umbilical ring) atau cincin tali pusar sehingga
terdapat herniasi organ-¬organ abdomen dari cavum abdomen namun masih dilapiasi
oleh suatu kantong atau selaput. Selaput terdiri atas lapisan amnion dan
peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan wharton's
jelly.
Omphalokel (omfalokel) adalah adanya
protrusi (keadaan menonjol kedepan) pada waktu lahir dibagian usus yang melalui
suatu defek besar pada dinding abdomen di umbilikus dan usus yang menonjol
hanya ditutupi oleh membrane tipis transparan yang terdiri dari amnion dan
peritoneum (W. A. Newman Dorland, 2002).
Omphalocele merupakan defek (kecacatan) pada dinding
anterior abdomen pada dasar dari umbilical cord dengan herniasi dari isi
abdomen. Organ-organ yang berherniasi dibungkus oleh peritoneum parietal.
Setelah 10 minggu gestasi, amnion dan Wharton Jelly juga membungkus massa
hernia (Lelin-Okezone, 2007).
Omphalocele juga bisa diartikan sebagai suatu keadaan dimana
dinding perut mengandung struktur muskulo aponeuresis yang kompleks.
Aponeuresis adalah lembaran jaringan mirip tendon yang lebar serta mengkilap
untuk membungkus dan melekatkan otot yang satu dengan yang lainnya dan juga
dengan bagian yang digerakkan oleh otot tersebut.
Omphalocele terjadi saat bayi masih dalam kandungan. Karena
gangguan fisiologis pada sang ibu, dinding dan otot-otot perut janin tak
terbentuk dengan sempurna. Akibatnya, organ pencernaan seperti usus, hati, tali
pusar, serta lainnya tumbuh di luar tubuh. Jenis gastroschisis terjadi seperti
omphalocele. Bedanya, posisi tali pusar tetap pada tempatnya. (,2008 ,dr Redmal Sitorus).
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum
jelas sampai sekarang. Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan
menimbulkan terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat
dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, pengunaan salisilat,
kelainan genetik serta polihidramnion. Walaupun omphalokel pernah dilaporkan
terjadi secara herediter, namun sekitar 50-70 % penderita berhubungan dengan
sindrom kelainan kongenital yang lain Sindrom kelainan kongenital yang sering
berhubungan dengan omphalokel diantaranya
1.
Syndrome of upper midline
development atau thorako abdominal syndrome (pentalogy of Cantrell) berupa
upper midline omphalocele, anterior diaphragmatic hernia, sternal cleft,
cardiac anomaly berupa ektopic cordis dan vsd.
2.
Syndrome of lower midline
development benzpa bladder (hipogastric omphalocele) a.tau cloacal extrophv,
inferforate anus, colonie atresia, vesicointestinal fistula, sacrovenebral
anomaly dan menin.wmyelocele dan sindrom-sindrom vang lain seperti
Beckwith-Wiedemann syndrome, Reiger syndrome, Prune-belly syndrome dan
sindrom-sindrome kelainan kromosom seperti yang telah disebutkan.
Menurut Glasser (2003) ada beberapa penyebab omphalokel, yaitu:
1.
Faktor kehamilan dengan resiko
tinggi, seperti ibu hamil sakit daa terinfeksi; penggunaan obat-obatan, merokok
dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya
insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur,
diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omphalokel paling sering dijumpai
2.
Defisiensi asam folat hipoksia
dan salisilat menimbulkan defek dindin~ abdomen pada percobaan den;an tikus
tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas
peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan
ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural
pada fetus Bila suatu kelainan didapati bersamaan den-an adanya omphalokel ,
layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3.
Polihidramnion, dapat diduga
adanva atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan
USG.
Pada 25 - 40% bayi yang menderita omfalokel, kelainan ini disertai
oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan :
1.
Masalah genetic atau
abnormalitas kromosom
2.
Factor kehamilan seperti
penyakit maternal dan infeksi, penggunaan obat (antibiotic oxytetracycline),
merokok, factor tersebut dikonstribusiakan dengan insufisiensi plasenta dan
kelahiaran dengan usia kehamilan rendah (small gestation age) atau bayi
premature.
3.
Hernia diafragmatika kongenital
4.
Kelainan jantung atau defek
jantung
5.
Defisiensi asam folat
6.
Defisiensi salisilat
7.
Hypoxia (penurunan suplai
oksigen ke jaringan)
8.
Kandungan lemah.
Maniestasi Klinis
Omphalocel dapat dilihat dengan jelas,
karena isi abdomen menonjol atau keluar melewati area perut yang tertekan.
Berikut ini perbedaan ukuran omphalokel, yaitu :
1.
Omphalocel kecil hanya usus
yang keluar atau menonjol, sedangkan
2.
Omphalocel besar : usus, hati
atau limpa yang mungkin bisa keluar dari tubuh yang sehat.
Omphalocel memperlihatkan sedikit pembesaran
pada dasar tali puzat atau kantong membrane yang menonjol pada umbilicus.
Kantong tersebut berukuran dari kecil sampai berukuran raksasa dan mengenai
hati, limfe dan tonjolan besar pada bowel (isi perut). Tali pusat biasanya
diimsersi ke dalam kantong jika kantong rupture pada uteru, maka usus akan
terlihat gelap dan edematous. Jika tidak ditutup maka selama pelepasan, usus
menunjukkan normal yang esensial. Kira – kira 1 dari 3 bayi dengan omphalocel
diasosiasikan sebagai congenital anomaly atau abnormal.
Pemeriksaan Diagnostik/
Penunjang
Diagnosis omphalokel adalah sederhana, namun
perlu waktu khusus sebelum operasi dikerjakan, pemeriksaan fisik secara iengkap
dan perlu suatu rontgen dada serta ekokardiogram pada saat lahir,
ornphalokel diketahui sebagai defek dinding abdomen pada dasar cincin
urnbilikus. Defek tersebut lebih dari 4 cm (bila defek kurang dari 4 cm secara
umum dikenal sebagai hernia umbilikalis ) dan dibungkus oleh suatu kantong
membran atau amnion. Pada 10°,o sampai 18°,10, kantong mungkin ruptur dalam
rahim atau sekitar 4° o saat proses kelahiran. Omphalokel raksasa (gnant
omphalocele) mempunyai suatu kantong vani), menempati harnpir seluruh dinding,
abdomen, berisi hampir semua organ intraabdomen dan berhubungan dengan tidak
berkembangnya r ongga peritoneum serta hipoplasi pulrnoner.
Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal
Diagnosis omphalokel ditegakkan berdasarkan gambaran klinis dan dapat ditegakkan pada waktu prenatal dan pada waktu postnatal
a. Diagnosis prenatal
Diagnosis prenatal terhadap omphalokel
sering ditegakkan dengan bantuan USG. Defek dinding abdomen janin biasanya
dapat dideteksi pada saat minggu ke 13 kehamilan, dimana pada saat tersebut
secara normal seharusnya usus telah masuk seluruhnya kedalam kavum abdomen
janin.
Pada pemeriksaan USG Omphalokel tampak
sebagai suatu gambaran garis-garis halus dengan gambaran kantong atau selaput
yang ekhogenik pada daerah tali pusat (umbilical cord) berkembang. Berbeda
dengan gastroskisis, pada pemeriksaan USG tampak gambaran garis-garis yang
kurang halus, tanpa kantong yang ekhogenik dan terlihat defek terpisah dari
tali pusat. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada masa prenatal selain
USG diantaranya ekhocardiografi, MSAPF (maternal serum alpha-fetoprotein), dan
analisa kromosom melalui amniosintesis. Pemeriksaan tersebut dilakukan dengan
tujuan selain menunjang diagnosis sekaligus menilai apakah ada kelainan lain
pada janin.
b. Diagnosis postnatal (setelah kelahiran)
Gambaran klinis bayi
baru lahir dengan omphalokel ialah terdapatnya defek sentral dinding abdomen
pada daerah tali pusat. Defek bervarasi ukurannya, dengan diameter mulai 4 cm
sampai dengan 12 cm, mengandung herniasi organ¬-organ abdomen baik solid
maupaun berongga dan masih dilapisi oleh selaput atau kantong serta tampak tali
pusat berinsersi pada puncak kantong. Kantong atau ,elaput tersusun atas 2
lapisan yaitu lapisan luar berupa selaput amnion dan lapisan dalam berupa
peritoneum. Diantara lapisan tersebut kadang-kadang terdapat lapisan Warton's
jelly. Warton's jelly adalah jaringan mukosa yang merupakan hasil deferensiasi
dari jaringan mesenkimal (mesodermal).
Pada giant omphalocele, defek biasanya berdiameter 8-12 cm
atau meliputi seluruh dinding abdomen (kavum abdomen sangat kecil) dan
dapat mengandung seluruh organ-organ abdomen termasuk liver. Kantong atau
selaput pada omphalokel dapat mengalami ruptur. Glasser (2003) menyebutkan
bahwa sekitar 10-20 % kasus omphalokele terjadi ruptur selama kehamilan atau
pada saat melahirkan. Disebutkan pula bahwa omphalokel yang mengalami ruptur
tersebut bila diresorbsi akan menjadi gastroskisis. Apabila terjadi ruptur dari
selaput atau kantong maka organ-organ abdomen janin/bayi dapat berubah
struktur dan fungsi berupa pembengkakan, pemendekan atau eksudat pada permukan
organ abdomen tersebut Perubahan tersebut tergantung dari lamanya infeksi
dan iskemik yang berhubungan dengan lamanya organ-organ terpapar cairan amnion dan
urin janin. Bayi-bayi dengan omphalokele yang intak biasanya tidak mengalami
distres respirasi, kecuali bila ada hipoplasia paru yang biasanya ditemukan
pada giant omphalocele. Kelainan lain yang sering ditemukan pada omphalokel
terutama pada giant omphalocele ialah malrotasi usus serta kelainan-kelainan
kongenital lain. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada saat bayi
lahir untuk mendukung diagnosis diantaranya pemeriksaan laboratorium darah dan
radiologi. Pemeriksaan radiologi dapat berupa rongent thoraks untuk melihat ada
tidaknya kelainan paru-paru dan ekhocardiogram untuk melihat ada tidaknya
kelainan jantung.
Klasifikasi
A.
Klasifikasi
Omfalokel menurut Moore ada 3,yaitu:
B.
1.
Tipe 1 : diameter defek < 2,5 cm
C.
2.
Tipe 2 : diameter defek 2,5 – 5 cm
D.
3.
Tipe 3 : diameter defek > 5 cm
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan prenatal
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa
prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent pada orang tua tentan;
keadaa.n janin, resiko tehadap ibu, dan prognosis. Informed consent sebaiknya
melibatkan All kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir
dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya bempa melanjutkan
kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan
abservasi melaui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara
melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan
nzptur sehingga mempengaruhi prognosis
2. Penatalaksanan postnatal (setelah kelahiran)
Penatalaksannan postnatal meliputi
penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate postnatal), kelanjutan
penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi (konservatif) dan
penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele
dan gastroskisis adalah hampir sama.
Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih membutuhkan resusitasi awal cariran dibanding bayi dengan gastrokisis.
Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih membutuhkan resusitasi awal cariran dibanding bayi dengan gastrokisis.
Penatalaksanaan segera bayi dengan omphalokel adalah sbb:
1.
Tempatkan bayi pada ruangan
vang asaeptik dan hangat untuk mencegah kehilangan cairan, hipotermi dan
infeksi.
2.
Posisikan bayi senyaman mungkin
dan lembut untuk menghindari bayi menagis dan air swallowing. Posisi kepala
sebaiknya lebih tinggi untuk memperlancar drainase.
3.
Lakukan penilaian ada/tidaknva
distress respirasi yang mungkin membutuhkan alai bantu verltilasi seperti
intubasi endotrakeal. Beberapa macam alat bantu ventilasi seperti mask tidak
dianjurkan karena dapat menyebabkan masuknya udara kedalam traktus
gastrointestinal
4.
Pasang pipa nasogastrik atau
pipa orogastrik untuk mengeluarkan udara dan cairan dari sistem usus sellinop
dapat mencegah muntah, mencegah aspirasi, mengurangi distensi dan tekanan
(dekompresi) dalam sistem usus sekaligus mengurangi tekanan intra abdomen,
demikian pula perlu dipasang rectal tube untuk irigasi dan untuk dekompresi
sistem usus.
5.
Pasang kateter uretra untuk
mengurangi distensi kandung kencing dan mengurangi tekanan intra abdomen.
6.
