1.1 Latar Belakang
Masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI)
di Indonesia, merupakan suatu masalah yang sejak tahun 1990-an mendapat
perhatian besar dari berbagai pihak. AKI di Indonesia tahun 2003 adalah
307/100.000 kelahiran hidup dan penurunan AKI pada tahun tersebut mencapai 32%
dari kondisi tahun 1990. Keadaan ini masih jauh dari target harapan yaitu 75%
atau 125/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) menjadi 35/1000
kelahiran hidup pada tahun 2010 (Dinas kesehatan Provinsi Lampung, 2006 : 1).
Penyebab kematian ibu adalah komplikasi pada kehamilan, persalinan dan nifas
yang tidak tertangani dengan baik dan tepat waktu. Menurut data Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 sebab kematian ibu karena perdarahan
28%, eklamsi 24%, infeksi 11%, komplikasi puerperium 8%, emboli Obstetri 3% dan
lain-lain 11%. Sedangkan penyebab kematian neonatal karena BBLR 29%, asfiksia
27%, masalah pemberian minum 10%, tetanus 10%, gangguan hematologi 6%, infeksi
5% dan lain-lain 13% (Rachmawaty, 2006 : 1)Upaya menurunkan AKI dan AKB
beberapa upaya telah dilakukan. Upaya tersebut diantaranya adalah mulai tahun
1987 telah dimulai program safe motherhood dan mulai tahun 2001 telah
dilancarkan Rencana Strategi Nasional making pregnancy safer (MPS). Adapun
pesan kunci MPS adalah : (1) Setiap persalinan, ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih; (2) Setiap komplikasi Obstetri dan neonatal mendapatkan pelayanan
yang adekuat; (3) Setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan
kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Realisasi
dari MPS tersebut di tingkat Puskesmas yang mempunyai dokter umum dan bidan,
khususnya puskesmas dengan rawat inap dikembangkan menjadi Puskesmas mampu
memberikan Pelayanan Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) (Koesno,
2004 : 3).Puskesmas mampu PONED menjadi tempat rujukan terdekat dari desa
sebagai pembina bidan dan mendekatkan akses pelayanan kegawatdaruratan pada ibu
hamil dan bersalin karena komplikasi dalam kehamilan dan persalinan tidak dapat
diduga atau diramalkan sebelumnya (Dinas Kesehatan Provinsi 2006 : 1).
Pengembangan Puskesmas mampu PONED dengan melatih tenaga dokter, perawat dan
bidan serta melengkapi sarana dan prasarana sesuai syarat-syarat yang telah
ditetapkan diharapkan dapat mencegah dan menangani komplikasi kehamilan dan
persalinan sehingga dapat menurunkan AKI dan AKB. Puskesmas Perawatan Panjang
Kota dengan cakupan ibu hamil resiko tinggi 228 orang dari 1140 ibu hamil pada
tahun 2006, (Laporan Puskesmas Rawat Inap KP Kotamadya Bandar Lampung 2007 :
1). Maka dari hasil evaluasi tahun 2006 Puskesmas Panjang ditunjuk untuk
dikembangkan menjadi Puskesmas mampu PONED sejak bulan Oktober 2006 (Laporan
Puskesmas Perawatan Panjang 2006 : Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, penulis tertarik untuk menulis makalah yang berjudul Pelayanan
Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED) di Puskesmas
BAB
II
ISI
2.1 Definisi Puskesmas PONED
PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri
Neonatus Essensial Dasar. PONED dilakukan di puskesmas induk dengan pengawasan
dokter. Petugas kesehatan yang boleh memberikan PONED yaitu dokter, bidan,
perawat, dan tim PONED puskesmas beserta penanggung jawab terlatih. Puskesmas PONED adalah puskesmas yang memiliki fasilitas dan
kemampuan memberikan pelayanan untuk menanggulangi kasus kegawatdaruratan
obstetri dan neonatal selama 24 jam.
Sebuah Puskesmas PONED harus memenuhi standar yang meliputi standar administrasi dan manajemen,
fasilitas bangunan atau ruangan, peralatan dan obat-obatan, tenaga kesehatan
dan fasilitas penunjang lain. Puskesmas PONED juga harus mampu memberikan
pelayanan yang meliputi penanganan preeklampsi, eklampsi, perdarahan, sepsis,
sepsis neonatorum, asfiksia, kejang, ikterus, hipoglikemia, hipotermi, tetanus
neonatorum, trauma lahir, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), sindroma
gangguan pernapasan dan kelainan
kongenital.
2.1.1 Tujuan PONED
PONED diadakan bertujuan untuk
menghindari rujukan yang lebih dari 2 jam dan untuk memutuskan mata rantai
rujukan itu sendiri. Agar tujuan
diadakannya Puskesmas PONED ini tercapai, diperlukan pengelola yang memiliki
kemampuan manajemen dan ketrampilan memadai. Selain pengelola PONED langsung,
peran Kepala Puskesmas sebagai pengambil keputusan tertinggi di Puskesmas
sangat menentukan keberlangsungan PONED. Kapasitas manajerial Kepala Puskesmas
untuk memfasilitasi pengembangannnya sangat vital.
2.1.2 Syarat Puskesmas PONED
1. Pelayanan buka 24 jam
2. Mempunyai Dokter, bidan, perawat terlatih
PONED dan siap melayani 24 jam
3. Tersedia alat transportasi siap 24 jam
4. Mempunyai hubungan kerjasama dengan Rumah Sakit
terdekat dan Dokter Spesialis Obgyn dan spesialis anak .
