A. DEFINISI
Preeklampsia merupakan
kelainan yang ditemukan pada waktu kehamilan yang ditandai dengan berbagai
gejala klinis seperti hipertensi,
proteinuria dan edema. Preeklampsia biasanya terjadi setelah umur
kehamilan 20 minggu sampai 48 jam setelah persalinan (Verney et al, 2006). Preeklampsia merupakan
sindrom spesifik kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme
dan aktivitasi endotel (Cunningham et al,
2005).
Definisi klasik preeklampsia meliputi 3 elemen, yaitu onset baru hipertensi
(didefinisikan sebagai suatu tekanan darah yang menetap ≥ 140/90 mmHg pada wanita yang sebelumnya normotensi),
onset baru proteinuria (didefinisikan sebagai › 300 mg/24 jam atau ≥ +2 pada urinalisis bersih tanpa infeksi traktus
urinarius), dan onset baru edema yang bermakna. Beberapa konsensus terakhir
dilaporkan bahwa edema tidak lagi dimasukkan sebagai kriteria diagnosis kecuali
edema
anasarka (Pangemanan, 2002).
Preeklampsia dan eklampsia merupakan kumpulan gejala
yang timbul pada ibu hamil, bersalin dan dalam masa nifas yang terdiri dari
trias : hipertensi, proteinuri, edema dan kadang-kadang disertai konvulsi
sampai koma (Mochtar, 2002). Sindrom preeklampsia ringan dengan
hipertensi, proteinuria dan edema sering tidak diketahui atau tidak
diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan, sehingga tanpa disadari timbul
preeklampsia berat, bahkan eklampsia pada ibu hamil (Prawirohardjo, 2006).
B.
PREDISPOSISI
Faktor-faktor
presdisposisi preeklampsia/eklampsia antara lain :
a.
Paritas
Preeklampsia lebih tinggi terjadi pada primigravida
dibandingkan dengan multipara. Resiko preeklampsia/eklampsia pada
primigravida dapat terjadi 6 sampai 8 kali dibanding multipara (Chapman, 2006).
Preeklampsia/eklampsia lebih sering terjadi pada usia muda dan nullipara diduga
karena adanya suatu mekanisme immunologi, hal ini dikarenakan pada kehamilan
pertama terjadi pembentukan “blocking
antibodies” terhadap antigen tidak sempurna dan semakin sempurna pada
kehamilan berikutnya (Sudiyana, 2003). Selain itu pada kehamilan pertama
terjadi pembentukan “Human Leucocyte
Antigen Protein G (HLA)” yang berperan penting dalam modulasi respon imun,
sehingga ibu menolak hasil konsepsi (plasenta) atau terjadi intoleransi ibu
terhadap plasenta yang selanjutnya akan menimbulkan terjadinya preeklampsia
(Angsar, 2004).
Persalinan
yang berulang-ulang juga akan mempunyai banyak risiko terhadap kehamilan
(Rozikhan, 2006).
Dinding
rahim pada multipara lebih lemah bila dibanding dengan dinding rahim pada
primipara. Hal tersebut terjadi karena pada multipara lebih sering terjadi
robekan diding rahim dibandingkan pada primipara (Sastrawinata dkk, 2005).
Lemahnya dinding rahim akan menyebabkan
kegagalan invasi sel trofoblast pada
dinding arteri spiralis yang tidak dapat
melebar dengan sempurna. Kegagalan
invasi sel trofoblast pada dinding arteri spiralis yang tidak dapat
melebar dengan sempurna ini menyebabkan terjadinya aliran darah dalam ruang
intervilus plasenta. Aliran darah dalam ruangan intervilus plasenta dapat
menyebabkan terjadinya hipoksia plasenta. Hipoksia yang berkelanjutan menyebabkan oxidative stress (apabila
keseimbangan antara peroksidase terganggu, dimana peroksidase dan oksidan lebih
dominan) dan
dapat merangsang terjadinya kerusakan endotel pembuluh darah (disfungsi
endotel) (Cunningham et al, 2005).