Pasang jalur intra vena
(sebaiknva pada ektremitas atas) untuk pemberian cairan dan nutrisi parenteral
sehingga dapat menjaga tekanan intravaskuler dan menjaga kehilangan protein
vang mun(jkin terjadi karena ganggLlan sistem usus, dan untuk pemberian
antibitika broad spektrum.
7.
Lakukan monitoring dan
stabilisiasi suhu, status asam basa, cairan dan elektrolit.
8.
Pemeriksaan darah lain seperti
fungsi ginal, glukosa dan hematokrit perlu dilakukan guna persiapan operasi
bila diperlukan
9.
Fvaluasi adanya kelainan
kongenital lain yang ditunjang oleh pemeriksaan rongent thoraks dan
ekhokardiogram.
10.
Bila bayi akan dirujuk
sebaiknya bayi ditempatkan dalam suatu inkubator hangat dan ditambah oksigen
Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif) :
Penatalaksanaan omphalokel secara
konservatif dilakukan pada kasus omphalokel besar atau terdapat perbedaan yang
besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau
eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat
status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi
atau pembiusan seperti pada bayi¬bayi prematur yang memiliki hyaline membran
disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti
gagal jantung. Pada giant ornphalocele bisa terjadi hernias] dari seluruh
organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkernbang sangat buruk, sehingga
sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat
mernbahayakan bayi. Beberapa All, walaupun demikian, perllah mencoba rnelakukan
operasi pada giant otnphalocele secara primer dengan moditikasi dan berhasil.
Tindakan nonaperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsang
epitelisasi dari kanton- atau selaput. Suatu saat setelah -ranulasi terbentuk
maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis
yang akan dinepair pada waktu kemudian dan setelah status kardiorespirasi
membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0.25% merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan 'terangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantumg dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dari mengurangi isi kantong.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0.25% merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan 'terangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantumg dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dari mengurangi isi kantong.
Tindakan nonoperatif lain dapat berupa
penekanan secara eksternal pada kanong. Beberapa material yang biasa digunakan
ialah Ace wraps, Velcro binder, in poliamid mesh yang dilekatkan pada kulit.
Glasser (2003) menyatakan bahwa tinakan nonoperatif pada omphalokel memerlukan
waktu yang lama, membutuhkan nutrisi yang banyak dan angka metabolik yang
tinggi serta omphalokel dapat ruptur sehingga dapat menimbulkan infeksi
organ-organ abdomen.
VI.
HERNIA
DIAFRAGMATIKA
Definisi
Hernia
adalah penonjolan gelung atau ruas organ atau jaringan melalui lubang abnormal.
Diafragmatika adalah sekat yang membatasi rongga dada dan rongga perut.
Diafragma
adalah otot inspirasi utama. Sewaktu diafragma berkontraksi, ia bergerak ke
kaudal. Dengan menurunnya diafragma, vicera abdomen terdorong ke kaudal pula.
Akibatnya ialah bahwa volume cavitas thoracalis dan terjadi penurunan tekanan
intra thoracal, sehingga udara tersedot ke dalam paru. Selain itu, volume
cavitas abdominalis sedikit berkurang dan tekanan intraabdominal agak
meningkat.
Diafragma
dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuroperitonei, septum transversum dan
pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan
pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma, gangguan
fusi ketiga unsur dan gangguan pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan
fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan
menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.
Hernia
Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu
lubang pada diafragma. Akibat penonjolan viscera abdomen ke dalam rongga thorax
melalui suatu pintu pada diafragma. Terjadi bersamaan dengan pembentukan sistem
organ dalam rahim.
Hernia
Diafragmatika adalah penonjolan organ perut ke dalam rongga dada melalui suatu
lubang pada diafragma. Diafragma adalah sekat yang membatasi rongga dada dan
rongga perut.
Hernia
diafragmatika adalah masuknya bagian atas lambung ke dalam lubang diafragma.
Diafragma adalah sekat yang membatasi
rongga dada dan rongga perut. Pada neonatus ini disebabkan oleh gangguan
pembentukan diafragma.
Foramen bochdalek
merupakan celah sepanjang 2-3 cm di posterior diafragma setinggi costa 10 dan
11, tepat di atas glandula adrenal. Kadang-kadang defek ini meluas dari lateral
dinding dada sampai ke hiatus esophagus. Kanalis pleuroparietalis ini secara
normal tertutup oleh membran pleuroparietal pada kehamilan minggu ke-8 sampai
ke-10. Kegagalan penutupan kanalis ini dapat menimbulkan terjadinya hernia
Bochdalek. Hernia ini merupakan kelainan yang jarang terjadi. Mc Culley adalah
orang pertama yang mendeskripsikan kelainan ini pada tahun 1754. Bochdalek pada
1848 menggambarkan secara detil aspek embriologi pada hernia ini yang merupakan
defek tersering (80%).
Etiologi
Penyabab pasiti hernia
masih belum diketahui. Hal ini sering dihubungkan dengan penggunaan
thalidomide, quinine, nitrofenide, antiepileptik, atau defisiensi vitamin A
selama kehamilan.
Janin tumbuh di uterus ibu sebelum
lahir, berbagai sistem organ berkembang dan matur. Diafragma berkembang antara
minggu ke-7 sampai 10 minggu kehamilan. Esofagus (saluran yang menghubungkan
tenggorokan ke abdomen), abdomen, dan usus juga berkembang pada minggu itu.
Pada neonatus hernia
ini disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma. Seperti diketahui diafragma
dibentuk dari 3 unsur yaitu membran pleuroperitonei, septum transversum dan
pertumbuhan dari tepi yang berasal dari otot-otot dinding dada. Gangguan
pembentukan itu dapat berupa kegagalan pembentukan sebagian diafragma, gangguan
fusi ketiga unsur dan gangguan pembentukan otot. Pada gangguan pembentukan dan
fusi akan terjadi lubang hernia, sedangkan pada gangguan pembentukan otot akan
menyebabkan diafragma tipis dan menimbulkan eventerasi.
Pada hernia tipe Bockdalek,
diafragma berkembang secara tidak wajar atau usus mungkin terperangkap di
rongga dada pada saat diafragma berkembang. Pada hernia tipe Morgagni, otot
yang seharusnya berkembang di tengah diafragma tidak berkembang secara wajar.
Pada kedua
kasus di atas perkembangan diafragma dan saluran pencernaan tidak terjadi
secara normal. Hernia difragmatika terjadi karena berbagai faktor, yang berarti
“banyak faktor” baik faktor genetik maupun lingkungan.
Manifestasi
klinik
Walaupun hernia morgagni
merupakan kelainan kongenital, hernia ini jarang bergejala sebelum usia dewasa.
Sebaliknya hernia Bockdalek menyebabkan gangguan nafas segera setelah lahir
sehingga memerlukan pembedahan darurat. Anak sesak terutama kalau tidur datar,
dada tampak menonjol, tetapi gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan
menunjukkkan gambaran scapoid. Pulsasi apek jantung bergeser sehingga
kadang-kadang terletak d hemithoraks kanan. Bila anak didudukan dan diberi
oksigen, maka sianosis akan berkurang.
Lambung, usus dan
bahkan hati dan limpa menonjol melalui hernia. Jika hernianya besar, biasanya
paru-paru pada sisi hernia tidak berkembang secara sempurna.Setelah lahir, bayi
akan menangis dan bernafas sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk
massa yang mendorong jantung sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma
gawat pernafasan.
Gejalanya berupa:
- Gangguan pernafasan
yang berat.
- Sianosis (warna kulit
kebiruan akibat kekurangan oksigen).
- Takipneu (laju
pernafasan yang cepat).
-
Bentuk
dinding dada kiri dan kanan tidak sama (asimetris).
- Takikardia (denyut
jantung yang cepat).
Secara klinis hernia
diafragmatika akan menyebabkan gangguan kardiopulmoner karena terjadi penekanan
paru dan terdorongnya mediastinum ke arah kontralateral. Pemeriksaan fisik
didapatikan gerakan pernafasan yang tertinggal, perkusi pekak, fremitus
menghilang, suara pernafasan menghilang dan mungkin terdengar bising usus pada
hemitoraks yang mengalami gangguan. Kesulitan untuk menegakkan diagnosis hernia
diafragma preoperative menyebabkan sering terjadinya kesalahan diagnosis dan
untuk itu diperlukan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis hernia
diafragmatika.
Pemeriksaan
A.
Pemeriksaan fisik
1.
Pada hernia diafragmatika dada tampak menonjol, tetapi
gerakan nafas tidak nyata
2.
Perut kempis dan menunjukkan gambaran scafoid
3.
Pada hernia diafragmatika pulsasi apeks jantung
bergeser sehingga kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan
4.
Bila anak didudukkan dan diberi oksigen, maka sianosis
akan berkurang
5.
Gerakan dada pada saat bernafas tidak simetris
6.
Tidak terdengar suara pernafasan pada sisi hernia
7.
Bising usus terdengar di dada
8.
Perut terasa kosong
B.
Pemeriksaan penunjang
Rontgen dada
menunjukkan adanya organ perut di rongga dada. Hernia diafragmatika diatasi
dengan pembedahan darurat. Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan
lubang pada diafragma diperbaiki.
1) Foto thoraks akan memperlihatkan
adanya bayangan usus di daerah toraks
2) Kadang-kadang diperlukan
fluoroskopi untuk membedakan antara paralisis diafragmatika dengan eventerasi
(usus menonjol ke depan dari dalam abdomen)
Rontgen dada
menunjukkan adanya organ perut di rongga dada.
Gambar Anteroposterior
(AP) pada pasien dengan Hernia diafragmatika congenital menunjukkan herniasi di
hemithirax kiri
Penatalaksanaan
Apabila pada anak dijumpai adanya kelainan-kelainan yang bias mengarah pada hernia difragmatika, maka anak perlu segera dibawa ke dokter atau rumah sakit agar segera bias ditangani dan mendapatkan diagnosis yang tepat.
Tindakan yang bisa dilakukan sesuai dengan masalah dan keluhan-keluhan yang dirasakan adalah :
Apabila pada anak dijumpai adanya kelainan-kelainan yang bias mengarah pada hernia difragmatika, maka anak perlu segera dibawa ke dokter atau rumah sakit agar segera bias ditangani dan mendapatkan diagnosis yang tepat.
Tindakan yang bisa dilakukan sesuai dengan masalah dan keluhan-keluhan yang dirasakan adalah :
1.
Anak ditidurkan dalam posisi duduk dan dipasang pipa
nasogastrik yang dengan teratur dihisap
2.
makanan diberikan pada porsi
kecil-kecil.
3.
Diberikan antibiotika profilaksis dan selanjutnya anak
dipersiapkan untuk operasi. Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan
lubang pada difragma diperbaiki.
Indikasi Operasi
a. Esophagitis
– refluks gastroesofageal
b. Abnormal PH
monitoring pada periksaan monometrik
c. Kelainan
pada foto upper GI
d. Adanya
hernia paraesofageal dengan gejala mekanis
e. Esophageal
stricture
f. Tindakan operatif
pada Barrett’s esophagus
g. Kegagalan
terapi medikal yang adekuat
h. Ruptur
diafragma pada hernia traumatika
i.
Insuffisiensi kardiorespirator progress
j.
Kontra indikasi operasi (tidak ada)
VII.
ATRESIA DUODENI, OESOPHAGUS
Atresia Duodenum
Definisi
Atresia duodenum adalah kondisi dimana
duodenum (bagian pertama dari usus halus) tidak berkembang dengan baik,
sehingga tidak berupa saluran terbuka dari lambung yang tidak memungkinkan
perjalanan makanan dari lambung ke usus.
Etiologi
Meskipun penyebab yang mendasari terjadinya
atresia duodenum masih belum diketahui, patofisologinya telah dapat diterangkan
dengan baik. Seringnya ditemukan keterkaitan atresia atau stenosis duodenum
dengan malformasi neonatal lainnya menunjukkan bahwa anomali ini disebabkan
oleh gangguan perkembangan pada masa awal kehamilan. Atresia duodenum berbeda
dari atresia usus lainnya, yang merupakan anomali terisolasi disebabkan oleh
gangguan pembuluh darah mesenterik pada perkembangan selanjutnya. Tidak ada
faktor resiko maternal sebagai predisposisi yang ditemukan hingga saat ini.
Meskipun hingga sepertiga pasien dengan atresia duodenum menderita pula trisomi
21 (sindrom Down), namun hal ini bukanlah faktor resiko independen dalam
perkembangan atresia duodenum.