2.1.3 Tugas Puskesmas PONED
1. Menerima rujukan dari fasilitas rujukan
dibawahnya, Puskesmas pembantu dan Pondok bersalin Desa
2. Melakukan pelayanan kegawatdaruratan obstetrik
neonatal sebatas wewenang
3. Melakukan rujukan kasus secara aman ke rumah
sakit dengan penanganan pra hospital.
2.1.4 Indikator kelangsungan dari
PUSKESMAS PONED adalah :
·
Kebijakan
tingkat PUSKESMAS
·
SOP (Sarana Obat
Peralatan)
·
Kerjasama RS
PONED
·
Dukungan Diskes
·
Kerjasama SpOG
·
Kerjasama bidan
desa
·
Kerjasama
Puskesmas Non PONED
·
Pembinaan AMP
·
Jarak Puskesmas
PONED dengan RS
Adapun
kualitas PONED dipantau melalui assesment yang dilakukan setiap enam bulan
sekali untuk melihat indikator keberhasilan pelaksanaannya yang meliputi :
a) Peningkatan
pengetahuan dan kinerja klinis. Ini dilihat dari penilaian langsung dengan
menggunakan daftar tilik dan evaluasi kinerja dari waktu ke waktu melalui audit
klinis.
b) Penghargaan
positif dari masyarakat yang dilayani. Ini dilihat dari kunjungan PONED dari
waktu ke waktu.
c) Peningkatan
moral pelaksanaan yang secara positif mempengaruhi retensi dan motivasi.
2.1.5 Pelayanan yang dilaksanakan Pelayanan PONED
1. Pelayanan KIA/KB
2. Pelayanan ANC & PNC
3. Pertolongan Persalinan normal
4. Pendeteksian Resiko tinggi
Bumil
5. Penatalaksanaan Bumil Resti
6. Perawatan Bumil sakit
7. Persalinan
Sungsang
8. Partus
Lama
9. KPD
10. Gemeli
11. Pre
Eklamsia
12. Perdarahan Post Partum
13. Ab. Incomplitus
14. Distosia Bahu
15. Asfiksia
16. BBLR
17. Hypotermia
18. Komponen pelayanan
maternal
·
Pre
eklamsia/eklamsia
·
Tindakan
obstetri pada pertolongan persalinanm
·
Perdarahan postpartum
·
Infeksi nifas
19. Komponen pelayanan neonatal
·
Bayi berat lahir
rendah
·
Hipotermi
·
Hipoglikemi
·
Ikterus/hiperbilirubinemia
·
Masalah pemberian nutrisi
·
Asfiksia pada bayi
·
Gangguan nafas
·
Kejang
pada bayi baru lahir
·
Infeksi neonatal
·
Rujukan dan transportasi bayi baru lahir
2.1.6 Hambatan dan kendala dalam penyelenggaraan PONED yaitu :
1. Mutu SDM yang rendah
2. Sarana prasarana yang kurang
3. Ketrampilan yang kurang
4. Koordinasi antara Puskesmas PONED dan RS PONEK
dengan Puskesmas Non PONED belum maksimal
5. Kebijakan yang kontradiktif (UU Praktek
Kedokteran)
6. Pembinaan terhadap pelayanan emergensi neonatal
belum memadai
2.1.7 Faktor pendukung keberhasilan PONED Puskesmas antara lain :
a)
Adanya Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JKRS, Jamkesmas)
b)
Sistem rujukan
yang mantap dan berhasil
c)
Peran serta aktif bidan desa
d) Tersedianya sarana/prasarana, obat dan bahan
habis pakai
e)
Peran serta
masyarakat, LSM, lintas sektoral dan Stage Holder yang harmonis.
f)
Peningkatan mutu
pelayanan perlu menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi serta kebutuhan masyarakat dan sesuai dengan standart pelayanan
minimal.
2.1.8 Kewenangan bidan
di PONED
Dalam PONED bidan boleh memberikan
:
1. Injeksi
antibiotika
2. Injeksi
uterotonika
3. Injeksi
sedativa
4. Plasenta
manual
5.
Ekstraksi vacuum
Keberlangsungan
Puskesmas PONED sangat bergantung pada komitmen para pelaksananya. Adapun
perkembangannya dipantau melalui assesment yang dilakukan setiap enam bulan
sekali dan difasilitasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Di luar itu, Puskesmas
melakukan self assesment untuk mengevaluasi pencapaian dan ditindaklanjuti
dengan upaya peningkatan kapasitas. Penyebaran informasi dan pengembangan
ketrampilan terhadap seluruh petugas terkait menjadi sangat penting. Tim yang
dilatih harus mampu memberikan informasi dan melakukan assesment pelaksanaan
PONED di Puskesmas. Selain self assesment, juga dilakukan peer review yang
dilakukan antar tenaga kesehatan maupun antar puskesmas. Dengan demikian,
setiap personal akan berupaya meningkatkan kemampuannya. Tiap puskesmas
diharapkan akan meningkat kualitas pelayanannya.
Untuk hal
tersebut di atas, peran kepala Puskesmas sangat besar dalam menumbuhkan
motivasi mengembangkan diri pada karyawan yang akhirnya akan berimbas pada
peningkatan kualitas pelayanan. Hal tersebut hanya akan terjadi bila dalam
Puskesmas tersebut ada semangat untuk belajar. Semangat dan motivasi untuk
menjadi organisasi pembelajaran (learning organization).
Di samping yang
sudah disebutkan di atas, untuk menjamin keberlangsungan program, perlu
diciptakan suatu mekanisme untuk memelihara dan memutakhirkan ketrampilan dan
pengetahuan yang diperlukan dalam praktek sehari – hari. Untuk hal tersebut,
perlu pemantauan efektivitas program in-service training dan pendidikan berkelanjutan.
