Friday, September 5, 2014

PONED dan PONEK, DESA SIAGA


PONED dan PONEK, DESA SIAGA


1.1  Latar Belakang
      Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia, merupakan suatu masalah yang sejak tahun 1990-an mendapat perhatian besar dari berbagai pihak. AKI di Indonesia tahun 2003 adalah 307/100.000 kelahiran hidup dan penurunan AKI pada tahun tersebut mencapai 32% dari kondisi tahun 1990. Keadaan ini masih jauh dari target harapan yaitu 75% atau 125/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 35/1000 kelahiran hidup pada tahun 2010 (Dinas kesehatan Provinsi Lampung, 2006 : 1). Penyebab kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Menurut data Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 sebab kematian ibu karena perdarahan 28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, komplikasi puerperium 8%, emboli Obstetri 3% dan lain-lain 11%. Sedangkan penyebab kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia 27%, masalah pemberian minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi 5% dan lain-lain 13% (Rachmawaty, 2006 : 1)Upaya menurunkan AKI dan AKB beberapa upaya telah dilakukan. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun 1987 telah dimulai program safe motherhood dan mulai tahun 2001 telah dilancarkan Rencana Strategi Nasional making pregnancy safer (MPS). Adapun pesan kunci MPS adalah : (1) Setiap persalinan, ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih; (2) Setiap komplikasi Obstetri dan neonatal mendapatkan pelayanan yang adekuat; (3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Realisasi dari MPS tersebut di tingkat Puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan, khususnya puskesmas dengan rawat inap dikembangkan menjadi Puskesmas mampu memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) (Koesno, 2004 : 3).Puskesmas mampu PONED menjadi tempat rujukan terdekat dari desa sebagai pembina bidan dan mendekatkan akses pelayanan kegawatdaruratan pada ibu hamil dan bersalin karena komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat diduga atau diramalkan sebelumnya (Dinas Kesehatan Provinsi 2006 : 1). Pengembangan Puskesmas mampu PONED dengan melatih tenaga dokter, perawat dan bidan serta melengkapi sarana dan prasarana sesuai syarat-syarat yang telah ditetapkan diharapkan dapat mencegah dan menangani komplikasi kehamilan dan persalinan sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB. Puskesmas Perawatan Panjang Kota dengan cakupan ibu hamil resiko tinggi 228 orang dari 1140 ibu hamil pada tahun 2006, (Laporan Puskesmas Rawat Inap KP Kotamadya Bandar Lampung 2007 : 1). Maka dari hasil evaluasi tahun 2006 Puskesmas Panjang ditunjuk untuk dikembangkan menjadi Puskesmas mampu PONED sejak bulan Oktober 2006 (Laporan Puskesmas Perawatan Panjang  2006 : Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul  Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas


  


BAB II
ISI
2.1 Definisi Puskesmas PONED
            PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar. PONED dilakukan di puskesmas induk dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang boleh memberikan PONED yaitu dokter, bidan, perawat, dan tim PONED puskesmas beserta penanggung jawab terlatih.     Puskesmas PONED adalah  puskesmas yang memiliki fasilitas dan kemampuan memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan obstetri dan  neonatal selama 24 jam. Sebuah Puskesmas PONED harus memenuhi standar yang  meliputi standar administrasi dan manajemen, fasilitas bangunan atau ruangan, peralatan dan obat-obatan, tenaga kesehatan dan fasilitas penunjang lain. Puskesmas PONED juga harus mampu memberikan pelayanan yang meliputi penanganan preeklampsi, eklampsi, perdarahan, sepsis, sepsis neonatorum, asfiksia, kejang, ikterus, hipoglikemia, hipotermi, tetanus neonatorum, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), sindroma gangguan  pernapasan dan kelainan kongenital.

2.1.1 Tujuan PONED
            PONED diadakan bertujuan untuk menghindari rujukan yang lebih dari 2 jam dan untuk memutuskan mata rantai rujukan itu sendiri. Agar tujuan diadakannya Puskesmas PONED ini tercapai, diperlukan pengelola yang memiliki kemampuan manajemen dan ketrampilan memadai. Selain pengelola PONED langsung, peran Kepala Puskesmas sebagai pengambil keputusan tertinggi di Puskesmas sangat menentukan keberlangsungan PONED. Kapasitas manajerial Kepala Puskesmas untuk memfasilitasi pengembangannnya sangat vital.