Hipoksia plasenta dan oxidative stress
merupakan dua tahap yang mendasari terjadinya patogenesis dari preeklampsia (Robert J.M, 2007).
- Faktor sosial ekonomi,
pendidikan dan pekerjaan.
Kehidupan sosial ekonomi sering berhubungan dengan angka kejadian
preeklampsia. Kelompok masyarakat yang miskin biasanya tidak mampu untuk
membiayai perawatan kesehatan sebagaimana mestinya. Bahkan orang miskin tidak
percaya dan tidak mau menggunakan fasilitas pelayanan medis yang tersedia.
Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal yang kurang atau tidak sama
sekali merupakan faktor predisposisi terjadinya pre-eklampsia/ eklampsia. Di
bidang pendidikan dari hasil penelitian Agung Supriandono dan Sulchan Sofoewan
menyebutkan bahwa 80 (49,7) kasus preeklampsia berat mempunyai pendidikan
kurang dari 12 tahun, dibanding 72 (44,2%) kasus bukan preeklampsia berat.
Aktifitas pekerjaan juga menjadi resiko terjadi preeklampsia karena pekerjaan
berat dapat mempengaruhi kerja otot dan peredaran darah pada seorang ibu hamil (Rozikhan, 2006)
c.
Umur
Seorang wanita yang berumur dibawah 20 tahun memiliki fungsi reproduksi
yang belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun
fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi
reproduksi normal (Surjadi dkk, 2002). Secara fisik wanita tua akan akan
mengalami kemunduran diantaranya berupa degeneratif jaringan, hilang kemampuan
sel untuk membelah, turunnya fungsi efesien, toleransi obat dan homeostenosis
(Sudoyo dkk, 2009). Gangguan hormonal juga biasanya ditemukan pada wanita yang
sudah lanjut usia. Gangguan hormonal ini akan mengakibatkan intoleransi
karbohidrat ringan maupun berat pada saat kehamilan (Sastrawinata dkk, 2005).
d. Faktor
genetik
Beberapa bukti menunjukkan peran genetik pada kejadian
preeklampsia antara lain terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi preeklampsia pada anak dari ibu
yang menderita preeklampsia, dan pada anak cucu ibu hamil preeklampsia
(Sudhaberata, 2007).
e. Riwayat
penyakit ginjal
Walaupun sebagian
penyakit ginjal dan saluran kemih menyertai kehamilan akan tetapi kehamilan itu
sendiri dapat menjadi presdisposisi terjadinya gangguan saluran kemih, misalnya
glomerulonefritis dan pielonefritis. Glomerulonefritis dan pielonefritis akan
menimbulkan manifestasi klinis berupa peningkatan tekanan darah. Peningkatan
tekanan darah ini timbul karena vasospasme atau iskemia ginjal dan berhubungan
dengan gejala serebrum dan kelainan jantung (Donald et al, 1998). McCartney (1964) mempelajari hasil biopsi
ginjal dari wanita dengan “preeklampsia klinis” dan menemukan glomerulonefritis
kronik pada 20 persen nulipara dan 70 persen multipara (Cunningham et al, 2005).
Penyakit
ginjal seperti glomerulonefritis dan pielonefritis dapat meningkatkan tekanan darah. Aliran darah ke
dalam ginjal menurun, menyebabkan filtrasi melalui glomerulus ikut menurun.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasme arteriol ginjal ini menyebabkan
filtrasi natrium melalui glomerulus juga ikut menurun. Selanjutnya akibat
penurunan filtrasi natrium tersebut akan terjadi retensi garam dan air. Adanya
proteinuria merupakan tanda diagnostik preeklampsia/eklampsia (Prawirohardjo,
2006).
f. Ante
Natal Care (ANC) kurang dari 4 kali
Pemeriksaan ANC yang teratur, bermutu, dan teliti dapat
untuk menemukan tanda-tanda dini preeklampsia/eklampsia dan memberikan intervensi dan rujukan. Walaupun
timbulnya preeklampsia/eklampsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun
frekuensinnya dapat dikurangi dengan pengawasan yang baik pada ibu hamil
(Prawirohardjo, 2006).