Selain peran Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas dan pengelola PONED di
Puskesmas memiliki andil besar dalam pelaksanaan dan pemantauan kegiatan in-service
training ini. Kepala Puskesmas harus mampu menjadi fasilitator dalam
kegiatan ini. Dengan pelaksanaan in-service training yang efektif,
pelaksanaan PONED diharapkan akan semakin mantap dan berkelanjutan.
Gambar
puskesmas PONED
2.2 Definisi PONEK
PONEK adalah Pelayan Obstetrik dan
Neonatal Emergensi Komprehensif di Rumah Sakit, meliputi kemampuan untuk
melakukan tindakan a) seksia sesaria, b) Histerektomi, c) Reparasi Ruptura
Uteri, cedera kandung/saluran kemih, d) Perawatan Intensif ibu dan Neonatal, e)
Tranfusi darah.
RS
PONEK adalah rumah sakit yang digolongkan mampu memberikan pelayanan
obstetri neonatal emergency komprehensif untuk ibu dan neonatal. Kegiatan
disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS Kab/Kota untuk
aspek obstetri ditambah dengan melakukan transfusi darah dan operasi sesar
sedangkan aspek neonatal ditambah dengan kegiatan perawatan intensif oleh
bidan/perawat terlatih emergency ( tidak termasuk NICU ) setiap saat. Rumah sakit PONEK menerima rujukan dari puskesmas
PONED apabila terdapat kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang
memerlukan penanganan seksio sesarea dan pemberian transfusi darah.
Kriteria/ persayaratan umun Rumah Sakit PONEK 24 jam
1.
Ada dokter jaga yang
terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergency baik secara umum maupun
emergency obstetri neonatal.
2.
Dokter, bidan dan perawat telah
mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit meliputi resusitasi neonatus,
kegawat daruratan obetetri dan neonatus.
3.
Mempunyai standar operating
prosedur penerimaan dan penanganan pasien kegawat daruratan obstetri dan
neonatal.
4.
Kebijakan tidak ada uang
muka bagi pasien kegawat daruratan obstetri dan neonatus.
5.
Mempunyai prosedur
pendelegasian wewenang tertentu.
6.
Mempunyai standar respon
time di UGD selama 10 menit, di kamar bersalin kurang dari 30 menit, pelayanan
darah kurang dari 1 jam.
7.
Tersedia kamar operasi yang
siap ( siaga 24 jam ) untuk melakukan operasi , bila kasus emergency obstetri
atau umum.
8.
Tersedia kamar bersalin yang
mampu menyiapkan operasi dalam kurang dari 30 menit.
9.
Memiliki kru/awak yang siap
melakukan operasi atau melaksanakan tugas sewaktu –waktu, meskipun on call.
10. Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK . antara
lain dokter kebidanan, dokter anak, dokter/ petugas anastesi, dokter penyakit
dalam, dokter spesialis lain serta dokter umum, bidan dan perawat.
11. Tersedia pelayanan darah yang siap 24 jam.
12. Tersedia pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK,
seperti Laboratorium dan Radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam, obat
dan alat penunjang yang selalu siap tersedia.
13. Perlengkapan
·
Semua perlengkapan harus bersih
·
Permukaan metal harus bebas
karat atau bercak.
·
Semua perlengkapan harus
kokoh ( tidak ada bagian yang longgar atau tidak stabil)
·
Permukaan yang di cat harus
utuh dan bebas dari goresan besar.
·
Instrumen yang siap
digunakan harus disterilisasi.
·
Semua perlengkapan listrik
harus berfungsi baik ( saklar, kabel ).
14. Bahan
Semua bahan harus berkualitas tinggi dan jumlahnya cukup untuk
memenuhi kebutuhan unit.
Kriteria/ Persyaratan khusus Rumah Sakit PONEK 24 Jam
1. Sumber daya manusia
memiliki tim PONEK esensial yang terdiri :
·
1 dokter spesialis kebidanan
kandungan
·
1 dokter spesialis anak
·
1 dokter di unit gawat
darurat
·
3 orang bidan ( 1
koordinator dan 2 penyelia )
·
2 orang perawat
Tim PONEK ideal
ditambah dengan :
·
1 dokter spesialis
anastesi/perawat anastesi
·
6 bidan pelaksanan
·
10 perawat ( tiap shif 2-3
perawat jaga )
·
1 petugas laboratorium
·
1 pekarya kesehatan
·
1 petugas administrasi
a.
Peningkatan Sarana dan Prasarana
PERALATAN
MATERNAL :
PERALATAN NEONATUS :
2.3 DESA SIAGA
Desa Siaga adalah suatu kondisi
masyarakat tingkat desa, yang memiliki kemampuan dalam menemukan permasalahan
yang ada, kemudian merencanakan dan melakukan pemecahannya sesuai potensi yang
dimilikinya serta selalu siap siaga dalam menghadapi masalah kesehatan, bencana,
dan kegawatdaruratan.
Desa Siaga adalah
desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta kemauan
untuk mencegah dan mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan secara mandiri. Sebuah Desa dikatakan menjadi desa
siaga apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah Pos
Kesehatan Desa (Poskesdes) (Depkes, 2007).
2.3.1 Tujuan Desa Siaga
Tujuan Umun Desa Siaga adalah untuk
terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayahnya . sedangkan tujuan khusus Desa Siaga :
ü Meningkatnya
pengetahuan dan kesadaran masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan.
ü Meningkatnya
kewaspadaan dan kesiapsiagaan masyarakat desa terhadap resiko dan bahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan (bencana, wabah, kegawatdaruratan, dan
sebagainya).
ü Meningkatnya
keluarga yang sadar gizi dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat.
ü Meningkatnya
kesehatan lingkungan di desa.
ü Meningkatnya kemandirian masyarakat desa dalam pembiayaan kesehatan.