2.1.2 Syarat Puskesmas PONED
1.      Pelayanan buka 24  jam
2.      Mempunyai Dokter, bidan, perawat  terlatih PONED dan siap melayani 24 jam
3.      Tersedia alat transportasi siap 24  jam
4.      Mempunyai hubungan kerjasama dengan Rumah Sakit terdekat dan Dokter Spesialis Obgyn dan spesialis anak .


2.1.3 Tugas Puskesmas PONED
1.      Menerima rujukan dari fasilitas rujukan dibawahnya, Puskesmas pembantu dan Pondok bersalin Desa
2.      Melakukan pelayanan kegawatdaruratan obstetrik neonatal sebatas wewenang
3.      Melakukan rujukan kasus secara aman ke rumah sakit dengan penanganan pra hospital.

2.1.4 Indikator kelangsungan dari PUSKESMAS PONED adalah :
·         Kebijakan tingkat PUSKESMAS
·         SOP (Sarana Obat Peralatan)
·         Kerjasama RS PONED
·         Dukungan Diskes
·         Kerjasama SpOG
·         Kerjasama bidan desa
·         Kerjasama Puskesmas Non PONED
·         Pembinaan AMP
·         Jarak Puskesmas PONED dengan RS

            Adapun kualitas PONED dipantau melalui assesment yang dilakukan setiap enam bulan sekali untuk melihat indikator keberhasilan pelaksanaannya yang meliputi :
a)      Peningkatan pengetahuan dan kinerja klinis. Ini dilihat dari penilaian langsung dengan menggunakan daftar tilik dan evaluasi kinerja dari waktu ke waktu melalui audit klinis.
b)      Penghargaan positif dari masyarakat yang dilayani. Ini dilihat dari kunjungan PONED dari waktu ke waktu.
c)      Peningkatan moral pelaksanaan yang secara positif mempengaruhi retensi dan motivasi.

2.1.5 Pelayanan yang dilaksanakan Pelayanan PONED
1.      Pelayanan KIA/KB
2.      Pelayanan ANC & PNC
3.      Pertolongan Persalinan normal
4.       Pendeteksian Resiko tinggi Bumil
5.       Penatalaksanaan Bumil Resti
6.       Perawatan Bumil sakit
7.       Persalinan Sungsang                      
8.        Partus Lama                                   
9.        KPD                                            
10.    Gemeli                              
11.    Pre Eklamsia                     
12.   Perdarahan Post Partum
13.    Ab. Incomplitus
14.    Distosia Bahu
15.    Asfiksia
16.    BBLR
17.    Hypotermia
18.    Komponen pelayanan maternal
·         Pre eklamsia/eklamsia
·         Tindakan obstetri pada pertolongan persalinanm
·          Perdarahan postpartum
·         Infeksi nifas
19.  Komponen pelayanan neonatal
·         Bayi berat lahir rendah
·          Hipotermi
·         Hipoglikemi
·          Ikterus/hiperbilirubinemia
·          Masalah pemberian nutrisi
·           Asfiksia pada bayi
·          Gangguan nafas
·          Kejang pada bayi baru lahir
·           Infeksi neonatal
·          Rujukan dan transportasi bayi baru lahir

2.1.6 Hambatan dan kendala dalam penyelenggaraan PONED  yaitu :
1.      Mutu SDM yang rendah
2.      Sarana prasarana yang kurang
3.      Ketrampilan yang kurang
4.      Koordinasi antara Puskesmas PONED dan RS PONEK dengan Puskesmas Non PONED belum maksimal
5.      Kebijakan yang kontradiktif (UU Praktek Kedokteran)
6.      Pembinaan terhadap pelayanan emergensi neonatal belum memadai

2.1.7 Faktor pendukung keberhasilan PONED Puskesmas antara lain :
a)      Adanya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JKRS, Jamkesmas)
b)      Sistem rujukan yang mantap dan berhasil
c)       Peran serta aktif bidan desa
d)     Tersedianya sarana/prasarana, obat dan bahan habis pakai
e)      Peran serta masyarakat, LSM, lintas sektoral dan Stage Holder yang harmonis.
f)       Peningkatan mutu pelayanan perlu menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi serta kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan standart pelayanan minimal.