Patofisiologi
Gangguan perkembangan duodenum terjadi
akibat proliferasi endodermal yang tidak adekuat (elongasi saluran cerna
melebihi proliferasinya) atau kegagalan rekanalisasi pita padat
epithelial (kegagalan proses vakuolisasi).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara sempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum).
Banyak peneliti telah menunjukkan bahwa epitel duodenum berproliferasi dalam usia kehamilan 30-60 hari lalu akan terhubung ke lumen duodenal secara sempurna. Proses selanjutnya yang dinamakan vakuolisasi terjadi saat duodenum padat mengalami rekanalisasi. Vakuolisasi dipercaya terjadi melalui proses apoptosis, atau kematian sel terprogram, yang timbul selama perkembangan normal di antara lumen duodenum. Kadang-kadang, atresia duodenum berkaitan dengan pankreas anular (jaringan pankreatik yang mengelilingi sekeliling duodenum).
Hal ini sepertinya lebih akibat gangguan
perkembangan duodenal daripada suatu perkembangan dan/atau berlebihan dari
pancreatic buds.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum.
Pada tingkat seluler, traktus digestivus berkembang dari embryonic gut, yang tersusun atas epitel yang merupakan perkembangan dari endoderm, dikelilingi sel yang berasal dari mesoderm. Pensinyalan sel antara kedua lapisan embrionik ini tampaknya memainkan peranan sangat penting dalam mengkoordinasikan pembentukan pola dan organogenesis dari duodenum.
Epidemiologi
Insiden atresia duodenum di Amerika Serikat
adalah 1 per 6000 kelahiran. Obstruksi duodenum kongenital intrinsik merupakan
dua pertiga dari keseluruhan obstruksi duodenal kongenital (atresia duodenal
40-60%, duodenal web 35-45%, pankreas anular 10-30%, stenosis duodenum 7-20%).
Insiden obstruksi kongenital di Finlandia (intrinsik, ekstrinsik, dan campuran)
adalah 1 per 3400 kelahiran hidup. Tidak terdapat predileksi rasial dan gender
pada penyakit ini.
Mortalitas dan Morbiditas
Jika
atresia duodenum atau stenosis duodenum signifikan tidak ditangani, kondisinya
akan segera menjadi fatal sebagai akibat gangguan cairan dan elektrolit.Sekitar
setengah dari neonatus yang menderita atresia atau stenosis duodenum lahir
prematur. Hidramnion terjadi pada sekitar 40% kasus obstruksi duodenum. Atresia
atau stenosis duodenum paling sering dikaitkan dengan trisomi 21. Sekitar
22-30% pasien obstruksi duodenum menderita trisomi 21.
Manifestasi Penyakit
Atresia duodenum adalah penyakit bayi baru
lahir. Kasus stenosis duodenal atau duodenal web dengan perforasi jarang tidak
terdiagnosis hingga masa kanak-kanak atau remaja.
Penggunaan USG telah memungkinkan banyak
bayi dengan obstruksi duodenum teridentifikasi sebelum kelahiran. Pada
penelitian cohort besar untuk 18 macam malformasi kongenital di 11 negara
Eropa, 52% bayi dengan obstruksi duodenum diidentifikasi sejak in utero.
Obstruksi duodenum ditandai khas oleh gambaran double-bubble (gelembung ganda)
pada USG prenatal. Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua
mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi.
Diagnosis prenatal memungkinkan ibu mendapat konseling prenatal dan
mempertimbangkan untuk melahirkan di sarana kesehaan yang memiliki fasilitas
yang mampu merawat bayi dengan anomali saluran cerna.
Gejala atresia duodenum:
·
Bisa ditemukan pembengkakan
abdomen bagian atas
·
Muntah banyak segera setelah
lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu (biliosa)
·
Muntah terus-menerus meskipun
bayi dipuasakan selama beberapa jam
·
Tidak memproduksi urin setelah beberapa
kali buang air kecil
·
Hilangnya bising usus setelah
beberapa kali buang air besar mekonium.
Tanda dan gejala yang ada adalah akibat dari
obstruksi intestinal tinggi. Atresia duodenum ditandai dengan onset muntah
dalam beberapa jam pertama setelah lahir. Seringkali muntahan tampak biliosa,
namun dapat pula non-biliosa karena 15% kelainan ini terjadi proksimal dari
ampula Vaterii. Jarang sekali, bayi dengan stenosis duodenum melewati deteksi
abnormalitas saluran cerna dan bertumbuh hingga anak-anak, atau lebih jarang
lagi hingga dewasa tanpa diketahui mengalami obstruksi parsial.
Sebaiknya pada anak yang muntah dengan
tampilan biliosa harus dianggap mengalami obstruksi saluran cerna proksimal
hingga terbukti sebaliknya, dan harus segera dilakukan pemeriksaan menyeluruh. Setelah
dilahirkan, bayi dengan atresia duodenal khas memiliki abdomen skafoid. Kadang
dapat dijumpai epigastrik yang penuh akibat dari dilatasi lambung dan duodenum
proksimal. Pengeluaran mekonium dalam 24 jam pertama kehidupan biasanya tidak
terganggu. Dehidrasi, penurunan berat badan, ketidakseimbangan elektrolit
segera terjadi kecuali kehilangan cairan dan elektrolit yang terjadi segera
diganti. Jika hidrasi intravena belum dimulai, maka timbullah alkalosis
metabolik hipokalemi/hipokloremi dengan asiduria paradoksikal, sama seperti
pada obstruksi gastrointestinal tinggi lainnya.
Tuba orogastrik pada bayi dengan suspek
obstruksi duodenal khas mengalirkan cairan berwarna empedu (biliosa) dalam jumlah
bermakna.
Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas pada usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Radiografi polos yang menunjukkan gambaran double-bubble tanpa gas pada distalnya adalah gambaran khas atresia duodenal. Adanya gas pada usus distal mengindikasikan stenosis duodenum, web duodenum, atau anomali duktus hepatopankreas. Kadang kala perlu dilakukan pengambilan radiograf dengan posisi pasien tegak atau posisi dekubitus. Jika dijumpai kombinasi atresia esofageal dan atresia duodenum, disarankan untuk melakukan pemeriksaan ultrasonografi.
Diagnosis Banding
Diagnosis banding untuk atresia dan stenosis duodenum pada neonatus
mencakup:
·
Atresia esophagus
·
Malrotasi dengan volvulus
midgut
·
Stenosis pylorus
·
Pankreas anular
·
Vena portal preduodenal
·
Atresia usus
·
Duplikasi duodenal
·
Obstruksi benda asing
·
Penyakit Hirschsprung
·
Refluks gastroesofageal
Penanganan
Tuba orogastrik dipasang untuk mendekompresi
lambung. Dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit dikoreksi dengan memberikan
cairan dan elektrolit melalui infus intravena. Lakukan juga evaluasi anomali
kongenital lainnya. Masalah terkait (misalnya sindrom Down) juga harus
ditangani.
Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasif.
Pembedahan untuk mengoreksi kebuntuan duodenum perlu dilakukan namun tidak darurat. Pendekatan bedah tergantung pada sifat abnormalitas. Prosedur operatif standar saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara yang minimal invasif.
Atresia Esofagus
Definisi
Atresia esofagus adalah sekelompok kelainan
kongenital yang mencakup gangguan kontinuitas esofagus disertai atau tanpa
adanya hubungan dengan trakea.
Etiologi
Etiologi atresia esofagus merupakan multifaktorial
dan masih belum diketahui dengan jelas.
Embriologi
Mekanisme yang mendasari malformasi trakeoesofageal
masih belum jelas. Secara umum diketahui bahwa primordium saluran pernapasan
merupakan evaginasi ventral dari foregut post faringeal pada awal minggu ke-4
dari kehamilan dan bakal tumbuh dari paru-paru terdapat kaudal dari evaginasi
ini. Selama periode pertumbuhan yang cepat, trakea di ventral akan terpisah
dengan esofagus di dorsal. Satu teori mengatakan bahwa trakea terpisah akibat
pertumbuhan longitudinal yang cepat dari primordium menjauh dari foregut. Teori
lain mengatakan trakea sejak awal memang tumbuh terpisah dari foregut dan
kemudian menjadi struktur yang terpisah sebagai hasil dari suatu proses
pemisahan. Proses ini dikaitkan dengan suatu gen kunci yang disebut gen Sonic
Hedgehog (Shh), dimana ekspresi dari sinyal pertumbuhan dari gen ini penting
dalam perkembangan foregut dan pemisahan dari trakeoesofageal. Epitel foregut
yang berpisah ditandai dengan meningkatnya jumlah sel yang mengalami proses
kematian sel. Kebanyakan studi menunjukkan bahwa defek primer yang terjadi
ialah tidak terpisahnya foregut sebagai akibat dari kegagalan pertumbuhan
trakea ataupun kegagalan dari trakea itu sendiri untuk memisahkan diri dari esofagus. Terdapat
sekumpulan defek kongenital yang didapati pada lebih dari 50% kasus atresia esofagus,
antara lain:
Ø Sindroma
VACTERL (Vertebral defect, Anorectal Malformation, Cardiovascular defect,
Tracheoesophageal defect, Renal anomalies and Limb deformity):
·
Vertebral defects – Hemivertebra,
skoliosis, deformitas iga.
·
Anorectal malformations – Imperforasi
anus.
·
Cardiovascular defects – Ventricular
septal defect, tetralogy of Fallot,
·
patent ductus arteriosus, atrial septal
defects, atrioventricular canal
·
defects, aortic coarctation, right-sided
aortic arch, single umbilical
·
artery.
·
Tracheoesophageal defects – Esophageal
atresia
·
Renal anomalies – Renal agenesis
including Potter syndrome, bilateral
·
renal agenesis or dysplasia, horseshoe
kidney, polycystic kidneys,
·
urethral atresia, ureteral
malformations.
·
Limb deformities – Radial dysplasia,
absent radius, radial-ray
·
deformities, syndactyly, polydactyly,
lower-limb tibial deformities.
Ø CHARGE,
mencakup:
⁻
Coloboma
⁻
Heart defects
⁻
Atresia Choanae
⁻
Developmental retardation
⁻
Genital hypoplasia
⁻
Ear deformities
Ø Kromosom
abnormal
Trisomy 13, 18 dan 21
Ø Kelainan
lainnya
⁻
Digeorge syndrome
⁻
Neurologic defects – Neural tube
defects, hydrocephalus, tethered cord, holoprosencephaly
⁻
GI defects – Duodenal atresia, ileal
atresia, hypertrophic pyloric stenosis, omphalocele, malrotation, Meckel
diverticulum
⁻
Pulmonary defects – Unilateral pulmonary
agenesis, diaphragmatic hernia
⁻
Genitalia defects – Undescended
testicles, ambiguous genitalia, hypospadias
Secara
keseluruhan kelainan-kelainan ini terdapat pada lebih dari 50% kasus. Kelainan
kardiovaskular mencakup 35% kasus, kelainan genitourinaria mencakup 20% kasus
dan kelainan gastrointestinal mencakup 20% kasus.
Klasifikasi
Atresia esofagus disertai dengan fistula
trakeoesofageal distal adalah tipe yang paling sering terjadi. Variasi anatomi
dari atresia esofagus menggunakan sistem klasifikasi Gross of Boston yang sudah
populer digunakan. Sistem ini berisi antara lain:
⁻
Tipe A – Atresia esofagus tanpa fistula;
Atresia esofagus murni (10%)
⁻
Tipe B – Atresia esofagus dengan TEF
proximal (<1%)
⁻
Tipe C – Atresia esofagus dengan TEF
distal (85%)
⁻
Tipe D – Atresia esofagus dengan TEF
proximal dan distal (<1%)
⁻
Tipe E – TEF tanpa atresia esofagus;
Fistula tipe H (4%)
⁻
Tipe F – Stenosis esofagus kongenital
tanpa atresia (<1%) – Tidak dibicarakan.
Tipe
C (85%) merupakan tipe yang paling umum dan sering ditemukan, dimana proximal
dari esofagus berdilatasi dan dinding muskularnya menebal, ujungnya terletak di superior mediastinum kira-kira
setinggi vertebra thorakal 3 atau 4.
Esofagus
bagian distal yang lebih tipis dan sempit masuk ke dinding posterior dari
trakea pada carina atau lebih sering 1 cm atau 2 cm lebih proximal.
Tipe
A (10%) didapati proximal dan distal esofagus berakhir tanpa adanya hubungan
dengan trakea. Segmen proximal esofagus dilatasi dan dindingnya menebal,
biasanya ujungnya terletak di posterior mediastinum setinggi vertebra thorakal
2.
Esofagus
distal pendek dan berakhir pada jarak yang berbeda-beda diatas
diafragma.