ü Meningkatnya kemampuan dan kemauan masyarakat
desa untuk menolong diri sendiri di bidang kesehatan.
ü Meningkatnya dukungan dan peran aktif para masyarakatnya.
2.3.2 Sasaran Pengembangan Desa Siaga
·
Semua individu dan keluarga
desa itu yang diharapkan mampu dan mau melaksanakan hidup sehat ( PHBS), serta
peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di desanya.
·
Key person ( tokoh-tokoh
yang berpengaruh), tokoh agama, tokoh pemuda, kader, dll.
·
Pihak- pihak yang diharapkan
dukungannya ( camat, pejabat yang terkait, kades, swasta, para donatur, dll )
2.3.3 Kriteria Desa Siaga
Kriteria desa
siaga meliputi :
a)
Adanya forum masyarakat desa
b)
Adanya pelayanan kesehatan dasar
c)
Adanya UKBM Mandiri yang dibutuhkan
masyarakat desa setempat
d)
Dibina Puskesmas Poned
e)
Memiliki system surveilans (faktor
resiko dan penyakit) berbasis masyarakat.
f)
Memiliki system kewaspadaan dan
kegawatdaruratan bencana berbasis masyarakat.
g)
Memiliki system pembiayaan kesehatan berbasis
masyarakat.
h)
Memiliki lingkungan yang sehat.
i)
Masyarakatnya ber perilaku hidup bersih dan
sehat.
Sebuah desa telah menjadi desa siaga
apabila desa tersebut telah memiliki sekurang-kurangnya sebuah PoskesDes.
2.3.4 Tahapan Desa Siaga
1. Bina yaitu desa yang
baru memiliki forum masyarakat desa, pelayanan kesehatan dasar, serta ada UKBM
Mandiri.
2. Tumbuh yaitu desa yang
sudah lebih lengkap dengan criteria pada tahapan bina ditambah dengan dibina
oeh puskesmas Poned, serta telah memiliki system surveilans yang berbasis
masyarakat.
3. Kembang yaitu desa
dengan criteria tumbuh dan memiliki system kewaspadaan dan kegawatdaruratan
bencana serta system pembiayaan kesehatan berbasis masyarakat yang telah
berjalan.
4. Paripurna yaitu desa
yang telah memiliki seluruh criteria desa siaga.
2.3.5
Program-program yang Terdapat Dalam Desa Siaga
Inti dari kegiata Desa Siaga adalah
memberdayakan masyarakat agar mau dan mampu untuk hidup sehat. Oleh karena itu dalam pengembangannya diperlukan langkah-langkah pendekatan
edukatif. Yaitu upaya mendampingi (memfasilitasi) masyarakat untuk menjalani
proses pembelajaran yang berupa proses pemecahan masalah-masalah kesehatan yang
dihadapinya. Untuk menuju Desa Siaga perlu dikaji berbagai kegiatan bersumberdaya
masyarakat yang ada dewasa ini seperti Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa, Dana
Sahat, Siap-Antar-Jaga, dan lain-lain sebagai embrio atau titik awal
pengembangan menuju Desa Siaga. Dengan demikian, mengubah desa menjadi Desa
Siaga akan lebih cepat bila di desa tersebut telah ada berbagai Upaya Kesehatan
Berbasis Masyarakat (UKBM).
A.
Pos Kesehatan Desa (Poskesdes) Dalam Desa Siaga
Pengertian Poskendes
Poskesdes adalah upaya UKBM yang
dibentuk di desa dalam rangka mendekatkan / menyediakan pelayanan kesehatan
dasar bagi masyarakat desa. Poskesdes dapat dikatakan sebagai sarana kesehatan
yang merupakan pertemuan antara upaya-upaya masyarakat dan dukungan pemerintah.
Pelayanannya meliputi upaya-upaya
promotif, preventif, dan kuratif yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan
(terutama bidan) dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya.
Kegiatan Poskendes
Poskesdes diharapkan dapat
melaksanakan kegiatan-kegiatan pelayanan kesehatan bagi masyarakat desa,
sekurang-kurangnya:
·
Pengamatan epidemiologis sederhana terhadap penyakit,
terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, dan
faktor-faktor resikonya (termasuk status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang
beresiko.
·
Penanggulangan
penyakit, terutama penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan
KLB, serta faktor-faktor resikonya (termasuk kurang gizi).
·
Kesiapsiagaan
dan penanggualangan bencana dan kegawatdaruratan kesehatan.
·
Pelayanan medis
dasar, sesuai dengan kompetensinya.
·
Kegiatan-kegiatan lain, yaitu promosi kesehatan untuk
peningkatan keluarga sadar gizi, peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS), penyehatan lingkungan, dan lain-lain, merupakan kegiatan pengembangan.
Poskesdes
juga diharapkan sebagai pusat pengembangan atau revitalisasi berbagai UKBM lain
yang dibutuhkan masyarakat desa (misalnya Warung Obat Desa, Kelompok Pemakai
Air, Arisan Jamban Keluarga dan lain-lain). Dengan demikian, Poskesdes
sekaligus berperan sebagai coordinator dan UKBM-UKBM tersebut.
Sumber Daya Poskendes
Poskesdes diselenggarakan oleh
tenaga kesehatan (minimal seorang bidan), dengan dibantu oleh
sekurang-kurangnya dua orang kader. Untuk menyelenggarakan Poskesdes harus
tersedia sarana fisik bangunan, perlengkapan, dan peralatan kesehatan. Guna
kelancaran komunikasi dengan masyarakat dan dengan sarana kesehatan (khususnya
Puskesmas), Poskesdes seyogyanya memiliki juga sarana komunikasi (telepon,
ponsel, atau kurir). Pembangunan saranan fisik Poskesdes dapat dilaksanakan
melalui berbagai cara, yaitu dengan urutan alternative sebagai berikut:
a)
Mengembangkan Pondok Bersalin Desa (Polindes) yang
telah ada menjadi Poskesdes.
b)
Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya
Balai RW, Balai Desa, Bali Pertemuan Desa, dan lain-lain.
c)
Membangun baru,
yaitu dengan pendanaan dari Pemerintah (Pusat atau Daerah), donator, dunia usaha,
atau swadaya masyarakat.