2.1.8 Kewenangan bidan di PONED
Dalam PONED bidan boleh memberikan :
1.      Injeksi antibiotika
2.      Injeksi uterotonika
3.      Injeksi sedativa
4.      Plasenta manual
5.      Ekstraksi vacuum

Keberlangsungan Puskesmas PONED sangat bergantung pada komitmen para pelaksananya. Adapun perkembangannya dipantau melalui assesment yang dilakukan setiap enam bulan sekali dan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Di luar itu, Puskesmas melakukan self assesment untuk mengevaluasi pencapaian dan ditindaklanjuti dengan upaya peningkatan kapasitas. Penyebaran informasi dan pengembangan ketrampilan terhadap seluruh petugas terkait menjadi sangat penting. Tim yang dilatih harus mampu memberikan informasi dan melakukan assesment pelaksanaan PONED di Puskesmas. Selain self assesment, juga dilakukan peer review yang dilakukan antar tenaga kesehatan maupun antar puskesmas. Dengan demikian, setiap personal akan berupaya meningkatkan kemampuannya. Tiap puskesmas diharapkan akan meningkat kualitas pelayanannya.
Untuk hal tersebut di atas, peran kepala Puskesmas sangat besar dalam menumbuhkan motivasi mengembangkan diri pada karyawan yang akhirnya akan berimbas pada peningkatan kualitas pelayanan. Hal tersebut hanya akan terjadi bila dalam Puskesmas tersebut ada semangat untuk belajar. Semangat dan motivasi untuk menjadi organisasi pembelajaran (learning organization).
Di samping yang sudah disebutkan di atas, untuk menjamin keberlangsungan program, perlu diciptakan suatu mekanisme untuk memelihara dan memutakhirkan ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan dalam praktek sehari – hari. Untuk hal tersebut, perlu pemantauan efektivitas program in-service training dan pendidikan berkelanjutan.
Selain peran Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas dan pengelola PONED di Puskesmas memiliki andil besar dalam pelaksanaan dan pemantauan kegiatan in-service training ini. Kepala Puskesmas harus mampu menjadi fasilitator dalam kegiatan ini. Dengan pelaksanaan in-service training yang efektif,  pelaksanaan PONED diharapkan akan semakin mantap dan berkelanjutan.  
Gambar puskesmas PONED

2.2 Definisi PONEK
            PONEK adalah Pelayan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumah Sakit, meliputi kemampuan untuk melakukan tindakan a) seksia sesaria, b) Histerektomi, c) Reparasi Ruptura Uteri, cedera kandung/saluran kemih, d) Perawatan Intensif ibu dan Neonatal, e) Tranfusi darah.           
            RS PONEK adalah rumah sakit yang digolongkan mampu memberikan pelayanan obstetri neonatal emergency komprehensif untuk ibu dan neonatal. Kegiatan disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS Kab/Kota untuk aspek obstetri ditambah dengan melakukan transfusi darah dan operasi sesar sedangkan aspek neonatal ditambah dengan kegiatan perawatan intensif oleh bidan/perawat terlatih emergency ( tidak termasuk NICU ) setiap saat. Rumah sakit PONEK menerima rujukan dari puskesmas PONED apabila terdapat kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang memerlukan penanganan seksio sesarea dan pemberian transfusi darah.

Kriteria/ persayaratan umun Rumah Sakit PONEK 24 jam
1.      Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergency baik secara umum maupun emergency obstetri neonatal.
2.      Dokter, bidan dan perawat telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit meliputi resusitasi neonatus, kegawat daruratan obetetri dan neonatus.
3.      Mempunyai standar operating prosedur penerimaan dan penanganan pasien kegawat daruratan obstetri dan neonatal.
4.      Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawat daruratan obstetri dan neonatus.
5.      Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang tertentu.
6.      Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar bersalin kurang dari 30 menit, pelayanan darah kurang dari 1 jam.
7.      Tersedia kamar operasi yang siap ( siaga 24 jam ) untuk melakukan operasi , bila kasus emergency obstetri atau umum.
8.      Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi dalam kurang dari 30 menit.
9.      Memiliki kru/awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan tugas sewaktu –waktu, meskipun on call.
10.  Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK . antara lain dokter kebidanan, dokter anak, dokter/ petugas anastesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis lain serta dokter umum, bidan dan perawat.
11.  Tersedia pelayanan darah yang siap 24 jam.
12.  Tersedia pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK, seperti Laboratorium dan Radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam, obat dan alat penunjang yang selalu siap tersedia.
13.  Perlengkapan
·         Semua perlengkapan harus bersih
·         Permukaan metal harus bebas karat atau bercak.
·         Semua perlengkapan harus kokoh ( tidak ada bagian yang longgar atau tidak stabil)
·         Permukaan yang di cat harus utuh dan bebas dari goresan besar.
·         Instrumen yang siap digunakan harus disterilisasi.
·         Semua perlengkapan listrik harus berfungsi baik ( saklar, kabel ).
14.  Bahan
Semua bahan harus berkualitas tinggi dan jumlahnya cukup untuk memenuhi kebutuhan unit.