Tipe
E disebut juga fistel H atau N sesuai dengan gambarannya, didapati adanya
fistula antara esofagus dengan trakea. Fistula biasanya sangat sempit sekitar
3-5 mm lebarnya dan biasanya terletak setinggi daerah servikal bawah. Biasanya
hanya ada satu fistula, tetapi dua atau
lebih fistula bisa dijumpai.
Tipe
B (<1%) didapati adanya fistel trakeoesofagus, bukan pada ujung kantong
esofagus yang dilatasi, tetapi kira-kira 1-2 cm diatas dinding anterior
esofagus.
Tipe
D (<1%) didapati adanya fistel pada kedua ujung proximal dan distal
esofagus.
Diagnosis
Antenatal
Atresia esofagus dapat dicurigai pada USG bila
didapati polihidramnion pada ibu, abdomen yang kecil pada janin, dan pembesaran
ujung esofagus bagian atas.
Dugaan
juga semakin jelas bila didapati kelainan-kelainan lain yang berkaitan dengan
atresia esofagus.
Diagnosis
Klinis
Bayi dengan sekresi air liur dan ingus yang sering
dan banyak harus diasumsikan menderita atresia esofagus sampai terbukti tidak
ada.
Diagnosis
dibuat dengan memasukkan kateter/NGT ke dalam mulut, berakhir pada sekitar 10
cm dari pangkal gusi. Kegagalan untuk memasukkan kateter ke lambung menandakan
adanya atresia esofagus. Ukuran kateter yang lebih kecil bisa melilit di
kantong proximal sehingga bisa membuat kesalahan diagnosis adanya kontinuitas
esofagus. Radiografi dapat membuktikan kepastian bahwa selang tidak mencapai
lambung.
Selang tidak boleh dimasukkan dari hidung karena
dapat merusak saluran napas atas. Dalam kedokteran modern, diagnosis dengan
menunggu bayi tersedak atau batuk pada pemberian makan pertama sekali, tidak
disetujui lagi.
Diagnosis
Anatomis
Tindakan penanganan tergantung dari variasi anatomi.
Penting untuk mengetahui apakah ada fistula pada satu atau kedua segmen
esofagus. Juga penting untuk mengetahui jarak antara kedua ujung esofagus.
Bila
tidak ada fistula distal, pada foto thorax dengan selang yang dimasukkan
melalui mulut akan menunjukkan segmen atas esofagus berakhir diatas
mediastinum. Dari posisi lateral dapat dilihat adanya fistula dan udara di
esofagus distal. Dari percabangan trakea bisa dilihat letak dari fistula.
Tidak
adanya udara atau gas pada abdomen menunjukkan adanya suatu atresia tanpa
disertai fistula atau atresia dengan fistula trakeoesofageal proximal saja.
Jika didapati ujung kantong esofagus proximal, bisa diasumsikan bahwa ini
adalah atresia esofagus tanpa fistula. Adanya udara atau gas pada lambung dan
usus menunjukkan adanya fistula trakeoesofageal distal.
Pada
bayi dengan H-Fistula (Gross tipe E) agak berbeda karena esofagus utuh. Anak
dapat menelan, tetapi dapat tersedak dan batuk saat makan. Bila udara keluar
dari fistula dan masuk ke saluran pencernaan akan menimbulkan distensi abdomen.
Selain
itu, aspirasi makanan yang berulang akan menyebabkan infeksi saluran
pernapasan. Diagnosis dapat diketahui dengan endoskopi atau penggunaaan
kontras.
Pemeriksaan
Laboratorium
- Darah Rutin
Terutama untuk
mengetahui apabila terjadi suatu infeksi pada saluran pernapasan akibat
aspirasi makanan ataupun cairan.
- Elektrolit
Untuk
mengetahui keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
- Analisa Gas Darah Arteri
Untuk mengetahui
apabila ada gangguan respiratorik terutama pada bayi.
- BUM dan Serum Creatinin
Untuk mengetahui
keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
- Kadar Gula Darah
Untuk mengetahui
keadaan abnormal bawaan lain yang menyertai.
Pemeriksaan
lainnya
- USG : Prenatal, ginjal
- X-Ray : Thorax, extremitas
- Echocardiography
Penatalaksanaan
Tindakan
sebelum operasi
Atresia esofagus ditangani dengan tindakan bedah.
Persiapan operasi untuk bayi baru lahir mulai umur satu hari antara lain:
⁻
Cairan intravena mengandung glukosa
untuk kebutuhan nutrisi bayi.
⁻
Pemberian antibiotik broad-spectrum
secara intravena.
⁻
Suhu bayi dijaga agar selalu hangat
dengan menggunakan inkubator, supine dengan posisi fowler, kepala diangkat
sekitar 45°.
⁻
NGT dimasukkan secara oral dan dilakukan
suction rutin.
⁻
Monitor vital signs.
Pada
bayi prematur dengan kesulitan bernapas, diperlukan perhatian khusus. Jelas
diperlukan pemasangan endotracheal tube dan ventilator mekanik. Sebagai
tambahan, ada resiko terjadinya distensi berlebihan ataupun ruptur lambung
apabila udara respirasi masuk ke dalam lambung melalui fistula karena adanya
resistensi pulmonar. Keadaan ini dapat diminimalisasi dengan memasukkan ujung
endotracheal tube sampai ke pintu masuk fistula dan dengan memberikan ventilasi
dengan tekanan rendah.
Echocardiography
atau pemeriksaan EKG pada bayi dengan atresia esofagus penting untuk dilakukan agar segera dapat
mengetahui apabila terdapat adanya
kelainan kardiovaskular yang memerlukan penanganan segera.
Tindakan
selama operasi
Pada umumnya, operasi perbaikan atresia esofagus
tidak dianggap sebagai hal yang darurat. Tetapi satu pengecualian ialah bila
bayi prematur dengan gangguan respiratorik yang memerlukan dukungan
ventilatorik. Udara pernapasan yang keluar melalui distal fistula akan menimbulkan
distensi lambung yang akan mengganggu fungsi
pernapasan. Distensi lambung yang terus menerus kemudian bisa menyebabkan
ruptur dari lambung sehingga mengakibatkan tension pneumoperitoneum yang akan
lebih lagi memperberat fungsi pernapasan.
Pada keadaaan diatas, maka tindakan pilihan yang
dianjurkan ialah dengan melakukan ligasi terhadap fistula trakeoesofageal dan
menunda tindakan thoracotomy sampai masalah gangguan respiratorik pada bayi
benar-benar teratasi.
Targetnya ialah operasi dilakukan 8-10 hari kemudian
untuk memisahkan fistula dan memperbaiki esofagus. Pada prinsipnya tindakan
operasi dilakukan untuk memperbaiki abnormalitas anatomi. Tindakan operasi dari
atresia esofagus mencakup:
⁻
Operasi dilaksanakan dalam general
endotracheal anesthesia dengan akses vaskular yang baik dan menggunakan
ventilator dengan tekanan yang cukup sehingga tidak menyebabkan distensi
lambung.
⁻
Bronkoskopi pre-operatif berguna untuk
mengidentifikasi dan mengetahui lokasi
fistula.
⁻
Posisi bayi ditidurkan pada sisi kiri
dengan tangan kanan diangkat di depan dada untuk dilaksanakan right
posterolateral thoracotomy. Pada H-Fistula,
operasi dilakukan melalui leher karena hanya memisahkan fistula tanpa
memperbaiki esofagus.
⁻
Operasi dilaksanakan thoracotomy, dimana
fistula ditutup dengan cara diikat dan dijahit kemudian dibuat anastomosis
esofageal antara kedua ujung proximal dan distal dari esofagus.
⁻
Pada atresia esofagus dengan fistula
trakeoesofageal, hampir selalu jarak
antara esofagus proximal dan distal dapat disambung langsung.
Ini disebut dengan primary repair, yaitu apabila
jarak kedua ujung esofagus dibawah 2 ruas vertebra. Bila jaraknya 3-6 ruas
vertebra, dilakukan delayed primary repair. Operasi ditunda selama paling lama
12 minggu, sambil dilakukan suction rutin dan pemberian makanan melalui
gastrostomy, maka jarak kedua ujung esofagus akan menyempit kemudian dilakukan
primary repair. Apabila jarak kedua ujung
esofagus lebih dari 6 ruas vertebra, maka dicoba dilakukan tindakan diatas,
apabila tidak bisa juga maka esofagus disambung dengan menggunakan sebagian kolon.
Tindakan
setelah operasi
Pasca operasi
pasien diventilasi selama 5 hari. Suction harus dilakukan secara rutin. Selang kateter untuk suction harus ditandai
agar tidak masuk terlalu dalam dan mengenai bekas operasi tempat anastomosis
agar tidak menimbulkan kerusakan. Setelah
hari ke-3 bisa dimasukkan NGT untuk pemberian makanan.
VIII.
MENINGOKEL, ENSEPALOKEL
Meningokel
Definisi
Meningokel adalah selaput otak menonjol keluar pada salah
satu sela tengkorak tapi biasanya di daerah belakang kepala.
Meningokel merupakan benjolan berbentuk kista di garis
tulang belakang yang umumnya terdapat di daerah lumbo-sakral. Lapisan meningel
berupa durameter dan arachnoid ke luar kanalis vertebralis, sedangkan medulla
spinalis masih di tempat yang normal. Benjolan ditutup dengan membrane tipis
yang semi-transparan berwarna kebiru-biruan atau ditutup sama sekali oleh kulit
yang dapat menunjukkan hipertrikhosis atau nevus. Pada transiluminasi tidak terlihat
jaringan saraf pusat di dinding benjolan.
Meningokel adalah satu dari tiga jenis kelainan bawaan spina
bifida. Meningokel adalah meningens yang menonjolmelalui vertebra yang tidak
utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit. Spina
bifida (sumbing tulang belakang) adalah suatu celah pada tulang belakang
(vertebra), yang terjadi karena bagian dari satu atau beberapa vertebra gagal
menutup atau gagal terbentuk secara utuh.
Meningokel atau ensephalokel merupakan kelainan bawaan dimana
terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui lubang pada
tengkorak atau tulang belakang. Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000
kelahiran.
Etiologi
penyebab terjadinya meningokel dan ensephalokel adalah
karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan
pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya
terletak di garis tengah.
Risiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat
dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan
kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau
gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau
dibagian bawahnya.
Gejalanya tergantung kepada letak anatomis dari spina
bifida. Kebanyakan terjadi di punggung bagian bawah, yaitu daerah lumbal atau
sakral, karena penutupan vertebra di bagian ini terjadi paling akhir. Kelainan
bawaan lainnya yang juga ditemukan pada penderita spina bifida: hidrosefalus,
siringomielia, serta dislokasi pinggul.
Gejala
Gejalanya bervariasi, tergantung kepada beratnya kerusakan
pada korda spinalis dan akar sarf yang terkena. Beberapa anak memiliki gejala
ringan atau tanpa gejala, sedangkan yang lainnya mengalami kelumpuhan pada
daerah yang dipersarafi oleh korda spinalis maupun akar sarf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu :
1. Spina bifida okulta, merupakan spina
bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara
normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2. Meningokel, yaitu meningens menonjol
melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi
cairan di bawah kulit.
3. Mielokel, merupakan jenis spina
bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit di atasnya
tampak kasar dan merah.
Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti
kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika disinari,
kantung tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuahn/kelemahan pada pinggul,
tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri (besar) maupun
inkontinensia tinja, korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi
(meningitis). Gejala pada spina bifida okulta, adalah seberkas rambut pada
daerah sakral (panggul bagian belakang), lekukan pada daerah sakrum.
Biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal
sebelah atas. Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam
korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Operasi akan mengoreksi
kelainan, sehingga tidak terjadi gangguan sensorik dan motorik dan bayi akan
menjadi normal.
Diagnosis
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan
berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita
hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan
tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.
Sebanyak 85% wanita yang mengandung bayi dengan spina
bifida, akan memiliki kadar serum alfa petoprotein yang tinggi. Tes ini
memiliki angka positif yang palsu tinggi, karena itu jika hasilnya positif,
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat diagnosis. Dilakukan USG
yang biasanyadapat menemukan adanya spina bifida. Kadang-kadang dilakukan
amniosentesis (analisa cairan ketuban).
Setelah bayi lahir, dilakukan pemeriksaan rontgen tulang
belakang untuk menentukan luas dan lokasi kalainan, pemeriksaan USG tulang
belakang bisa menunjukkan adanya kelainan pada korda spinalis maupun vertebra,
serta pemeriksaan CT-scan atau MRI tulang belakang kadang-kadang dilakukan
untuk menentukan lokasi dan luasnya kelainan.
