Wednesday, May 16, 2012

LUKA DAN PERAWATANNYA (INJURY and treatment)



2.1 Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier, 1995).
Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :
1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ
2. Respon stres simpatis
3. Perdarahan dan pembekuan darah
4. Kontaminasi bakteri
5. Kematian sel
2.2 Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara  mendapatkan luka itu dan menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi 
a.       Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson – Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b.      Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% -11%.
c.       Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% -17%.
d.      Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka.
2. Berdasarkan kedalaman dan luasnya luka 
a.       Stadium I : Luka Superfisial (“Non-Blanching Erithema) : yaitu luka yang terjadi pada lapisan epidermis kulit.
b.      Stadium II : Luka “Partial Thickness” : yaitu hilangnya lapisan kulit pada lapisan epidermis dan bagian atas dari dermis. Merupakan luka superficial dan adanya tanda klinis seperti abrasi, blister atau lubang yang dangkal.
c.       Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya  sampai pada lapisan epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d.      Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka 
a.       Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep penyembuhan yang telah disepakati.
b.      Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
4. Berdasarkan proses penyembuhan
a.       Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih, biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
b.      Healing by secondary intention
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses penyembuhan akan berlangsung mulai dari pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan sekitarnya.
c.       Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan luka secara manual.

2.3. Mekanisme terjadinya luka :
1.      Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi).
2.      Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3.      Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4.      Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5.      Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6.       Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya akan melebar.
7.      Luka Bakar (Combustio)
2.4 Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu: (1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang, (2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga, (3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma,  (4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka, (5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk mempertahankan diri dari mikroorganisme, dan (6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh termasuk bakteri.
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
Menurut Kozier, 1995
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme. Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan  nutrisi yang diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka  tampak merah dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi proses penyembuhan
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast  berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya , menyatukan dalam struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan meninggalkan garis putih.
Menurut Taylor (1997):
a. Fase Inflamatory
Fase inflammatory dimulai setelah pembedahan dan berakhir hari ke 3 – 4 pasca operasi. Dua tahap dalam fase ini adalah Hemostasis dan Pagositosis. Sebagai tekanan yang besar, luka menimbulkan lokal adaptasi sindrom. Sebagai hasil adanya suatu konstriksi pembuluh darah, berakibat pembekuan darah untuk menutupi luka. Diikuti vasodilatasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke daerah luka yang dibatasi oleh sel darah putih untuk menyerang luka dan menghancurkan bakteri dan debris. Lebih kurang 24 jam setelah luka sebagian besar sel fagosit ( makrofag) masuk ke daerah luka dan mengeluarkan faktor angiogenesis yang merangsang pembentukan anak epitel pada akhir pembuluh luka sehingga pembentukan kembali dapat terjadi.
b. Fase Proliferative
Dimulai pada hari ke 3 atau 4 dan berakhir pada hari ke-21. Fibroblast secara cepat mensintesis kolagen dan substansi dasar. Dua substansi ini membentuk lapislapis perbaikan luka. Sebuah lapisan tipis dari sel epitel terbentuk melintasi luka dan aliran darah ada didalamnya, sekarang pembuluh kapiler melintasi luka (kapilarisasi tumbuh). Jaringan baru ini disebut granulasi jaringan, adanya pembuluh darah, kemerahan dan mudah berdarah.
c. Fase Maturasi
Fase akhir dari penyembuhan, dimulai hari ke-21 dan dapat berlanjut selama 1 – 2 tahun setelah luka. Kollagen yang ditimbun dalam luka diubah, membuat penyembuhan luka lebih kuat dan lebih mirip jaringan. Kollagen baru menyatu, menekan pembuluh darah dalam penyembuhan luka, sehingga bekas luka menjadi rata, tipis dan garis putih.
Menurut Potter (1998):
a. Devensive / Tahap Inflamatory
Dimulai ketika sejak integritas kulit rusak/terganggu dan berlanjut hingga 4-6 hari. Tahap ini terbagi atas Homeostasis, Respon inflamatori, Tibanya sel darah putih di luka. Hemostasis adalah kondisi dimana terjadi konstriksi pembuluh darah, membawa platelet menghentikan perdarahan. Bekuan membentuk sebuah matriks fibrin yang mencegah masuknya organisme infeksius. Respon inflammatory adalah saat terjadi peningkatan aliran darah pada luka dan permeabilitas vaskuler plasma menyebabkan kemerahan dan bengkak pada lokasi luka. Sampainya sel darah putih di luka melalui suatu proses, neutrophils membunuh  bakteri dan debris yang kemudian mati dalam beberapa hari dan meninggalkan  eksudat yang menyerang bakteri dan membantu perbaikan jaringan. Monosit menjadi makrofag, selanjutnya makrofag membersihkan sel dari debris oleh pagositosis, Meningkatkan perbaikan luka dengan mengembalikan asam amino normal dan glukose . Epitelial sel bergerak dari dalam ke tepi luka selama lebih kurang 48 jam.
b. Reconstruksion / Tahap Prolifrasi
Penutupan dimulai hari ke-3 atau ke-4 dari tahap defensive dan berlanjut selama 2 – 3 minggu. Fibroblast berfungsi membantu sintesis vitamin B dan C, dan asam amino pada jaringan kollagen. Kollagen menyiapkan struktur, kekuatan dan integritas luka. Epitelial sel memisahkan sel-sel yang rusak.