Kriteria/ Persyaratan  khusus Rumah Sakit PONEK 24 Jam
1.      Sumber daya manusia
memiliki tim PONEK esensial yang terdiri :
·         1 dokter spesialis kebidanan kandungan
·         1 dokter spesialis anak
·         1 dokter di unit gawat darurat
·         3 orang bidan ( 1 koordinator dan 2 penyelia )
·         2 orang perawat
Tim PONEK ideal ditambah dengan :
·         1 dokter spesialis anastesi/perawat anastesi
·         6 bidan pelaksanan
·         10 perawat ( tiap shif 2-3 perawat jaga )
·         1 petugas laboratorium
·         1 pekarya kesehatan
·         1 petugas administrasi
a.       Peningkatan Sarana dan Prasarana












PERALATAN MATERNAL :

PERALATAN NEONATUS :





2.3 DESA SIAGA 
            Desa Siaga adalah suatu kondisi masyarakat tingkat desa, yang memiliki kemampuan dalam menemukan permasalahan yang ada, kemudian merencanakan dan melakukan pemecahannya sesuai potensi yang dimilikinya serta selalu siap siaga dalam menghadapi masalah kesehatan, bencana, dan kegawatdaruratan.
            Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) (Depkes, 2007).

2.3.1 Tujuan Desa Siaga
            Tujuan Umun Desa Siaga adalah untuk terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya . sedangkan tujuan khusus Desa Siaga :
ü  Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
ü  Meningkatnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan, dan sebagainya).
ü  Meningkatnya keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
ü  Meningkatnya kesehatan lingkungan di desa.
ü  Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan kesehatan.
ü   Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
ü   Meningkatnya dukungan dan peran aktif para masyarakatnya.

2.3.2 Sasaran Pengembangan Desa Siaga
·         Semua individu dan keluarga desa itu yang diharapkan mampu dan mau melaksanakan hidup sehat ( PHBS), serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di desanya.
·         Key person ( tokoh-tokoh yang berpengaruh), tokoh agama, tokoh pemuda, kader, dll.
·         Pihak- pihak yang diharapkan dukungannya ( camat, pejabat yang terkait, kades, swasta, para donatur, dll )
2.3.3 Kriteria Desa Siaga
Kriteria desa siaga meliputi :
a)      Adanya forum masyarakat desa
b)      Adanya pelayanan  kesehatan dasar
c)      Adanya UKBM Mandiri yang dibutuhkan masyarakat desa setempat
d)      Dibina Puskesmas Poned
e)      Memiliki system surveilans (faktor resiko dan penyakit) berbasis masyarakat.
f)       Memiliki system kewaspadaan dan kegawatdaruratan bencana berbasis masyarakat.
g)       Memiliki system pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat.
h)     Memiliki lingkungan yang sehat.
i)         Masyarakatnya ber perilaku hidup bersih dan sehat.
           
            Sebuah desa telah menjadi desa siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah PoskesDes.

2.3.4 Tahapan Desa Siaga
1.      Bina yaitu desa yang baru memiliki forum masyarakat desa, pelayanan kesehatan dasar, serta ada UKBM Mandiri.
2.      Tumbuh yaitu desa yang sudah lebih lengkap dengan criteria pada tahapan bina ditambah dengan dibina oeh puskesmas Poned, serta telah memiliki system surveilans yang berbasis masyarakat.
3.      Kembang yaitu desa dengan criteria tumbuh dan memiliki system kewaspadaan dan kegawatdaruratan bencana serta system pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat yang telah berjalan.
4.      Paripurna yaitu desa yang telah memiliki seluruh criteria desa siaga.