Pengobatan
Tujuan dari pengobatan awal spina bifida, termasuk
meningokel, adalah mengurangi kerusakan saraf akibat spina bifina, meminimalkan
komplikasi (misalnya infeksi), serta membantu keluarga dalam menghadapi
kelainan ini. Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan
untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan
bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga
dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis,
infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu
memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembutdiatas kandung
kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet
kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki
fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka
tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik.
Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi
yang terjadi. Kadang-kadang pembedahan shunting untuk memperbaiki hidrosefalus
akan menyebabkan berkurangnya mielomeningokel secara spontan.
Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan
mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus
dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat
dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk
mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita
hamil adalah 1 mg/hari.
Penatalaksanaan
1. Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan
ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
2. Bayi dalam posisi telungkup atau
tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.
3. Berkolaborasi dengan dokter anak,
ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tindakan
pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice
pada keluarga.
Lakukan pengamatan dengan cermat terhadap adanya tanda-tanda
hidrosefalus (dengan mengukur lingkar kepala setiap hari) setelah dilakukan
pembedahan atau juga kemungkinan terjadinya meningitis (lemah, tidak mau minum,
mudah terangsang , kejang, dan ubun-ubun besar menonjol). Selain itu,
perhatikan pula banyak tidaknya gerakan tungkai dan kaki, clbbed feet, retensi
urine, dan kerusakan kulit akibat iritasi urine dan feses.
Ensephalokel
Definisi
Ensephalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang
ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang
berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.
Ensephalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama
perkembangan janin. Jaringan otak yang menonjol.
Gejala
Gejala dari ensefalokel, antara lain berupa hidrosefalus,
kelumpuahn keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik), gangguan perkembangan,
mikrosefalus, gangguan penglihatan, keterbelakangan mental dan pertumbuhan,
ataksia, serta kejang. Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal.
Ensefalokel seringkali disertai denga kelainan kraniofasial atau kelainan otak
lainnya.
Penatalaksanaan
1. Cegah infeksi perlukaan ensefalokel
waktu lahir, menutup luka dengna kasa steril setelah lahir.
2. Persiapan operasi dilakukan sedini
mungkin untuk mencegah infeksi otak yang sangat berbahaya.
3. Pasca operasi perhatikan luka agar :
tidak basah, ditarik atau digaruk bayi, perhatikan mungkin terjadi
hidrosefalus, ukur lingkar kepala, pemberian antibiotik (kolaborasi).
IX.
HIDROSEFALUS
Definisi
Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala.
Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang
menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang
berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat
ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS. Bila akumulasi CSS
yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut higroma
subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi cairan yang
berlebihan terjadi pada sistem ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai hidrosefalus
internal.Selain itu beberapa lesi intrakranial menyebabkan peninggian TIK,
namun tidak sampai menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak
ekivalen dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral.
Hidrosefalus sebagai kesatuan klinik dibedakan oleh tiga faktor: a).peninggian tekanan intraventrikuler, b).penambahan volume CSS,
c).dilatasi rongga
CSS.
Secara keseluruhan, insiden dari hidrosefalus diperkirakan
mendekati 1 : 1000. sedangkan insiden hidrosefalus kongenital bervariasi untuk
tiap-tiap populasi yang berbeda. Hershey BL mengatakan kebanyakan hidrosefalus
pada anak-anak adalah kongenital yang biasanya sudah tampak pada masa bayi.
Jika hidrosefalus tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan oleh karena kongenital.
Struktur anatomi yang berkaitan dengan hidrosefalus,
yaitu bangunan-bangunan dimana CSS berada. Sistem ventrikel otak dan kanalis
sentralis.
1.
Ventrikel lateralis
2.
Ventrikel III (ventrikel tertius)
3.
Ventrikel IV (ventrikel Quartus)
4.
Kanalis sentralis medula oblongata dan
medula spinalis
Secara umur gejala yang paling umum terjadi pada
pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal
yang progresif dari ukuran kepala.hidrosefalus yang biasa terjadi pada neonatus
adalah hidrosefalus kongenital.
Penanganan
1.
Perawatan bayi umum ditambah pencegahan
dekubitus karena bayi akan lebih banyak terlentang.
2.
Pemberian diamok (aseta zolamid) untuk
mengurangi produksi cairan serebrospinal 50-70 mg/kgBB/hari (kolaborasi).
3.
Pemasangan pirau ventrikulo peritoneal
4.
Penyuluhan pada orang tua tentang
kesiapan menghadapi kenyataan dan pencegahan komplikasiinfeksi dan dekubitus.
Tiga
prinsip dalam pengobatan hidrosefalus dengan cara kedokteran, yaitu :
1. Mengurangi
produksi CSS dengan merusak sebagian pleksus khoroidalis dengan tindakan
reseksi (pembedahan)atau koagulasi
2. Mempengaruhi
hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorpsi yakni menghubungkan
ventrikel dengan ruang subaraknoid.
3. Pengeluaran
likuor (CSS) kedaalam organ ekstraksional dengan cara ; ventrikuloperitoneal
drainage, ventrikulopleural drainage, lumboperitoneal drainage,
ventrikuloretrostiomi, dll.
Penanganan hidrosefalus
1. Penanganan
sementara : terapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi
hidrosevalus melalui upaya mengurangi
sekresi cairan dari pleksus khoroid (asetazola-mid 100 mg / kgBB/ hari,
furosamid 2 mg/kgBB/kali). Drainage likuor eksternal dilakukan dengan memasang
kateter ventrikuler yang kemudian dihubungkan dengan suatu kantong drain
eksternal.
2. Penanganan
alternatif : selain operasi “pintas”
diterapkan khususnya bagi kasus-kasus yang mengalami sumbatan di dalam sistem
ventrikel termasuk juga saluran keluar ventrikel IV . terapi etiologik ;
penanganan terhadap etiologik hidrosefalus merupakan strategi yang terbaik.
Penetrasi membran ; penetrasi dasar ventrikel III merupakan suatu tindakan
membuat jalan alternatif melalui rongga subarakhoid bagi kasus-kasus stenosis
akuaduktus atau gangguan aliran pada fosa posterior.
3. Operasi
pemasangan “pintas” (shunting) ; bertujuan untuk membuat saluran baru
antara aliran likuor dengan kavitas drainase .
X.
FEMOSIS
Definisi
Fimosis adalah suatu
kelainan dimana prepusium penis yang tidak dapat di retraksi(ditarik) ke
proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis dialami oleh sebagian besar bayi
barulahir karena terdapat adhesi alamiah antara prepusium dengan glans penis.
Etiologi
Fimosis dapat timbul kemudian setelah lahir.
Hal ini berkaitan dengan tingkathigienitas alat kelamin yang buruk, peradangan
kronik glans penis dan kulit preputium(balanoposthitis kronik) ,atau
penarikan berlebihan kulit preputium (forceful retraction).Padafimosis
kongenital umumya terjadi akibat terbentuknya jaringan parut di prepusium
yangbiasanya muncul karena sebelumnya terdapat balanopostitis. Apapun penyebabnya,
sebagianbesar fimosis disertai tanda-tanda peradangan penis distal.
Sedangkan fimosis pada
bayi laki-laki yang baru lahir biasanya terjadi karena ruang diantara kutup dan
penis tidak berkembang dengan baik. Kondisi ini menyebabkan prepusiummenjadi
melekat pada glans penis, sehingga sulit ditarik ke arah proximal. Apabila
stenosis atauretraksi tersebut ditarik dengan paksa melewati glans penis,
sirkulasi glans dapat tergangguhingga menyebabkan kongesti, pembengkakan, dan
nyeri distal penis atau biasa disebutparafimosis
Epidemiologi
Berdasarkan data
epidemiologi, fimosis banyak terjadi pada bayi atau anak-anak hinggamencapai
usia 3 atau 4 tahun. Sedangkan sekitar 1-5% kasus terjadi sampai pada usia 16
tahun.
Patogenesis
Normalnya hingga usia
3-4 tahun penis tumbuh dan berkembang, dan debris yangdihasilkan oleh epitel
prepusium (smegma) mengumpul didalam prepusium dan perlahan-lahanmemisahkan
prepusium dari glans penis. Ereksi penis yang terjadi secara berkala membuat
prepusium menjadi retraktil dan dapat ditarik ke proksimal. Pada saat usia 3
tahun, 90%prepusium sudah dapat di retraksi.
Pada kasus fimosis
lubang yang terdapat di prepusium sempit sehingga tidak bisa ditarikmundur dan
glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang
yangsangat kecil di ujung prepusium. Pada kondisi ini, akan terjadi
fenomena“balloning” dimana prepusium mengembang saat berkemih karena desakan
pancaranurine yang tidak diimbangi besarnya lubang di ujung prepusium. Bila
fimosis menghambatkelancaran berkemih, seperti pada balloning maka sisa-sisa
urin mudah terjebak di dalamprepusium. Adanya kandungan glukosa pada urine
menjadi pusat bagi pertumbuhan bakteri.Karena itu, komplikasi yang paling
sering dialami akibat fimosis adalah infeksi saluran kemih(ISK).ISK paling
sering menjadi indikasi sirkumsisi pada kasus fimosis
Fimosis juga terjadi
jika tingkat higienitas rendah pada waktu BAK yang akanmengakibatkan terjadinya
penumpukan kotoran-kotoran pada glans penis sehinggamemungkinkan terjadinya
infeksi pada daerah glans penis dan prepusium (balanitis) yangmeninggalkan
jaringan parut sehingga prepusium tidak dapat ditarik kebelakang
Pada lapisan dalam
prepusium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi smegma.Cairan ini berguna
untuk melumasi permukaan prepusium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan
prepusium dan glans penis yang membentuk semacam “lembah” di bawah korona glans
penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). Di tempat ini
terkumpulkeringat, debris/kotoran, sel mati dan bakteri. Bila tidak terjadi
fimosis, kotoran ini mudahdibersihkan. Namun pada kondisi fimosis, pembersihan
tersebut sulit dilakukan karenaprepusium tidak bisa ditarik penuh ke belakang.
Bila yang terjadi adalah perlekatan prepusiumdengan glans penis, debris dan sel
mati yang terkumpul tersebut tidak bisa dibersihkan.
Ada pula kondisi lain akibat infeksi yaitu
balanopostitis. Pada infeksi ini terjadiperadangan pada permukaan preputium dan
glans penis. Terjadi pembengkakan kemerahandan produksi pus di antara glans penis
dan prepusium. Meski jarang, infeksi ini bisa terjadi padadiabetes.
Manifestasi
Klinis
Fimosis menyebabkan
gangguan aliran urin berupa sulit kencing, pancaran urinemengecil,
menggelumbungnya ujung prepusium penis pada saat miksi, dan menimbulkan retensi
urine. Higiene lokal yang kurang bersih menyebabkan terjadinya infeksi pada
prepusium(postitis), infeksi pada glans penis (balanitis) atau infeksi pada
glans dan prepusium penis(balanopositis).
Kadangkala pasien dibawa berobat oleh orang
tuanya karena ada benjolan lunak diujung penis yang tak lain adalah korpus
smegma yaitu timbunan smegma di dalam sakusprepusium penis. Smegma terjadi dari
sel-sel mukosa prepusium dan glans penis yangmengalami deskuamasi oleh bakteri
yang ada di dalamnya
Tata
Laksana
Tidak dianjurkan
melakukan dilatasi atau retraksi yang dipaksakan pada penderitafimosis, karena
akan menimbulkan luka dan terbentuk sikatriks pada ujung prepusium
sebagaifimosis sekunder. Fimosis yang disertai balanitis xerotika obliterans
dapat dicoba diberikansalep deksametasone 0,1% yang dioleskan 3 atau 4 kali.
Diharapkan setelah pemberian selama6 minggu, prepusium dapat retraksi spontan.
Bila fimosis tidak
menimbulkan ketidaknyamanan dapat diberikan penatalaksanaan non-operatif,
misalnya seperti pemberian krim steroid topikal yaitu betamethasone selama
4-6minggu pada daerah glans penis.
Pada fimosis yang
menimbulkan keluhan miksi, menggelembungnya ujung prepusiumpada saat miksi,
atau fimosis yang disertai dengan infeksi postitis merupakan indikasi untukdilakukan
sirkumsisi. Tentunya pada balanitis atau postitis harus diberi antibiotika
dahulusebelum dilakukan sirkumsisi.