2.3.6
Pelaksanaan Desa Siaga
A. Persiapan
Dalam tahap
persiapan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
Pusat:
·
Penyusunan pedoman.
·
Pembuatan modul-modul pelatihan.
·
Penyelenggaraan Pelatihan bagi Pelatih atau Training
of Trainers (TOT).
Provinsi:
·
Penyelenggaraan
TOT (tenaga kabupaten / Kota).
Kabupaten /
Kota:
·
Penyelenggaraan pelatihan tenaga kesehatan.
·
Penyelenggaraan pelatihan kader.
B.
Pelaksanaan
Dalam tahap
pelaksanaan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
Pusat:
·
Penyediaan dana
dan dukungan sumber daya lain.
Provinsi:
·
Penyediaan dana
dan dukungan sumber daya lain.
Kabupaten /
Kota:
·
Penyediaan dana
dan dukungan sumber daya lain.
·
Penyiapan
Puskesmas dan Rumah Sakit dalam rangka penanggualangan bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan.
Kecamatan:
·
Pengembangan
dan Pembinaan Desa Siaga.
C.
Pemantauan dan Evaluasi
Dalam tahap
pemantauan dan evaluasi, hal-hal yang perlu dilakukan adalah:
Pusat:
·
Memantau kemajuan dan mengevaluasi keberhasilan
pengembangan Desa Siaga.
Provinsi:
·
Memantau kemajuan pengembangan Desa Siaga.
·
Melaporkan hasil pemantauan ke pusat.
Kabupaten /
Kota:
·
Memantau kemajuan pengembangan Desa Siaga.
·
Melaporkan
hasil pemantauan ke Provinsi.
Kecamatan:
·
Melakukan
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS).
·
Melaporkan
pengembangan ke Kabupaten /Kota.
D.
Pendekatan Pengembangan Desa Siaga
Pengembangan
Desa Siaga dilaksanakan dengan membantu / memfasilitasi masyarakat untuk
menjalani proses pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang
terorganisasi (pengorganisasian masyarakat), yaitu dengan menempuh tahap-tahap:
·
Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumber
daya yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.
·
Mendiagnosis
masalah dan merumuskan alternatif-alternatif pemecahan masalah.
·
Menetapkan
alternative pemecahan masalah yang layak, merencanakan dan melaksanakannya.
·
Memantau,
mengevaluasi dan membina kelestarian upaya-upaya yang telah dilakukan.
·
Meskipun di
lapangan banyak variasi pelaksanaanya, namun secara garis besar langkah-langkah
pokok yang perlu ditempuh adalah sebagai berikut:
a) Pengembangan
Tim Petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum
kegiatan-kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah mempersiapkan
para petugas kesehatan yang berada di wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun
petugas administrasi. Persiapan pada petugas ini bisa berbentuk sosialisasi,
pertemuan atau pelatihan yang bersifat konsolidasi, yang disesuaikan dengan
kondisi setempat. Keluaran
(output) dan langkah ini adalah para petugas yang memahami tugas dan fungsinya,
serta siap bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan kepada
pemangku kepentingan masyarakat.
b) Pengembangan
Tim di Masyarakat
Tujuan
langkah ini adalah untuk mempersiapkan para petugas, tokoh masyarakat, serta
masyarakat, agar mereka tahu dan mau bekerjasama dalam satu tim untuk
mengembangkan Desa Siaga.
Dalam
langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar
mereka mau memberikan dukungan, baik berupa kebijakan atau anjuran, serta
restu, maupun dana atau sumber dana yang lain, sehingga pembangunan Desa Siaga
dapat berjalan dengan lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh-tokoh
masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan mendukung, khususnya dalam
membentuk opini publik guna menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan
Desa Siaga.
Jadi
dukungan yang diharapkan dapat berupa dukungan moral, dukungan financial atau
dukungan material, sesuai kesepakatan dan persetujuan masyarakat dalam rangka
pengembangan Desa Siaga. Jika di
daerah tersebut telah terbentuk wadah-wadah kegiatan masyarakat di bidang
kesehatan seperti Konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan Penyantun Puskesmas,
Lembaga Pemberdayaan Desa, PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya,
hendaknya lembaga-lembaga ini diikut sertakan dalam setiap persemuan dan
kesepakatan
c) Survei Mawas
Diri
Survey
Mawas Diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD) atau Community Self Survey (CSS)
bertujuan agar pemuka-pemuka masyarakat mampu melakukan telaah mawas diri untuk
desanya. Survey ini harus dilakukan oleh pemuka-pemuka masyarakat setempat
dengan bimbingan tenaga kesehatan. Dengan demikian, mereka menjadi sadar akan
permasalahan yang dihadapi di desanya, serta bangkit niat dan tekad untuk
mencari solusinya, termasuk membangun Poskesdes sebagai upaya mendekatkan pelayanan
kesehatan dasar kepada masyarakat desa. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan
pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi mereka.