2.3.5 Program-program yang Terdapat Dalam Desa Siaga
Inti dari kegiata Desa Siaga adalah memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan edukatif. Yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya. Untuk menuju Desa Siaga perlu dikaji berbagai kegiatan bersumberdaya masyarakat yang ada dewasa ini seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dana Sahat, Siap-Antar-Jaga, dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal pengembangan menuju Desa Siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi Desa Siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada berbagai Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM).

A.   Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Dalam Desa Siaga
Pengertian Poskendes
Poskesdes adalah upaya UKBM yang dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat desa. Poskesdes dapat dikatakan sebagai sarana kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya-upaya masyarakat dan dukungan pemerintah.
Pelayanannya meliputi upaya-upaya promotif, preventif, dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya.

Kegiatan Poskendes
Poskesdes diharapkan dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa, sekurang-kurangnya:
·         Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, dan faktor-faktor resikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang beresiko.
·         Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, serta faktor-faktor resikonya (termasuk kurang gizi).
·         Kesiapsiagaan dan penanggualangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
·         Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensinya.
·         Kegiatan-kegiatan lain, yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan keluarga sadar gizi, peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), penyehatan lingkungan, dan lain-lain, merupakan kegiatan pengembangan.
            Poskesdes juga diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain yang dibutuhkan masyarakat desa (misalnya Warung Obat Desa, Kelompok Pemakai Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain). Dengan demikian, Poskesdes sekaligus berperan sebagai coordinator dan UKBM-UKBM tersebut.

Sumber Daya Poskendes
Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang bidan), dengan dibantu oleh sekurang-kurangnya dua orang kader. Untuk menyelenggarakan Poskesdes harus tersedia sarana fisik bangunan, perlengkapan, dan peralatan kesehatan. Guna kelancaran komunikasi dengan masyarakat dan dengan sarana kesehatan (khususnya Puskesmas), Poskesdes seyogyanya memiliki juga sarana komunikasi (telepon, ponsel, atau kurir). Pembangunan saranan fisik Poskesdes dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, yaitu dengan urutan alternative sebagai berikut:
a)      Mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang telah ada menjadi Poskesdes.
b)      Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya Balai RW, Balai Desa, Bali Pertemuan Desa, dan lain-lain.
c)       Membangun baru, yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau Daerah), donator, dunia usaha, atau swadaya masyarakat.

2.3.6        Pelaksanaan Desa Siaga
A.    Persiapan
Dalam tahap persiapan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
Pusat:
·         Penyusunan pedoman.
·         Pembuatan modul-modul pelatihan.
·         Penyelenggaraan Pelatihan bagi Pelatih atau Training of Trainers (TOT).
Provinsi:
·         Penyelenggaraan TOT (tenaga kabupaten / Kota).

Kabupaten / Kota:
·         Penyelenggaraan pelatihan tenaga kesehatan.
·           Penyelenggaraan pelatihan kader.

B.     Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
Pusat:
·         Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.

Provinsi:
·         Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.

Kabupaten / Kota:
·         Penyediaan dana dan dukungan sumber daya lain.
·         Penyiapan Puskesmas dan Rumah Sakit dalam rangka penanggualangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.



Kecamatan:
·         Pengembangan dan Pembinaan Desa Siaga.

C.    Pemantauan dan Evaluasi
Dalam tahap pemantauan dan evaluasi, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
Pusat:
·         Memantau kemajuan dan mengevaluasi keberhasilan pengembangan Desa Siaga.

Provinsi:
·         Memantau kemajuan pengembangan Desa Siaga.
·          Melaporkan hasil pemantauan ke pusat.

Kabupaten / Kota:
·         Memantau kemajuan pengembangan Desa Siaga.
·         Melaporkan hasil pemantauan ke Provinsi.

Kecamatan:
·         Melakukan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).
·          Melaporkan pengembangan ke Kabupaten /Kota.