Fimosis yang harus
ditangani dengan melakukan sirkumsisi bila terdapat obstruksi
danbalanopostitis. Bila ada balanopostitis, sebaiknya dilakukan sayatan dorsal
terlebih dahulu yangdisusul dengan sirkumsisi sempurna setelah radang
mereda.Secara singkat teknik operasi sirkumsisi dapat dijelaskan sebagai
berikut : Setelah penderita diberi narkose, penderita di letakkan dalam posisi
supine. Desinfeksilapangan pembedahan dengan antiseptik kemudian dipersempit
dengan linen steril. Preputiumdi bersihkan dengan cairan antiseptik pada
sekitar glans penis. Preputium di klem pada 3tempat. Prepusium di gunting pada
sisi dorsal penis sampai batas corona glandis. Dibuat teugelpada ujung insisi.
Teugel yang sama dikerjakan pada frenulum penis. Preputium kemudian dipotong
melingkar sejajar dengan korona glandis. Kemudian kulit dan mukosa dijahit
denganplain cut gut 4.0 atraumatik interupted.
Hati- hati komplikasi
operasi pada sirkumsisi yaitu perdarahan. Pasca bedah penderitadapat langsung
rawat jalan, diobservasi kemungkinan komplikasi yang membahayakan jiwapenderita
seperti perdarahan.Pemberian antibiotik dan analgetik.
Komplikasi
Ada beberapa komplikasi yang dapat timbul
akibat fimosis, yaitu :
· Ketidaknyamanan/nyeri
saat berkemih
· Akumulasi
sekret dan smegma di bawah preputium yang kemudian terkena infeksisekunder dan
akhirnya terbentuk jaringan parut.
· Pada
kasus yang berat dapat menimbulkan retensi urin.
· Penarikan
prepusium secara paksa dapat berakibat kontriksi dengan rasa nyeri
danpembengkakan glans penis yang disebut parafimosis.
· Pembengkakan/radang
pada ujung kemaluan yang disebut ballonitis.
· Timbul
infeksi pada saluran air seni (ureter) kiri dan kanan, kemudian
menimbulkankerusakan pada ginjal.
· Fimosis
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kanker penis
XI.
HIPOSPADIA
Pengertian
Hipospadia adalah salah satu kelainan bawaan
pada anak-anak yang sering ditemukan dan mudah untuk mendiagnosanya. Hipospadia
adalah suatu keadaan dimana lubang uretra terdapat dipenis bagian bawah, bukan
diujung penis. Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada 3
diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia bervariasi, kebanyakan
lubang uretra terletak didekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk
hipospadia yang lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat ditengah batang
penis atau pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau
dibawah skrotum.
Insiden
Hipospadia terjadi 1:300 kelahiran bayi
laki-laki hidup di Amerika Serikat. Kelainan ini terbatas pada uretra anterior.
Pemberian estrogen dan progestin selama kehamilan diduga meningkatkan
insidensinya. Jika ada anak yang hipospadia maka kemungkinan ditemukan 20%
anggota keluarga yang lainnya juga menderita hipospadia. Meskipun ada riwayat
familial namun tidak ditemukan ciri genetik yang spesifik.
Embriologi
Pada embrio yang berumur 2 minggu baru
terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan
di tengah-tengah yaitu mesoderm yang kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan
ektoderm dan endoderm, sedangkan di bagian kaudalnya tetap bersatu membentuk
membran kloaka. Pada permulaan minggu ke-6, terbentuk tonjolan antara umbilical
cord dan tail yang disebut genital tubercle. Di bawahnya pada
garis tengah terbenuk lekukan dimana di bagian lateralnya ada 2 lipatan
memanjang yang disebut genital fold.
Selama minggu ke-7, genital tubercle
akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk primordial dari penis
bila embrio adalah laki-laki, bila wanita akan menjadi klitoris. Bila terjadi
agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk, sehingga
penis juga tak terbentuk.
Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu
membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu genital
fold akan membentuk sisi-sisi dari sinus urogenitalia. Bila genital fold
gagal bersatu di atas sinus urogenitalia, maka akan terjadi hipospadia.
Etiologi
Penyebab pasti hipospadia tidak diketahui
secara pasti. Beberapa etiologi dari hipospadia telah dikemukakan, termasuk
faktor genetik, endokrin, dan faktor lingkungan. Sekitar 28% penderita
ditemukan adanya hubungan familial.
Beberapa factor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain
:
1.
Gangguan dan
ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini adalah hormone androgen yang mengatur
organogenesis kelamin (pria). Pembesaran tuberkel genitalia dan
perkembangan lanjut dari phallus dan uretra tergantung dari kadar testosteron
selama proses embriogenesis. Jika testis gagal memproduksi sejumlah testosteron
. Atau biasa juga karena reseptor hormone androgennya
sendiri di dalam tubuh yang kurang atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone
androgen sendiri telah terbentuk cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak
ada tetap saja tidak akan memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim
yang berperan dalam sintesis hormone androgen androgen
converting enzyme (5 alpha-reductase) tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2.
Genetika
Terjadi karena gagalnya sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena
mutasi pada gen yang mengode sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari
gen tersebut tidak terjadi.
3.
Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi
Hipospadia sering disertai kelainan penyerta
yang biasanya terjadi bersamaan pada penderita hipospadia. Kelainan yang sering
menyertai hipospadia adalah :
1. Undescensus
testikulorum (tidak turunnya testis ke skrotum)
2. Hidrokel
3. Mikophalus
/ mikropenis
4. interseksualitas
Klasifikasi
Klasifikasi hipospadia yang
sering digunakan yaitu berdasarkan lokasi meatus yaitu :
1. Glandular,
muara penis terletak pada daerah proksimal glands penis
2. Coronal,
muara penis terletak pada daerah sulkus coronalia
3. Penile
shaft
4. Penoscrotal
5. Perinea
Pengklasifikasian hipospadia
menurut letak muara uretranya antara lain :
1. Anterior
yang terdiri dari tipe glandular dan coronal
2. Middle
yang terdiri dari distal penile, proksimal penile, dan penoscrotal
3. Posterior
yang terdiri dari tipe scrotal dan perineal.
Gejala Hipospadia
Beberapa gejala Hipospadia adalah :
1. Lubang
penis tidak terdapat diujung penis, tetapi berada dibawah atau didasar penis
2. Penis
melengkung kebawah
3. Penis
tampak seperti berkerudung, karena adanya kelainan pada kulit depan penis
4. Jika
berkemih, anak harus duduk
Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada
pemeriksaan inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat didiagnosis pada
pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi sebelum kelahiran,
maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah bayi lahir.
Pada orang dewasa yang menderita hipospadia
dapat mengeluhkan kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat
menyebabkan batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan
seksual. Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus
miksi dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan
infertilitas.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yaitu urethtroscopy dan cystoscopy untuk memastikan
organ-organ seks internal terbentuk secara normal. Excretory urography
dilakukan untuk mendeteksi ada tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan
ureter
Diagnosis bias juga ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di pangkal penis,
mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa kelainan bawaan
lainnya.Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak disunat. Kulit depan
penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian pembedahan biasanya
telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada saat ini, perbaikan
hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18 bulan. Jika tidak
diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang air pada anak dan
pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam melakukan hubungan
seksual.
Diagnosis
Banding
1.
Ambiguous Genitalia
Genitalia ambigua
adalah kelainan bentuk genitalia eksterna/fenotip yang tidak jelas laki atau
perempuan.
Beberapa keadaan
di bawah ini harus dipertimbangkan sebagai kasus genitalia ambigua yang perlu
mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut :
Tampak laki-laki:
1.
Kriptorkismus bilateral.
2.
Hipospadia dengan skrotum
bifidum.
3.
Kriptorkismus dengan hipospadia
4.
Inderteminate/meragukan
5.
Genitalia ambigua
Tampak Perempuan
1.
Clitoromegali
2.
Vulva yang sempit
3.
Kantong hernia inguinalis
berisi gonad
Beberapa
sindrom berhubungan dengan genitalia ambigua, misalnya sindrom
Smith-Lemli-Opitz, Robinow, Denys-Drash, WAGR (Wilms Tumor, Aniridia, Genitourinary
malformation, and Retardation) dan Beckwith-Wiedemann.
2.
Anomali Genitalia
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan hipospadia adalah dengan
jalan pembedahan. Tujuan prosedur pembedahan pada hipospadia adalah:
1.
Membuat penis yang lurus dengan
memperbaiki chordee
2.
Membentuk uretra dan meatusnya
yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti)
3.
Untuk mengembalikan aspek
normal dari genitalia eksterna (kosmetik)
Pembedahan dilakukan berdasarkan keadaan
malformasinya. Pada hipospadia glanular uretra distal ada yang tidak terbentuk,
biasanya tanpa recurvatum, bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap
lokal (misalnya, prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and
glanuloplasty], termasuk preputium plasty).
Operasi sebaiknya dilaksanakan pada saat
usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan bahwa
pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu “spesial”, dan
berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang lain biasanya
miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya
dengan jongkok aga urin tidak “mbleber” ke mana-mana. Anak yang menderita
hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan
operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup
lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain :
1.
Meluruskan penis yaitu
orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada
penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan
fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah
mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup
sulcus uretra.
2.
(Uretroplasty). Tahap kedua ini
dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis.
Uretroplasty yaitu membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang
nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya
melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan
penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum
maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter akan memasang
sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara
dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih)
melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah
umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
Evaluasi
Setelah menjalani operasi, perawatan paska
operasi adalah tindakan yang amat sangat penting. Orang tua harus dengan
seksama memperhatikan instruksi dari dokter bedah yang mengoperasi. Biasanya
pada lubang kencing baru (post uretroplasty) masih dilindungi dengan kateter
sampai luka betul-betul menyembuh dan dapat dialiri oleh air kencing. Di bagian
supra pubik (bawah perut) dipasang juga kateter yang langsung menuju kandung
kemih untuk mengalirkan air kencing.
Tahapan penyembuhan biasanya kateter diatas
di non fungsikan terlebih dulu sampai seorang dokter yakin betul bahwa hasil
uretroplasty nya dapat berfungsi dengan baik. Baru setelah itu kateter dilepas.
Komplikasi paska operasi yang terjadi :
1. Edema/pembengkakan
yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga
terbentuknya hematom/ kumpulan darah dibawah kulit, yang biasanya dicegah
dengan balut tekan selama 2 sampai 3 hari paska operasi.
2. Fitula
uretrokutan, merupakan komplikasi yang tersering dan ini digunakan sebagai
parameter untuk menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur operasi satu tahap
saat ini angka kejadian yang dapat diterima adalah 5-10% .
3. Struktur,
pada proksimal anastomosis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari
anastomosis.
4. Divertikulum,
terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu lebar, atau adanya stenosis
meatal yang mengakibatkan dilatasi yang lanjut.
5. Residual
chordee/rekuren chordee, akibat dari rilis korde yang tidak sempurna, dimana
tidak melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan skar yang
berlebihan di ventral penis walaupun sangat jarang. 6. Rambut dalam uretra,
yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau pembentukan batu
saat pubertas.
6. Untuk
menilai hasil operasi hipospadia yang baik, selain komplikasi fistula
uretrokutaneus perlu diteliti kosmetik dan ‘stream’ (pancaran kencing) untuk
melihat adanya stenosis, striktur dan divertikel.
XII.
KELAINAN METABOLIK DAN ENDOKRIN
Pengertian
Metabolisme adalah proses pengolahan
(pembentukan dan penguraian) zat -zat yang diperlukan oleh tubuh agar tubuh
dapat menjalankan fungsinya. Kelainan metabolisme seringkali disebabkan oleh
kelainan genetik yang mengakibatkan hilangnya enzim tertentu yang diperlukan
untuk merangsang suatu proses metabolisme. Bayi yang lahir dengan gangguan
metabolisme bawaan mengalami kekurangan enzim yang esensial dalam reaksi
biokimia tubule atau defisiensi jumlah enzim tersebut. Semua makanan yang
diingesti dipecah menjadi lemak, protein, karbohidrat, vitamin, dan mineral
yang kemudian dimetabolisme oleh enzim. Suatu defisiensi enzim, seperti yang
terlihat pada gangguan metabolisme bawaan, menghambat rantai reaksi biokimia
yang biasa, yang disebut jalur metabolik, dari kejadian yang sebenarnya. Selain
itu, rantai abnormal zat metabolik terbentuk karena adanya suatu defisiensi
pada kunci enzim normal, yang dapat mengakibatkan sejumlah hasil yang tidak
diharapkan, seperti yang dapat dilihat pada gangguan metabolisme bawaan.