Keluaran
atau output dan SDM ini berupa identifikasi masalah-masalah kesehatan serta
daftar potensi di desa yang dapat didayagunakan dalam mengatasi masalah-masalah
kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka membangun Poskesdes.
d) Musyawarah
Masyarakat Desa (MMD)
Tujuan
penyelenggaraaan musyawarah masyarakat desa (MMD) ini adalah mencari
alternative penyelesaian masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes,
diakitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Di samping itu, juga untuk
menyusun rencana jangka panjang pengembangan Desa Siaga. Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya berasal dari tokoh
masyarakat yang telah sepakat mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta
musyawarah adalah tokoh-tokoh masyarakat, termasuk tokoh-tokoh perempuan dan
generasi muda setempat. Bahkan sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia
usaha yang mau mendukung pengembangan Desa Siaga dan kelestariannya (untuk itu
diperlukan advokasi). Data serta
temuan lain yang diperoleh pada saat SMD disajikan, utamanya dalah daftar
masalah kesehatan, data potensial, serta harapan masyarakat. Hasil pendataan
tersebut dimusyawarahkan untuk penentuan prioritas, dukungan dan kontribusi apa
yang dapat disumbangkan oleh masing-masing individu / institusi yang
diwakilinya, serta langkah-langkah solusi untuk pembangunan Poskesdes dan
pengembangan masing-masing Desa Siaga.
e) Pelaksanaan
Kegiatan
Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan
dengan kegiatan sebagai berikut:
·
Pemilihan
Pengurus dan Kader Desa Siaga
Pemilihan
pengurus dan kader Desa Siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para pemimpin
formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa wakil masyarakat. Pemilihan
dilakukan secara musyawarah dan mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria
yang berlaku, dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
·
Orientasi / Pelatihan Kader Desa Siaga
Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan
kader desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau pelatihan. Orientasi / pelatihan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
sesuai dengan pedoman orientasi / pelatihan yang berlaku. Materi orientasi /
pelatihan yang berlaku. Materi orientasi / pelatihan mencakup kegiatan yang
akan dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga (sebagaiman
telah dirumuskan dalam Rencana Operasional). Yaitu meliputi pengelolaan Desa
Siaga secara umum, pembangunan dan pengelolaan Poskesdes, pengembangan dan
pengelolaan UBKM lain, serta hal-hal penting terkait seperti kehamilan dan
persalinan sehat, Siap-Antar-Jga, Keluarga Sadar Gizi, Posyandu, kesehatan
lingkungan, pencegahan penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan
lingkungan pemukiman (PAB-PLP), kegawatdaruratan sehari-hari, kesiap-siagaan
bencana, kejadian luar biasa, warung obat desa (WOD), dversifikasi pertanian
tanaman pangan dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga (TOGA),
kegiatan surveilans, PHS, dan lain-lain.
f) Pengembangan
Poskesdes dan UKBM lain
Dalam
hal ini, pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan dari Polindes yang sudah ada. Apabila
tidak ada Polindes, maka perlu dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja
tentang alternative lain pembangunan Poskesdes. Dengan demikian diketahui
bagaimana Poskesdes tersebut akan diadakan , membangun baru dengan fasilitas
dari pemerintah, membangun baru dengan bantuan dari donator, membangun baru
dengan swadaya masyarakat, atau memodifikasi bangunan lain yang ada. Bilamana
Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan dilanjutkan dengan membentuk
UKBM-UKBM yang diperlukan dan belum ada di desa yang bersangkutan, atau
merevitalisasi yang sudah ada tetapi kurang / tidak aktif.
g) Penyelenggaraan
Kegiatan Desa Siaga
Dengan
telah adanya Poskesdes, maka desa yang bersangkutan telah dapat ditetapkan
sebagai Desa Siaga. Setelah Desa Siaga resmi dibentuk, dilanjutkan dengan
pelaksanaan kegiatan Poskesdes secara rutin, yaitu pengembangan sistem
surveilans berbasis masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan
kegawat-daruratan dan bencana, pemberantasan penyakit menular dan penyakit yang
berpotensi menimbulkan KLB., penggalangan dana, pemberdayaan masyarakat menuju
KADARZI dan PHBS, penyehatan lingkungan, serta pelayanan kesehatan dasar (bila
diperlukan). Selain itu, diselenggarakan pula pelayanan UKBM-UKBM lain seperti
Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman kepada panduan yang berlaku. Secara
berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan dipantau oleh Puskesmas, yang
hasilnya dipakai sebagai masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga
selanjutnya secara lintas sektoral.
h) Pembinaan
dan Peningkatan
Mengingat
permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh kinerja sektor lain, serta
adanya keterbatasan sumber daya, maka untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya
pengembangan jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dan
pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui Temu Jejaring UKBM
secara internal di dalam desa sendiri dan atau Temu Jejaring antar Desa Siaga
(minimal sekali dalam setahun). Upaya ini selain untuk memantapkan kerjasama,
juga diharapkan dapat menyediakan wahana tukar-menukar pengalaman dan
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi bersama. Yang juga tidak kalah
pentingnya adalah pembinaan jejaring lintas sektor, khususnya dengan
program-program pembangunan yang bersasaran Desa.
Salah
satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah keaktifan para kader.
Oleh karena itu, dalam rangka pembinaan perlu dikembangkan upay-upayauntuk memenuhi
kebutuhan para kader agar tidak drop out. Kader-kader yang memiliki motivasi
memuaskan kebutuhan sosial psikologinya harus diberi kesempatan seluas-luasnya
untuk mengembangkan kreatifitasnya. Sedangkan kader-kader yang masih dibebani
dengan pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk memperoleh pendapatan
tambahan, misalnya dengan pemberian gaji / intensif atau difasilitasi agar
dapat berwirausaha.
Untuk
dapat melihat perkembangan Desa Siaga, perlu dilakukan pemantauan dan evaluasi.