Ibu bersalin yang melakukan ANC kurang dari 4
kali mempunyai resiko preeklampsia/eklampsia sebesar 2,684 kali dibanding ibu
bersalin yang melakukan ANC lebih dari atau sama dengan 4 kali (Marnaini,
2005).
g.
Diabetes melitus
Secara klinik tidak dapat dipastikan
hubungan antara hipertensi dengan diabetes melitus. Diabetes melitus sering
diderita oleh orang gemuk, peningkatan berat badan akan berdampak pada
peningkatan tekanan darah (Cunningham et al, 2005). Menurut penelitian di Swedia
menyatakan bahwa wanita penderita diabetes pada kehamilan meningkatkan resiko
preeklampsia dibandingkan dengan pada wanita normal (Ostlund et al, 2004).
Resistensi insulin terjadi berlebihan
pada kasus preeklampsia bila dibandingkan dengan kehamilan normal. Resistensi
insulin menyebabkan penurunan aktivasi vasodilatator dan induksi aktivasi
simpatik yang berlebihan sehingga menyebabkan timbulnya disfungsi endotel (Lampinen, 2009).
h. Hipertensi kronik
Hipertensi kronik
menjadi penyulit dalam 1-3% kehamilan dan lebih sering pada wanita diatas 35
tahun (Lawelly, 2001). Diagnosis hipertensi kronik diisyaratkan oleh adanya
hipertensi (140/90 mmHg atau lebih) sebelum kehamilan, hipertensi (140/90 mmHg
atau lebih) yang terdeteksi usia kehamilan 20 minggu (kecuali apabila terdapat
penyakit trofoblastik gestasional), dan hipertensi yang menetap lama setelah
melahirkan. Semua gangguan hipertensi kronik apapun sebabnya merupakan
presdeposisi timbulnya preeklampsia/eklampsia dalam kehamilan (Cuninngham et al, 2005)
i.
Obesitas
Angka kejadian
preeklamsia lebih tinggi pada ibu-ibu yang obesitas. Untuk menilai kesesuaian
berat badan dapat digunakan parameter BMI (Body Mass Index) yang didefinisikan
sebagai berat badan (Kg) dibagi dengan tinggi badan (M2). BMI
sebelum hamil : normal antara 19,8-26,0 Kg/M2 , kurus < 19,8 Kg/M2
dan gemuk > 26,0 Kg/M2 (Abrams and Pickett, 1999)
Indeks massa tubuh
diatas 29 meningkatkan resiko empat kali lipat terjadinya preeklampsia. Peningkatan
berat badan 0,5 kg seminggu pada ibu hamil dianggap normal, tetapi jika
mencapai 1 kg seminggu atau 3 kg dalam sebulan kemungkinan timbulnya
preeklampsia harus diwaspadai (Sastrawinata dkk, 2005).
j.
Kehamilan ganda
Kehamilan ganda dan
molahidatidosa sering disertai gangguan hipertensi, hal ini mungkin disebabkan
karena terdapatnya villi khorealis dalam jumlah yang banyak. Kehamilan ganda
juga sering mempengaruhi hidropfetalis. Keregangan otot rahim oleh karena
kehamilan ganda menyebabkan terjadinya iskemi uteri yang berakibat pada
kemungkinan peningkatan preeklampsia/eklampsia (Sastrawinata dkk, 2005).
Preeklampsia dan
eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada 105 kasus kembar dua, didapatkan
28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu
karena eklampsia dan sebagai faktor penyebabnya ialah dislensia uterus. Hasil penelitian menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus
preeklampsia berat mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2 atau 1,2%
kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu (Rozikhan, 2006).
k. Hidramnion
Air ketuban yang paling
banyak pada minggu ke-28 ialah 1030cc. Dan terus berkurang hingga minggu ke-43.