Gangguan metabolik pada bayi baru
lahir tidak perlu diidentifikasi di rumah sakit karena manifestasi klinisnya
mungkin tidak menjadi nyata sampai beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan
setelahnya. Manifestasi klinis dapat spesifik atau umum, bergantung pada
gangguannya.
Di masa yang akan datang, terapi
berbasis gen dapat memberikan pilihan harapan untuk mengoreksi defisiensi enzim
atau substrat. Kebanyakan kelainan metabolisme bawaan diturunkan sebagai sifat
resesif autosom, sehingga riwayat kematian dalam periode neonatus pada keluarga
dekat akan meningkatkan kecurigaan terhadap diagnosis kelainan metabolisme
bawaan.
Sistem endokrin
adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran
(ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk mempengaruhi organ-organ lain. Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh
aliran darah ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan
"pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem
endokrin tidak memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.
Sistem endokrin
terdiri dari sekelompok organ (kadang disebut sebagai kelenjar sekresi
internal), yang fungsi utamanya adalah menghasilkan dan melepaskan
hormon-hormon secara langsung ke dalam aliran darah.
Hormon berperan
sebagai pembawa pesan untuk mengkoordinasikan kegiatan berbagai organ tubuh.
Jika kelenjar
endokrin mengalami kelainan fungsi, maka kadar hormon di dalam darah bisa
menjadi tinggi atau rendah, sehingga mengganggu fungsi tubuh. Untuk mengendalikan fungsi endokrin, maka pelepasan setiap hormon harus
diatur dalam batas-batas yang tepat.
Jenis-Jenis Kelainan Metabolik
dan Endokrin
1.
Kelainan
Metabolik
· Galaktosemia
Galaktosemia
(kadar galaktosa yang tinggi dalam darah) biasanya Kelainan ini merupakan kelainan
bawaan. Tidak adanya enzim yang dapat merombak laktosa pada bayi yang baru
lahir, sehingga tidak dapat meminum ASI dari ibunya karena mengandung
galaktosa. Kelainan ini bila dibiarkan dapat menyebabkan kerusakan mata, hati,
dan otak. Sekitar 1 dari 50.000-70.000 bayi terlahir tanpa enzim tersebut. Jika
kadar galaktosanya tinggi, galaktosa dapat melewati plasenta dan sampai ke
janin, menyebabkan katarak.
Susu dan
hasil olahan susu (yang merupakan sumber dari galaktosa) tidak boleh diberikan
kepada anak yang menderita galaktosemia. Demikian juga halnya dengan beberapa
jenis buah-buahan, sayuran dan hasil laut (misalnya rumput laut). Seorang
wanita yang diketahui membawa gen untuk penyakit ini sebaiknya tidak
mengkonsumsi galaktosa selama kehamilan. Seorang wanita hamil yang menderita
galaktosemia juga harus menghindari galaktosa. Penderita galaktosemia harus
menghindari galaktosa seumur hidupnya.
Pada masa
pubertas dan masa dewasa, anak perempuan seringkali mengalami kegagalan ovulasi
(pelepasan sel telur) dan hanya sedikit yang dapat hamil secara alami.
· Fenilketonuria
Merupakan
suatu penyakit penderita memiliki asam fenilketonuria yang berlebih sehingga
merusak sistem saraf serta yang mempengaruhi pengolahan protein oleh tubuh
dapat menyebabkan ketidakmampuan belajar sampai keterbelakangan mental. Bayi
yang terlahir dengan fenilketonuria tampak normal, tetapi jika tidak diobati
mereka akan mengalami gangguan perkembangan yang baru terlihat ketika usianya
mencapai 1 tahun. Dalam keadaan normal, fenilalanin diubah menjadi tirosin dan
dibuang dari tubuh. Tanpa enzim tersebut, fenilalanin akan tertimbun di dalam
darah dan merupakan racun bagi otak.
Fenilketonuria
pada wanita hamil memberikan dampak yang besar terhadap janin yang
dikandungnya, yaitu menyebabkan keterbelakangan mental dan fisik.
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan tinginya kadar fenilalanin dan rendahnya kadar tirosin.
Semua sumber protein alami mengandung 4% fenilalanin, karena itu mustahil untuk
mengkonsumsi protein dalam jumlah yang cukup tanpa melebihi jumlah fenilalanin
yang dapat diterima. Karena itu sebagai pengganti susu dan daging, penderita
harus makan sejumlah makanan sintetis yang menyediakan asam amino lainnya.
Penderita boleh memakan makanan alami rendah protein, seperti buah-buahan, sayur-sayuran
dan gandum dalam jumlah tertentu.
· Intoleransi Fruktosa
Intoleransi
fruktosa adalah suatu penyakit keturunan dimana tubuh tidak dapat menggunakan
fruktosa karena tidak memiliki enzim fosfofruktaldolase
Sebagai akibatnya, fruktose 1-fosfatase (yang
merupakan hasil pemecahan dari fruktosa) tertimbun di dalam tubuh, menghalangi
pembentukan glikogen dan menghalangi perubahan glikogen menjadi glukosa sebagai
sumber energi.
Mencerna
fruktosa atau sukrosa (yang dalam tubuh akan diuraikan menjadi fruktosa, kedua
jenis gula ini terkandung dalam gula meja) dalam jumlah yang lebih. Jika
penderita terus mengkonsumsi fruktosa, bisa terjadi kerusakan ginjal dan hati
serta kemunduran mental.
2.
Kelainan
Endokrin
· Hipotiroidisme Kongenital
Hormon
tiroid yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok) dibutuhkan
sepanjang hidup manusia untuk mempertahankan metabolisme serta fungsi organ dan
peranannya sangat kritis pada bayi yang sedang tumbuh pesat. Hipotiroidisme terjadi jika bayi tidak memiliki kelenjar tiroid
atau jika kelenjar tiroid tidak terbentuk secara sempurna. Kelenjar tiroid
tidak terbentuk atau abnormal dan kelenjar pituitari tidak dapat merangsang
pembentukan hormon tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga menyebabkan cacat
pembentukan atau abnormalitas hormon tiroid. Hipotiroidisme kongenital
disebabkan oleh kekurangan iodium dan hormon tiroid yang terjadi sebelum atau
segera sesudah penderita dilahirkan. Hipotiroidisme kongenital atau kretinisme
ini mungkin sudah timbul sejak lahir atau menjadi nyata dalam beberapa bulan
pertama kehidupan. Hormon tiroid adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
tiroid (kelenjar gondok) yang terletak di bagian depan leher. Produksi hormon
tiroid memerlukan bahan baku yodium. Hormon ini berperan besar dalam proses
pertumbuhan seorang anak dan juga dalam beberapa fungsi penting tubuh yng lain
seperti fungsi metabolisme dan pengaturan cairan tubuh. Pembentukan hormon
tiroid merupakan suatu proses lingkaran umpan balik dari otak - kelenjar tiroid
- hormon tiroid dalam darah yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Kekurangan
hormon tiroid sejak lahir (hipotiroid kongenital) bila tidak diketahui dan
diobati sejak dini akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
· Hiperplasia
Adrenal Konginetal
Hiperplasia adrenal kongenital disebabkan oleh hambatan metabolik dalam
sintesis hidrokortison. Pada anak homozigot dengan mutasi gen resesif
autosomal, tidak ditemukan enzim hidroksilase 21. Keadaan ini mengakibtakan dua
hal yaitu kortokosteroid dan mineralokortikoid yang beredar dalam tubuh tidak
cukup dan produksi hormone korteks adrenal berlebih karena peningkatan produksi ACTH
oleh hipofisis.
· Defisiensi
Growth Hormone
Defisiensi
Growth Hormone gangguan ini ditandai dengan gagalnya pertumbuhan, yang
seringkali dikaitkan dengan kegagalan kematangan seksual. Merupakan salah satu
hormon penting yang mengatur pertumbuhan panjang anak. HP tidak berperan
penting selama di dalam kandungan, peran yang besar terjadi justru setelah anak
lahir.
Etiologi
1.
Kelainan
metabolik yaitu :
Galaktosemia
disebabkan oleh kekurangan enzim galaktose 1-fosfat uridil transferase,
kekurangan galaktokinase, kekurangan galaktose 6-fosfat epimerase.
Ketidakmampuan mekanisme galaktosa terjadi akumulasi galaktosa dalam darah yang
dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, mata dan lain-lain.
Fenilketonuria
(Fenilalaninemia, Fenilpiruvat oligofrenia) adalah suatu penyakit keturunan
disebabkan karena tubuh tidak memiliki enzim pengolah asam amino
fenilalanin yang diubah menjadi tirosin, sehingga menyebabkan kadar
fenilalanin yang tinggi di dalam darah, yang berbahaya bagi tubuh.
Intoleransi
Fruktosa disebabkan oleh kekurangan protein (aldose B) dan memiliki enzim
fosfofruktaldolase untuk memecah fruktosa.
2.
Kelainan
endokrin yaitu :
Hipotiroidisme
Konginetal bisa disebabkan oleh berbagai kelainan seperti misalnya kelainan
anatomis berupa tidak terbentuknya kelenjar tiroid (agenesis/ atiroid),
hipotrofi, atau kelenjar terletak tidak pada tempatnya (ektopik). Selain itu
kelainan genetik, kekurangan atau kelebihan iodium, serta gangguan sintesis
hormon tiroid atau dishormogenesis juga dapat menyebabkan hipotiroidisme
kongenital.
Hiperplasia
Adrenal Konginetal disebabkan kekurangan enzim hidroksilase 21 yang diperlukan kelenjar adrenal untuk membentuk
hormon kortisol dan aldosteron karena kelebihan androgen.
Defisiensi
Growth Hormone disebabkan defisiensi hormone pertumbuhan (growth hormone / GH)
merupakan penyebab gagal tumbuh yang sering dijumpai atau berhubungan dengan
defisiensi hormone hipofisis lain.
Tanda dan Gejala Kelainan Metabolisme dan Endokrin
1.
Kelainan
Metabolik
Pada saat
lahir, neonatus dengan gangguan metabolik biasanya normal, namun beberapa jam
setelah melahirkan timbul tanda-tanda dan gejala-gejala seperti alergi, nafsu
makan yang rendah, konvulsi dan muntah-muntah. Kelainan metabolisme bawaan
dapat terjadi akibat gangguan metabolisme asam amino, gangguan metabolisme
lipid atau asam lemak, gangguan metabolisme karbohidrat dan gangguan
metabolisme mukopolisakarida.
· Galaktosemi
Pada awalnya
mereka tampak normal, tetapi beberapa hari atau beberapa minggu kemudian,
gejala yang muncul adalah nafsu makannya akan berkurang, muntah, diare, tampak
kuning dan pertumbuhannya yang normal terhenti. Hati membesar, di dalam
air kemihnya ditemukan sejumlah besar protein dan asam amino, terjadi
pembengkakan jaringan dan penimbunan cairan dalam tubuh.
Jika
pengobatan tertunda, anak akan memiliki tubuh yang pendek dan mengalami
keterbelakangan mental. Dan banyak yang menderita menderita katarak.
· Fenilketonuria
Secara umum
gejala ringan maupun berat dari Fenilketonuria antara lain:
Pada saat
bayi baru lahir biasanya tidak ditemukan gejala. Kadang bayi tampak mengantuk
atau tidak mau makan, kejang, tremor. Bayi cenderung memiliki kulit, rambut dan
mata yang berwarna lebih terang dibandingkan dengan anggota keluarga lainnya
yang tidak menderita penyakit ini. Beberapa bayi mengalami ruam kulit, perilaku
autis dan gangguan pemusatan perhatian serta hiperaktivitas dan pertumbuhan
terhambat. Bayi terlahir dengan kepala yang kecil (mikrosefalus) dan penyakit
jantung. Jika tidak diobati, bayi akan segera mengalami keterbelakangan mental,
yang sifatnya biasanya berat.
· Intoleransi
Fruktosa
Gejalanya
terlihat saat bayi mulai makan buah atau makanan mengandung sukrosa atau minum
susu formula, kejang, rewel, sulit makan, muntah, ikterik.
2.
Kelainan
Endokrin
Tanda dan
gejala pada kelainan endokrin tergantung pada kerenjar endokrin yang mengalami
kelainan.