Berkaitan dengan itu, kegiatan-kegiatan di Desa Siaga perlu dicatat oleh kader,
misalnya dalam Buku Register UKBM (contohnya: kegiatan Posyandu dicatat dalam
buku Register Ibu dan Anak Tingkat Desa atau RIAD dalam Sistem Informasi
Posyandu).
2.3.7 Peran
Jajaran Kesehatan dan Pemangku Kepentingan Terkait
Peran Jajaran Kesehatan
a)
Peran Puskesmas
Dalam rangka
pengembangan Desa Siaga, Puskesmas merupakan ujung tombak dan bertugas ganda
yaitu sebagai penyelenggara PONED dan penggerak masyarakat desa. Namun
demikian, dalam menggerakkan masyarakat desa, Puskesmas akan dibantu oleh
Tenaga Fasilitator dari Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota yang telah dilatih
Provinsi.
Adapun peran Puskesmas adalah sebagai berikut:
·
Menyelenggarakan
pelayanan kesehatan dasar, termasuk Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi
Dasar (PONED).
·
Mengembangkan
komitmen dan kerjasama tim tingkat kecamatan dan desa dalam rangka pengembangan
Desa Siaga.
·
Memfasilitasi pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes.
·
Melakukan
monitoring Evaluasi dan pembinaan Desa Siaga.
b)
Peran Rumah Sakit
Rumah Sakit memegang peranan penting sebagai sarana rujukan dan pembina
teknis pelayanan medik. Oleh karena itu, dalam hal ini peran Rumah Sakit
adalah:
·
Menyelenggarakan pelayanan rujukan, termasuk Pelayanan
Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK).
·
Melaksanakan bimbingan teknis medis , khususnya dalam
rangka pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan bencana di
Desa Siaga.
·
Menyelenggarakan promosi kesehatan di Rumah Sakit
dalam rangka pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan kedaruratan dan
bencana.
c)
Peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas dan Rumah Sakit, peran Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota meliputi:
·
Mengembangkan
komitmen dan kerjasama tim di tingkat Kabupaten / Kota dalam rangka
pengembangan Desa Siaga.
·
Merevitalisasi
Puskesmas dan jaringannya sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan
dasar dengan baik, termasuk PONED, dan pemberdayaan masyarakat.
·
Merevitalisasi
Rumah Sakit sehingga mampu menyelenggarakan pelayanan rujukan dengan baik,
termasuk PONEK, dan promosi kesehatan di Rumah Sakit.
·
Merekrut /
menyediakan calon-calaon fasilitator untuk dilatih menjadi Fasilitator
Pengembangan Desa Siaga.
·
Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan
dan kader.
·
Melakukan advokasi ke berbagai pihak (pemangku
kepentingan) tingkat Kabupaten / Kota dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
·
Bersama
Puskesmas melakukan pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa
Siaga.
·
Menyediakan
anggaran dan sumber daya lain bagi kelestarian Desa Siaga.
d)
Peran Dinas Kesehatan Provinsi
Sebagai
penyelia dan pembina Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas
Kesehatan Provinsi berperan:
·
Mengembangkan
komitmen dan kerjasama tim di tingkat provinsi dalam rangka pengembangan Desa
Siaga.
·
Membantu Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan melalui pelatihan-pelatihan
teknis, dan cara-cara lain.
·
Membantu Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota mengembangkan kemampuan Puskesmas dan Rumah Sakit di
bidang konseling, kunjungan rumah, dan pengorganisasian masyarakat serta
promosi kesehatan, dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
·
Menyelenggarakan
pelatihan Fasilitator Pengembangan Desa Siaga dengan metode kalakarya (interrupted
training).
·
Melakukan
advokasi ke berbagai pihak (pemangku kepentingan) tingkat provinsi dalam rangka
pengembangan Desa Siaga.
·
Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota melakukan
pemantauan, evaluasi dan bimbingan teknis terhadap Desa Siaga.
·
Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi
kelestarian Desa Siaga.
e)
Peran Departemaen Kesehatan
Sebagai aparatur tingkat Pusat, Departemaen Kesehatan berperan dalam:
·
Menyusun konsep dan pedoman pengembangan Desa Siaga,
serta mensosialisasikan dan mengadvokasikannya.
·
Memfasilitasi revitalisasi Dinas Kesehatan, Puskesmas,
Rumah Sakit, serta Posyandu dan UKBM-UKBM lain.
·
Memfasilitasi pembangunan Poskesdes dan
pengembangan Desa Siaga.
·
Memfasilitasi pengembangan sistem surveilans, sistem
informasi / pelaporan, serta sistem kesiapsiagaan dan penanggulangan
kedaruratan dan bencana berbasis masyarakat.
·
Memfasilitasi ketersediaan tenaga kesehatan untuk
tingkat desa.
·
Menyelenggarakan pelatihan bagi pelatih (TOT).
·
Menyediakan
dana dan dukungan sumber daya lain.
·
Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi.
f)
Peran Pemangku Kepentingan Terkait
Pemangku kepentingan lain, yaitu
para pejabat Pemerintah Daerah, pejabat lintas sektor, unsur-sunsur organisasi
/ ikatan profesi, pemuka masyarakat, tokoh-tokoh agama, PKK, LSM, dunia usaha,
swasta dan lain-lain, diharapkan berperan aktif juga di semua tingkat
administrasi.
·
Pejabat-pejabat Pemerintah Daerah
ü Memberikan dukungan kebijakan, sarana dan dana untuk penyelenggaraan Desa
Siaga.
ü Mengkoordinasikan penggerakan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
Poskesdes / Puskesmas / Pustu dan berbagai UBKM yang ada (Posyandu, Polindes,
dan lain-lain).
ü Melakukan pembinaan untuk terselenggaranya kegiatan Desa Siaga secara
teratur dan lestari.