D.    Pendekatan Pengembangan Desa Siaga
            Pengembangan Desa Siaga dilaksanakan dengan membantu / memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi (pengorganisasian masyarakat), yaitu dengan menempuh tahap-tahap:
·         Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumber daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.
·         Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
·         Menetapkan alternative pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan melaksanakannya.
·         Memantau, mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan.
·         Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaanya, namun secara garis besar langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
a)      Pengembangan Tim Petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas administrasi. Persiapan pada petugas ini bisa berbentuk sosialisasi, pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat. Keluaran (output) dan langkah ini adalah para petugas yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada pemangku kepentingan masyarakat.

b)     Pengembangan Tim di Masyarakat
               Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat, agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu tim untuk mengembangkan Desa Siaga.
               Dalam langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta restu, maupun dana atau sumber dana yang lain, sehingga pembangunan Desa Siaga dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Siaga.
               Jadi dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral, dukungan financial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang kesehatan seperti Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya lembaga-lembaga ini diikut sertakan dalam setiap persemuan dan kesepakatan

c)      Survei Mawas Diri
               Survey Mawas Diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community Self Survey (CSS) bertujuan agar pemuka-pemuka masyarakat mampu melakukan telaah mawas diri untuk desanya. Survey ini harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan demikian, mereka menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di desanya, serta bangkit niat dan tekad untuk mencari solusinya, termasuk membangun Poskesdes sebagai upaya mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada masyarakat desa. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka.
               Keluaran atau output dan SDM ini berupa identifikasi masalah-masalah kesehatan serta daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam mengatasi masalah-masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka membangun Poskesdes.

d)     Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
               Tujuan penyelenggaraaan musyawarah masyarakat desa (MMD) ini adalah mencari alternative penyelesaian masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes, diakitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk menyusun rencana jangka panjang pengembangan Desa Siaga. Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta musyawarah adalah tokoh-tokoh masyarakat, termasuk tokoh-tokoh perempuan dan generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha yang mau mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu diperlukan advokasi). Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disajikan, utamanya dalah daftar masalah kesehatan, data potensial, serta harapan masyarakat. Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan kontribusi apa yang dapat disumbangkan oleh masing-masing individu / institusi yang diwakilinya, serta langkah-langkah solusi untuk pembangunan Poskesdes dan pengembangan masing-masing Desa Siaga.

e)      Pelaksanaan Kegiatan
Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:
·         Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga
Pemilihan pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pemimpin formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.

·         Orientasi / Pelatihan Kader Desa Siaga
Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi / pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota sesuai dengan pedoman orientasi / pelatihan yang berlaku. Materi orientasi / pelatihan yang berlaku. Materi orientasi / pelatihan mencakup kegiatan yang akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga (sebagaiman telah dirumuskan dalam Rencana Operasional). Yaitu meliputi pengelolaan Desa Siaga secara umum, pembangunan dan pengelolaan Poskesdes, pengembangan dan pengelolaan UBKM lain, serta hal-hal penting terkait seperti kehamilan dan persalinan sehat, Siap-Antar-Jga, Keluarga Sadar Gizi, Posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawatdaruratan sehari-hari, kesiap-siagaan bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), dversifikasi pertanian tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA), kegiatan surveilans, PHS, dan lain-lain.
f)       Pengembangan Poskesdes dan UKBM lain
         Dalam hal ini, pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan dari Polindes yang sudah ada. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja tentang alternative lain pembangunan Poskesdes. Dengan demikian diketahui bagaimana Poskesdes tersebut akan diadakan , membangun baru dengan fasilitas dari pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donator, membangun baru dengan swadaya masyarakat, atau memodifikasi bangunan lain yang ada. Bilamana Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM yang diperlukan dan belum ada di desa yang bersangkutan, atau merevitalisasi yang sudah ada tetapi kurang / tidak aktif.


g)      Penyelenggaraan Kegiatan Desa Siaga
               Dengan telah adanya Poskesdes, maka desa yang bersangkutan telah dapat ditetapkan sebagai Desa Siaga. Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara rutin, yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kegawat-daruratan dan bencana, pemberantasan penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB., penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat menuju KADARZI dan PHBS, penyehatan lingkungan, serta pelayanan kesehatan dasar (bila diperlukan). Selain itu, diselenggarakan pula pelayanan UKBM-UKBM lain seperti Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku. Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga selanjutnya secara lintas sektoral.

h)     Pembinaan dan Peningkatan
               Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumber daya, maka untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dan pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri dan atau Temu Jejaring antar Desa Siaga (minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain untuk memantapkan kerjasama, juga diharapkan dapat menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan program-program pembangunan yang bersasaran Desa.
               Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upay-upayauntuk memenuhi kebutuhan para kader agar tidak drop out. Kader-kader yang memiliki motivasi memuaskan kebutuhan sosial psikologinya harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengembangkan kreatifitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian gaji / intensif atau difasilitasi agar dapat berwirausaha.
               Untuk dapat melihat perkembangan Desa Siaga, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi. Berkaitan dengan itu, kegiatan-kegiatan di Desa Siaga perlu dicatat oleh kader, misalnya dalam Buku Register UKBM (contohnya: kegiatan Posyandu dicatat dalam buku Register Ibu dan Anak Tingkat Desa atau RIAD dalam Sistem Informasi Posyandu).