· Hipotiroidisme
Konginetal
Gejalanya pada bayi baru lahir, hipotiroidisme menyebabkan kretinisme (hipotiroidisme
neonatorum), yang ditandai dengan
rambut kering dan rapuh, ikterik, sulit makan, kehilangan tonus otot, konstipasi, suara menangis yang serak, selalu mengantuk, bergerak lambat, perawakan pendek, dan pertumbuhan tulang yang lambat. Jika tidak segera diobati, hipertiroidisme bisa menyebabkan keterbelakangan mental. Hipotiroidisme congenital dua kali lebih banyak pada anak laki-laki.
rambut kering dan rapuh, ikterik, sulit makan, kehilangan tonus otot, konstipasi, suara menangis yang serak, selalu mengantuk, bergerak lambat, perawakan pendek, dan pertumbuhan tulang yang lambat. Jika tidak segera diobati, hipertiroidisme bisa menyebabkan keterbelakangan mental. Hipotiroidisme congenital dua kali lebih banyak pada anak laki-laki.
· Hiperplasia
Adrenal Kongenital
Gejala klinis tergantung pada jenis kelamin anak. Anak perempuan mengalami
alat kelamin abnormal, klitoris membesar, dan terjadi fusi labia yang dapat
menyulitkan penetuan jenis kelamin saat lahir. Anak laki – laki memiliki alat
kelamin normal. Sebagian besar anak dengan keadaan ini kekurangan mineralokortikoid
yang timbul pada minggu pertama karena kehilangan garam. Khasnya terdapat
riwayat muntah dan dehidrasi berat. Beberapa anak tampak sakit berat yaitu,
lemah, muntah, diare, malas minum, dehidrasi dan dapat mematikan bila tidak dikenali dan diterapi.
· Defisiensi
Growth Hormon
Gejalanya
pertambahan tinggi lambat atau tidak ada, balita yang tumbuh lambat, perawakan
pendek, perkembangan seksual, sakit kepala, haus berlebih dengan BAK
berlebihan, peningkatan volume urin.
Faktor Penyebab
1.
Kelainan
Metabolik
Diduga suatu
galaktosemia jika pada pemeriksaan laboratorium, di dalam air kemih ditemukan
galaktosa dan galaktose 1-fostate. Untuk memperkuat diagnosis, dilakukan
pemeriksaan darah dan sel-sel hati, yang akan menunjukkan tidak adanya enzim
galaktose 1-fosfat uridil transferase.
Fenilketonuria
disebabkan kekurangan enzim fenilalanin hidroksilase dan akumulasi
fenilalanin.
intoleransi
Fruktosa disebabkan penurunan gula darah dan akumulasi bahan berbahaya dalam
hati. Karier (pembawa gen untuk penyakit ini tetapi tidak menderita penyakit
ini) dapat ditentukan melalui analisa DNA dan membandingkannya dengan DNA
penderita dan DNA orang normal.
2.
Kelaian
Endokrin
Hipotirodisme
kongenital dapat disebabkan pada bayi dari ibu penderita hipertioidisme atau
ibu yang mendapat obat tiroid pada waktu hamil. Pada sebagian besar penderita
mula-mula kelenjar mengalami tiroiditis yaitu peradangan pada kelenjar tiroid.
Keadaan ini menyebabkan kemunduran pada kelenjar tersebut dan akhirnya akan
timbul fibrosis pada kelenjar tiroid. Hasil akhirnya adalah berkurangnya atau
tidak adanya sekresi hormon tiroid sama sekali.
Hiperplasia
adrenal kongenital disebabkan karena peninggian kadar kalium dan penurunan
kadar natrium dalam serum.
Defisiensi
Growth Hormone disebabkan oleh kelenjar pituitari kurang memproduksi hormon
pertumbuhan.
Penatalaksanaan
1.
Penanganan
Kelainan Metabolik
Galaktosemia
jika diobati secara adekuat, tidak akan terjadi keterbelakangan mental. Tetapi
tingkat kecerdasannya lebih rendah dibandingkan dengan saudara kandungnya dan
sering ditemukan gangguan berbicara.
Fenilketonuria
dengan mencegah terjadinya keterbelakangan mental, pada minggu pertama
kehidupan bayi, asupan fenilalanin harus dibatasi. Pembatasan yang dimulai
sedini mungkin dan terlaksana dengan baik, memungkinkan terjadinya perkembangan
yang normal dan mencegah kerusakan otak. Jika pembatasan ini tidak dapat
dipertahankan, maka anak akan mengalami kesulitan di sekolah. Pembatasan yang
dimulai setelah anak berumur 2-3 tahun hanya bisa mengendalikan hiperaktivitas
yang berat dan kejang. Pembatasan asupan fenilalanin sebaiknya dilakukan
sepanjang hidup penderita. Jika selama hamil dilakukan pengawasan ketat
terhadap kadar fenilalanin pada ibu, biasanya bayi yang lahir akan normal.
Pengobatan meliputi pembatasan asupan fenilalanin. Phenylketonuria (PKU),
asupan makanan anak harus rendah kadar phenylalanine, dan selalu harus
dilakukan monitoring kadar phenylalanine darah. Pengobatan
Fenilketonuria adalah diet ketat dengan sangat terbatas asupan fenilalanin,
yang kebanyakan ditemukan dalam makanan yang kaya protein. Jumlah yang aman
fenilalanin berbeda untuk setiap orang. Dokter akan menentukan jumlah yang aman
melalui diet teratur meninjau catatan, grafik pertumbuhan dan kadar
fenilalanin. Tes darah sering dapat membantu memantau jumalh fenilalanin
Orang dengan
fenilketonuria (PKU) baik bayi, anak-anak dan orang dewasa harus mengikuti diet
yang membatasi fenilalanin, yang kebanyakan ditemukan dalam makanan berprotein
tinggi. Contohnya adalah : daging sapi has dalam/tenderloin/top sirloin
yang rendah lemak (lean meat), dada ayam tanpa kulit, dada kalkun tanpa kulit,
ikan salmon, tuna, sarden, mackerel, putih telur, tahu dan tempe, keju cottage
rendah lemak, yoghurt rendah lemak, susu kedelai.
Intoleransi
Fruktosa pengobatan terdiri dari menghindari fruktosa (biasanya ditemukan dalam
buah-buahan yang manis), sukrosa dan sorbitol (pengganti gula) dalam makanan
sehari-hari. Serangan hipoglikemia diatasi dengan pemberian tablet glukosa,
yang harus selalu dibawa oleh setiap penderita intoleransi fruktosa.
2.
Penanganan
Kelainan Endokrin
Hipotiroidisme
Konginetal yaitu bisa dicegah dengan deteksi dini dan terapi dini. Kepada bayi baru lahir yang menderita hipotiroidisme diberikan hormon
tiroid untuk mencegah kerusakan otak. Sebaliknya penderita yang diobati
dengan hormon tiroid sebelum umur 3 bulan, dapat mencapai pertumbuhan dan IQ
yang mendekati normal. Memberikan hormon tiroid sintesis pada 6 minggu pertama.
Pada semua bayi baru lahir, kadar hormon tiroid dalam darah secara rutin
diukur pada umur 2 hari. Kekurangan hormon tiroid tidak dapat dicegah namun
gejala akibat kekurangan hormon tiroid dapat dicegah dengan pemberian pengganti
atau suplemen hormon tiroid dalam bentuk tablet. Pemberian obat ini harus
dimulai sedini mungkin (usia < 1 bulan) dan diberikan seumur hidup, terutama
pada usia 0-3 tahun. Dengan pemberian hormon tiroid yang teratur dan
terkontrol, anak dapat tumbuh dan berkembang secara normal. Penyakit hipotiroid
kongenital dapat dideteksi dengan tes skrining, yang dilakukan dengan
pemeriksaan darah pada bayi baru lahir atau berumur 3 hari atau minimal 36 jam
atau 24 jam setelah kelahiran. Dengan diagnosis/skrining dan pemberian suplemen
hormon tiroid sedini mungkin gangguan pertumbuhan dan retardasi mental dapat
dicegah dan anak diharapkan akan tumbuh dan berkembang secara normal.
Hiperplasia
Adrenal Konginetal dengan menemukan kadar prekusor
kortison meningkat dan pada anak yang kehilangan garam, kadar natrium serum
rendah serta kadar kalium meningkat maka dengan memberikan larutan garam NaCL
0,9% tambah larutan glukosa seta pemberian kortikosteroid dosis tinggi. Terapi yang diberikan adalah pengganti hormon seumur hidup. Dosis harus
ditingkatkan saat anak sakit mengalami stress. Anak peremupuan mungkin memerlukan
bedah plastik pada alat kelamin
Defisiensi Growth Hormone dengan pemberian
hormon pertumbuhan (dalam jumlah yang sangat sedikit). Jika terlalu banyak
hormon pertumbuhan memicu pertumbuhan berlebih.Suntikan GH manusia dapat
diberikan dibawah supervise ahli pengawasan ketat. GH juga telah digunakan
untuk menterapi anak dengan postur pendek.
Asuhan Kebidanan
Asuhan kebidanan yang dapat
diberikan kepada neonatus yang memiliki kelainan metabolik dan endokrin yaitu :
Sebagian besar penyakit bawaan pada
bayi yang memiliki kelaian metabolik dan endokrin disebabkan oleh kelainan
genetik dan kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol, rokok dan
narkotika. Sampai saat ini, banyaknya kasus kematian bayi disebabkan oleh
pengetahuan ibu yang kurang, meskipun begitu tetap disertai faktor penyebab
lainnya.
Sebagai seorang bidan seharusnya
kita menganjurkan pada ibu hamil sebaiknya selama hamil harus menjaga makanan
yang dikonsumsi seperti galaktosa selama kehamilan serta kebiasaan buruk selama
hamil seperti tidak mengkonsumsi alkohol, rokok dan narkotika yang akan
berakibat fatal bagi janinnya. Selama hamil dilakukan pengawasan ketat terhadap
kadar fenilalanin pada ibu, jangan mengonsumsi makanan yang kaya protein dan
ibu selama hamil juga harus menghindari fruktosa.
Diharapkan seorang bidan dapat
melakukan penanganan secara terpadu. Ketika seorang bidan menemui masalah
dengan bayi yang memilki kelainan metabolik dan endokrin setidaknya dapat
memberikan pertolongan pertama asuhan neonatus dengan tujuan meminimalisir
angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi, sehingga tugas mutlak seorang
bidan dan terpenuhi dengan baik, tetapi jika kondisi lebih parah sebaiknya
segera merujuknya atau bawa ke dokter untuk segera memperoleh pertolongan yang
tepat.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sudarti, M.Kes, Khoirunnisa Endang,
SST.Keb, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.
2.
Betz, Cecily, dkk. 2002. Buku Saku Keperawatan
Pedriatik. Jakarta ; EGC.
3.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar
Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.
4.
Nelson. 1993. Ilmu Kesehatan Anak bagian
2. Jakarta; Fajar Interpratama.
5.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta : EEC.
6.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.
Jakarta : EEC.
7.
Wong, Dona L.2004. Pedoman Klinis
Keperawatan Pedriatik. Jakarta : EEC.
8.
Gruendemann, Barbara. 2006. Perawatan
Perioperatif. Jakarta : EGC
9.
Rukiyah, Ai Yeyeh. 2010. Asuhan
Neonatus Bayi dan Balita. Jakarta : TIM
10.
Catzel, pincus.1990.Kapita
Selekta Pediatri Edisi 2.Jakarta:EGC
11. Dongoes, M.F.1999.Rencana Asuhan
Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan
12. Jong, Wim D. 2004. Buku Ajar Ilmu
Bedah ed.2. EGC: Jakarta.
13. Snell, Richard S. 2006. Anatomi
Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran ed. 6. EGC: Jakarta
14. Pembahasan
Jurnal : Pseudo-obstruction of
the Extrahepatic Bile Duct Due to Artifact from Arterial Pulsatile Compression:
A Diagnostic Pitfall of MR Cholangiopancreatography1
15.
Anggraini, DG
2005. Anatomi dan Aspek Klinis Diafragma
Thorax, USU Press, Medan.
16.
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia 1998. Buku Kuliah 1 Ilmu kesehatan Anak, Infomedika, Jakarta
17.
Anonima 2010,
Hernia Diafragmatika, Bedah UGM, diakses 3 Januari 2011, <
http://www.bedahugm.net/hernia-diafragmatika/ >
18.
Fahmi 2010,
Hernia Diafragmatika, UM Community, diakses tanggan 4 Januari 2011,
21.
Read more: http://ilmu-pasti-pengungkap-kebenaran.blogspot.com/2011/11/makalah-labio-skizis-dan.html#ixzz1t0fwFkJr
24.
http://id.wikipedia.org/wiki/Penyakit_Hirschsprung
No comments:
Post a Comment