·
Tim Penggerak PKK
ü Berperan
aktif dalam pengembangan dan penyelenggaraan UBKM di Desa Siaga (Posyandu dan
lain-lain).
ü Menggerakkan
masyarakat untuk mengelola, menyelenggarakan dan memanfaatka UBKM yang ada.
ü Menyelenggarakan
penyuluhan kesehatan dalam rangka menciptakan kadarzi dan PHBS.
·
Tokoh Masyarakat
ü Menggali
sumber daya untuk kelangsungan penyelenggaraan Desa Siaga.
ü Menaungi dan membina kegiatan Desa Siaga.
ü Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan Desa
Siaga.
·
Organisasi
Kemasyarakatan / LSM / Dunia Usaha / Swastas
ü Beperan aktif dalam penyelenggaraan Desa Siaga.
ü Memberikan dukungan sarana dan dana untuk pengembangan dan penyelenggaraan
Desa Siaga.
2.3.8 Indikator Keberhasilan Desa Siaga
Keberhas/ilan upaya Pengembangan Desa Siaga dapat dilihat
dari empat kelompok indikatornya, yaitu: indikator masukan, indikator proses,
indikator keluaran, dan indikator dampak. Adapun uraian
untuk masing-masing indikator adalah sebagai berikut:
1)
Indikator Masukan
Indikator masukan adalah indikator untuk mengukur
seberapa besar masukan telah diberikan dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
Indikator masukan terdiri atas hal-hal berikut:
ü Ada / tidaknya Forum Masyarakat Desa.
ü Ada / tidaknya Poskesdes dan sarana bangunan serta perlengkapannya.
ü Ada / tidaknya UBKM yang dibutuhkan masyarakat.
ü Ada / tidaknya tenaga kesehatan (minimal bidan).
2)
Indikator Proses
Indikator proses adalah indikator untuk mengukur
seberapa aktif upaya yang dilaksanakan di suatu Desa dalam rangka pengembangan
Desa Siaga. Indikator proses terdiri atas hal-hal berikut:
ü Frekuensi pertemuan Forum Masyarakat Desa.
ü Berfungsi /
tidaknya Poskesdes.
ü Berfungsi / tidaknya UBKM yang ada.
ü Berfungsi / tidaknya Sistem Kegawatdaruratan dan Penanggulangan
Kegawatdaruratan dan Bencana.
ü Berfungsi / tidaknya Sistem Surveilans berbasis masyarakat.
ü Ada / tidaknya kegiatan kunjungan
rumah untuk kadarzi dan PHBS.
3)
Indikator Keluaran
Indikator
keluaran adalah indikator untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan yang
dicapai di suatu Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator keluaran
terdiri atas hal-hal berikut:
ü Cakupan
pelayanan kesehatan dasar Poskesdes.
ü Cakupan pelayanan UBKM-UBKM lain.
ü Jumlah kasus kegawatdaruratan dan
KLB yang dilaporkan.
ü Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah untuk kadarzi dan PHBS.
4)
Indikator Dampak.
Indikator
dampak adalah indikator untuk mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan
di Desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga. Indikator dampak terdiri atas
hal-hal berikut:
ü Jumlah penduduk yang menderita sakit.
ü Jumlah penduduk yang menderita
gangguan jiwa.
ü Jumlah ibu yang melahirkan dan meninggal dunia.
ü Jumlah bayi dan balita yang
meninggal dunia.
ü Jumlah balita dengan gizi buruk.
2.3.9
Lambang Desa Siaga
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
PONED merupakan kepanjangan dari Pelayanan Obstetri Neonatus Essensial
Dasar. PONED dilakukan di Puskesmas induk dengan pengawasan dokter. Petugas
kesehatan yang boleh memberikan PONED yaitu dokter, bidan, perawat dan tim
PONED Puskesmas beserta penanggung jawab terlatih. Dalam PONED bidan boleh
memberikan
1.Injeksi antibiotika
2.Injeksi uterotonika
3.Injeksi sedative
4.Plasenta manual
5.Ekstraksi vacuum
Desa Siaga
adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan sumber daya dan kemampuan serta
kemauan untuk mencegah dan mengatasi masalah-rnasalah kesehatan, bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan, secara mandiri. Tujuan
umum dari desa siaga adalah terwujudnya masyarakat desa yang sehat, serta
peduli dan tanggap terhadap permasalahan kesehatan di wilayahnya. Untuk
mempermudah strategi intervensi, sasaran pengembangan desa siaga dibedakan
menjadi tiga jenis, yaitu: Semua individu dan keluarga di desa, pihak-pihak
yang yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku individu dan keluarga,
dan pihak-pihak yang di harapkan memberikan dukungan kebijakan. Keberhasilan
upaya Pengembangan Desa Siaga dapat dilihat dari empat kelompok indikatornya,
yaitu : Indikator Masukan, Indikator Proses, Indikator Keluaran dan
Indikator Dampak.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Depkes, R.I,
(2008). Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) di Indonesia
2001-2010. Sekretariat Jenderal.
2. Depkes, R.I,
(2009). Sistem Kesehatan Nasional : Bentuk dan Cara Penyelenggaraan Pembangunan
Kesehatan. Sekretariat Jenderal.
3. Departemen Kesehatan RI. 2005. Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergensi Dasar. Jakarta
4. ______________________.2005. Kebijakan Pelayanan
Ibu dan Perinatal di Indonesia. Jakarta.EGC
5.
Syafrudin
.2009. Kebidanan Komunitas . Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
6. Depkes RI. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan dan Penyelenggaraan
Poskesdes. Jakarta: Depkes RI.
7. Depkes RI. 2006. Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Desa Siaga, Pusat
Promosi Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.
No comments:
Post a Comment