2.3.7 Peran Jajaran Kesehatan dan Pemangku Kepentingan Terkait
Peran Jajaran Kesehatan
a)      Peran Puskesmas
Dalam rangka pengembangan Desa Siaga, Puskesmas merupakan ujung tombak dan bertugas ganda yaitu sebagai penyelenggara PONED dan penggerak masyarakat desa. Namun demikian, dalam menggerakkan masyarakat desa, Puskesmas akan dibantu oleh Tenaga Fasilitator dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang telah dilatih Provinsi.


Adapun peran Puskesmas adalah sebagai berikut:
·         Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED).
·         Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim tingkat kecamatan dan desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
·         Memfasilitasi pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes.
·         Melakukan monitoring Evaluasi dan pembinaan Desa Siaga.




b)     Peran Rumah Sakit
Rumah Sakit memegang peranan penting sebagai sarana rujukan dan pembina teknis pelayanan medik. Oleh karena itu, dalam hal ini peran Rumah Sakit adalah:
·         Menyelenggarakan pelayanan rujukan, termasuk Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
·         Melaksanakan bimbingan teknis medis , khususnya dalam rangka pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana di Desa Siaga.
·         Menyelenggarakan promosi kesehatan di Rumah Sakit dalam rangka pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana.

c)      Peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas dan Rumah Sakit, peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota meliputi:
·         Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat  Kabupaten / Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
·         Merevitalisasi Puskesmas dan jaringannya sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar dengan baik, termasuk PONED, dan pemberdayaan masyarakat.
·         Merevitalisasi Rumah Sakit sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan rujukan dengan baik, termasuk PONEK, dan promosi kesehatan di Rumah Sakit.
·         Merekrut / menyediakan calon-calaon fasilitator untuk dilatih menjadi Fasilitator Pengembangan Desa Siaga.
·           Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan kader.
·         Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat Kabupaten / Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
·         Bersama Puskesmas melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa Siaga.
·         Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa Siaga.

d)     Peran Dinas Kesehatan Provinsi
Sebagai penyelia dan pembina Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Provinsi berperan:
·         Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat provinsi dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
·         Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan melalui pelatihan-pelatihan teknis, dan cara-cara lain.
·         Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan Puskesmas dan Rumah Sakit di bidang konseling, kunjungan rumah, dan pengorganisasian masyarakat serta promosi kesehatan, dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
·         Menyelenggarakan pelatihan Fasilitator Pengembangan Desa Siaga dengan metode kalakarya (interrupted training).
·         Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat provinsi dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
·         Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa Siaga.
·          Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa Siaga.
e)      Peran Departemaen Kesehatan
Sebagai aparatur tingkat Pusat, Departemaen Kesehatan berperan dalam:
·         Menyusun konsep dan pedoman pengembangan Desa Siaga, serta mensosialisasikan dan mengadvokasikannya.
·         Memfasilitasi revitalisasi Dinas Kesehatan, Puskesmas, Rumah Sakit, serta Posyandu dan UKBM-UKBM lain.
·           Memfasilitasi pembangunan Poskesdes dan pengembangan Desa Siaga.
·         Memfasilitasi pengembangan sistem surveilans, sistem informasi / pelaporan, serta sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana berbasis masyarakat.
·         Memfasilitasi ketersediaan tenaga kesehatan untuk tingkat desa.
·         Menyelenggarakan pelatihan bagi pelatih (TOT).
·         Menyediakan dana dan dukungan sumber daya lain.
·          Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi.