Apabila produksi air ketuban yang melebihi 2000cc, disebut hidramnion.
Gejala-gejala hidramnion disebabkan oleh tekanan uterus yang sangat besar pada
organ disekitarnya. Vasospasme yang disertai dengan retensi garam dan air akan
didapatkan pada kejadian preeklampsia. Hidramnion sering
terjadi pada kehamilan ganda
karena pada kehamilan ganda satu telur,
salah satu janin jantungnya lebih kuat. Pada hidramnion sering ditemukan
plasenta besar, sehingga plasenta yang besar tersebut dapat memicu terjadinya
preeklampsia/eklampsia (Sastrawinata dkk, 2005).
C.
DETEKSI
DINI ( DIAGNOSA )
Diagnosis ditegakkan
berdasarkan :
a.
Preeklampsia ringan
Peningkatan
tekanan darah ≥ 140/90
mmHg atau kenaikan tekanan sistolik ≥ 30 mmHg, diastolik ≥ 15 mmHg dari tekanan
darah awal/biasanya, yang terjadi pada kehamilan ≥ 20 minggu. Hipertensi
ini diikuti oleh proteinuria dan edema patologik.
b. Preeklampsia
berat
Bila
tekanan darah mencapai 160/110 mmHg disebut preeklamsia berat. Preeklampsia
dimasukan kriteria berat walaupun tekanan darah belum mencapai 160/110 mmHg
bila ditemukan gejala-gejala lain seperti:
1)
Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmhg atau diastolik ≥ 110 mmHg.
2)
Proteiuria ≥ + 3
3)
Oligouria (< 400ml/24 jam)
4)
Sakit kepala berat dan gangguan penglihatan
5)
Nyeri epigastrium atau nyeri kuadran kanan atas abdomen atau adanya
ikterus.
6)
Edema patologik dan sianosis.
7)
Trombositopenia.
8)
Pertumbuhan janin terhambat.
c. Eklampsia
adalah kelanjutan atau gejala dan tanda preeklampsia yang disertai kejang dan
koma.
Perlu
ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensia, edema, dan proteinuria sering tidak diketahui atau
tidak diperhatikan oleh wanita yang
bersangkutan, sehingga tanpa disadari
dalam waktu singkat dapat timbul preeklamsia berat, bahkan eklamsia (Prawirohardjo, 2006).
D.
PENATALAKSANAAN
Penanganan dan
penatalaksanaan preeklampsia bertujuan untuk menghindari kelanjutan menjadi
eklampsia, pertolongan melahirkan janin dalam keadaan optimal dan bentuk
pertolongan dengan trauma minimal (Prawirohardjo, 2006).
Tujuan
dasar penatalaksanaan untuk setiap kehamilan dengan penyulit
preeklampsia/eklampsia adalah:
a. Terminasi
kehamilan dengan trauma sekecil mungkin bagi ibu dan janinnya.
b. Melahirkan
bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar.
c. Pemulihan
sempurna kesehatan ibu (Cunningham et al,
2005).
Pengobatan hanya dapat dilakukan
secara simptomatis karena etiologi
preeklampsia, dan faktor-faktor apa dalam kehamilan yang menyebabkan preeklamsia belum diketahui.