f)       Peran Pemangku Kepentingan Terkait
            Pemangku kepentingan lain, yaitu para pejabat Pemerintah Daerah, pejabat lintas sektor, unsur-sunsur organisasi / ikatan profesi, pemuka masyarakat, tokoh-tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha, swasta dan lain-lain, diharapkan berperan aktif juga di semua tingkat administrasi.
·         Pejabat-pejabat Pemerintah Daerah
ü  Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan Desa Siaga.
ü  Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan Poskesdes / Puskesmas / Pustu dan berbagai UBKM yang ada (Posyandu, Polindes, dan lain-lain).
ü  Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Desa Siaga secara teratur dan lestari.
·         Tim Penggerak PKK
ü  Berperan aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UBKM di Desa Siaga (Posyandu dan lain-lain).
ü  Menggerakkan masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan memanfaatka UBKM yang ada.
ü  Menyelenggarakan penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan kadarzi dan PHBS.
·         Tokoh Masyarakat
ü  Menggali sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan Desa Siaga.
ü  Menaungi dan membina kegiatan Desa Siaga.
ü  Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa Siaga.

·         Organisasi Kemasyarakatan / LSM / Dunia Usaha / Swastas
ü  Beperan aktif dalam penyelenggaraan Desa Siaga.
ü  Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan penyelenggaraan Desa Siaga.
2.3.8    Indikator Keberhasilan Desa Siaga
          Keberhas/ilan upaya Pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya, yaitu: indikator masukan, indikator proses, indikator keluaran, dan indikator dampak.  Adapun uraian untuk masing-masing indikator adalah sebagai berikut:
1)      Indikator Masukan
Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator masukan terdiri atas hal-hal berikut:
ü  Ada / tidaknya Forum Masyarakat Desa.
ü  Ada / tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya.
ü  Ada / tidaknya UBKM yang dibutuhkan masyarakat.
ü  Ada / tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan).

2)      Indikator Proses
Indikator proses adalah indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut:
ü  Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa.
ü  Berfungsi / tidaknya Poskesdes.
ü  Berfungsi / tidaknya UBKM yang ada.
ü  Berfungsi / tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan Kegawatdaruratan dan Bencana.
ü  Berfungsi / tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat.
ü   Ada / tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

3)      Indikator Keluaran
          Indikator keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran terdiri atas hal-hal berikut:
ü  Cakupan pelayanan kesehatan dasar Poskesdes.
ü  Cakupan pelayanan UBKM-UBKM lain.
ü   Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan.
ü  Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.

4)      Indikator Dampak.
          Indikator dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator dampak terdiri atas hal-hal berikut:
ü  Jumlah penduduk yang menderita sakit.
ü   Jumlah penduduk yang menderita gangguan jiwa.
ü    Jumlah ibu yang melahirkan dan meninggal dunia.
ü   Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia.
ü  Jumlah balita dengan gizi buruk.


2.3.9    Lambang Desa Siaga




BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
            PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial Dasar. PONED dilakukan di Puskesmas induk dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang boleh memberikan PONED yaitu dokter, bidan, perawat dan tim PONED Puskesmas beserta penanggung jawab terlatih. Dalam PONED bidan boleh memberikan
1.Injeksi antibiotika
2.Injeksi uterotonika
3.Injeksi sedative
4.Plasenta manual
5.Ekstraksi vacuum
Desa Siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-rnasalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri. Tujuan umum dari desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Untuk mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: Semua individu dan keluarga di desa, pihak-pihak yang yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga, dan pihak-pihak yang di harapkan memberikan dukungan kebijakan. Keberhasilan upaya Pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya, yaitu : Indikator Masukan, Indikator Proses, Indikator Keluaran dan Indikator Dampak.






DAFTAR PUSTAKA

1.      Depkes, R.I, (2008). Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia 2001-2010. Sekretariat Jenderal.
2.      Depkes, R.I, (2009). Sistem Kesehatan Nasional : Bentuk dan Cara Penyelenggaraan Pembangunan Kesehatan. Sekretariat Jenderal.
3.      Departemen Kesehatan RI. 2005. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta
4.      ______________________.2005. Kebijakan Pelayanan Ibu dan Perinatal di Indonesia. Jakarta.EGC
5.      Syafrudin .2009.  Kebidanan Komunitas . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
6.      Depkes RI. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan dan Penyelenggaraan Poskesdes. Jakarta: Depkes RI.
7.      Depkes RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, Pusat Promosi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.



No comments:

Post a Comment

Ilmu Kesehatan Masyarakat ( Public Health )

Bagi sebagian orang mungkin banyak yang sudah tidak asing lagi mendengar kata "IKM" atau Ilmu Kesehatan Masyarakat, namun ...