Tujuan utama penanganan ialah (1) mencegah terjadinya preeklampsia
berat dan eklampsia; (2) melahirkan janin hidup; (3) melahirkan janin dengan
trauma sekecil-kecilnya (Suhaeimi, 2008). Penatalaksanaan preeklampsia antara
lain:
a. Preeklampsia ringan
Penatalaksanaan pada kehamilan kurang dari 37 minggu:
1) Rawat jalan :
a)
Pantau tekanan darah,
urin (untuk proteinuria), refleks, dan kondisi janin.
b)
Konseling pasien
dan keluarganya tentang tanda-tanda bahaya preeklampsia dan eklampsia
c)
Lebih banyak
istirahat
d)
Diet biasa
(tidak perlu diet rendah garam)
e)
Tidak perlu
diberi obat-obatan
2) Rawat di rumah sakit
a)
Diet biasa
b)
Pantau tekanan darah 2 kali sehari, dan urin (untuk proteinuria) sekali
sehari
c)
Tidak perlu diberi obat-obatan
d)
Tidak perlu diuretik, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi
kordis, atau gagal ginjal akut
e)
Jika tekanan sistolik turun sampai normal pasien dapat dipulangkan:
i.
Nasihatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda preeklampsia berat
ii.
Kontrol 2 kali seminggu untuk memantau tekanan darah, urin, keadaan janin,
serta tanda dan gejala preeclampsia berat
iii. Jika
tekanan sistolik naik lagi, rawat kembali
f)
Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan, tetap dirawat. Lanjutkan penanganan
dan observasi janin
g)
Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan. Jika tidak, rawat sampai aterm
h)
Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsia berat
Penatalaksanaan pada kehamilan lebih dari 37 minggu :
1) Jika serviks matang, pecahkan
ketuban dan induksi persalinan dengan oksitosin atau prostaglandin
2) Jika serviks belum matang, lakukan
pematangan dengan prostaglandin atau kateter foley atau lakukan seksio
sesaria.
b. Preeklampsia berat
1)
Jika diastolik tetap lebih dari 110 mmHg, berikan obat antihipertensi
sampai tekanan diastolik diantara 90-100 mmHg
2)
Pasang infus ringer laktat dengan jarum besar (16 gauge atau lebih
besar)
3)
Ukur keseimbangan cairan, jangan sampai terjadi overload cairan
4)
Kateterisasi urin untuk memantau pengeluaran urin dan proteinuria
5)
Jika jumlah urin kurang dari 30 ml perjam:
a)
Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam
b)
Pantau kemungkinan edema paru
6)
Jangan tinggalkan pasien sendirian. Kejang disertai aspirasi muntah dapat
mengakibatkan kematian ibu dan janin
7)
Observasi tanda-tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin tiap jam
8)
Auskultasi paru untuk mencari tanda-tanda edema paru
9)
Hentikan pemberian cairan IV dan berikan diuretik jika ada edema paru
10) Nilai pembekuan darah dengan uji
pembekuan sederhana (bedside clotting test). Jika pembekuan tidak
terjadi sesudah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati.
11) Magnesium sulfat (MgSO4) merupakan
obat pilihan untuk mencegah dan mengatasi kejang pada preeklampsia berat dan
eklampsia.
12) Jika terjadi kegagalan terapi
medikamentosa, dan timbul gejala eklampsia dengan sindrom HELLP maka dilakukan
terminasi kehamilan.
E.
PENCEGAHAN
- Pemeriksaan antenatal yang teratur dan
bermutu serta teliti, mengenali tanda-tanda sedini mungkin (Preeklampsia
ringan), lalu diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak
menjadi lebih berat.
- Harus selalu waspada terhadap kemungkinan
terjadinya Preeklampsia kalau ada faktor-faktor predeposisi
- Penerangan tentang manfaat istirahat dan diet
berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring
ditempat tidur, namun pekerjaan sehari-hari perlu dikurangi, dan
dianjurkan lebih banyak duduk dan berbaring. Diet tinggi protein, dan
rendah lemak, karbohidrat,garam dan penambahan berat badan yang tidak
berlebihan perlu dianjurkan.
- Mencari pada tiap pemeriksaan tanda-tanda preeklampsia
dan mengobatinya segera apabila ditemukan.
- Mengakhiri kehamilan sedapat-dapatnya pada kehamilan
37 minggu ke atas apabila setelah dirawat tanda-tanda preeklampsia tidak
juga dapat di hilangkan.
No comments:
Post a Comment