c. Tahap Maturasi
Tahap akhir penyembuhan luka berlanjut selama 1 tahun atau lebih hingga bekas luka merekat kuat.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Luka
1. Usia 
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.
2. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien memerlukan diet kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A,  dan mineral seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah jaringan adipose tidak adekuat.
3. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
4. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama  untuk sembuh. Aliran darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan luka.
5. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah. Seringkali darah pada luka secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan luka.
6. Benda asing
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses  ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang disebut dengan nanah (“Pus”).
7. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
8. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah, nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan protein-kalori tubuh.
9. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
10. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin),  heparin dan anti neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a.       Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera
b.      Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c.       Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
2.6 Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi penyembuhan luka meliputi infeksi, perdarahan, dehiscence dan eviscerasi.
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam 2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan suatu pelepasan jahitan, sulit membeku pada garis jahitan, infeksi, atau erosi dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Hipovolemia mungkin tidak cepat ada tanda. Sehingga balutan (dan luka di bawah balutan) jika mungkin harus sering dilihat selama 48 jam pertama setelah pembedahan dan tiap 8 jam setelah itu.Jika perdarahan berlebihan terjadi, penambahan tekanan balutan luka steril mungkin diperlukan. Pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan.
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling serius. Dehiscence adalah terbukanya lapisan luka partial atau total. Eviscerasi adalah keluarnya pembuluh melalui daerah irisan. Sejumlah faktor meliputi, kegemukan, kurang nutrisi, ,multiple trauma, gagal untuk menyatu, batuk yang berlebihan, muntah, dan dehidrasi, mempertinggi resiko klien mengalami dehiscence luka. Dehiscence luka dapat terjadi 4 – 5 hari setelah operasi sebelum kollagen meluas di daerah luka. Ketika dehiscence dan eviscerasi terjadi luka harus segera ditutup dengan balutan steril yang lebar, kompres dengan normal saline. Klien disiapkan untuk segera  dilakukan perbaikan pada daerah luka.
2.7 Perkembangan Perawatan Luka
Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka  yang terbaik adalah dengan membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998). Perkembangan perawatan luka sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka modern ( Potter. P, 1998). Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 % pada balutan kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970) menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab ( Potter. P, 1998). Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat, seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. (Walker. D, 1996) . Tepi luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu.
Perawat dapat menduga tanda dari penyembuhan luka bedah insisi :
1.      Tidak ada perdarahan dan munculnya tepi bekuan di tepi luka.
2.      Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
3.      Inflamasi (kemerahan dan bengkak) pada tepi luka selama 1 – 3 hari.
4.      Penurunan inflamasi ketika bekuan mengecil.
5.      Jaringan granulasi mulai mempertemukan daerah luka. Luka bertemu dan menutup selama 7 – 10 hari. Peningkatan inflamasi digabungkan dengan panas dan drainase mengindikasikan infeksi luka. Tepi luka tampak meradang dan bengkak.
6.      Pembentukan bekas luka.
7.      Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6 bulan atau lebih.
8.      Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.
2.8 Tujuan Perawatan Luka
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
2.9 Pengkajian Luka
A. Kondisi luka
1.         Warna dasar luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna yang meliputi : slough (yellow), necrotic tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red), epithelialising (pink)
2.         Lokasi ukuran dan kedalaman luka
3.         Eksudat dan bau
4.         Tanda-tanda infeksi
5.         Keadaan kulit sekitar luka : warna dan kelembaban
6.         Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung
B. Status nutrisi klien : BMI, kadar albumin
C. Status vascular : Hb, TcO2
D. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan immunosupresan yang lain
E. Penyakit yang mendasari : diabetes atau kelainan vaskularisasi lainnya
2.10. Perencanaan
1. Pemilihan Balutan Luka
Balutan luka (wound dressings) secara khusus telah mengalami perkembangan yang sangat pesat selama hampir dua dekade ini. Revolusi dalam perawatan luka ini dimulai dengan adanya hasil penelitian yang dilakukan oleh Professor G.D Winter pada tahun 1962 yang dipublikasikan dalam jurnal Nature tentang keadaan lingkungan yang optimal untuk penyembuhan luka. Menurut Gitarja (2002), adapun alasan dari teori perawatan luka dengan suasana lembab ini antara lain:
1.      Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab.
2.      Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksiapada perawatan luka tertutup akan merangsang lebih pembentukan pembuluh darah dengan lebih cepat
3.      Menurunkan resiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
4.      Mempercepat pembentukan growth factor
GF berperan dalam proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum corneum dan angiogenesis dimana produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam keadaan lembab.

5.      Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif
Pada keadaan lembab infasi netrofil yang diikuti oleh makrofag, monosit dan limposit ke daerah luka berfungsi lebih dini.
Pada dasarnya prinsip pemilihan balutan yang akan digunakan untuk membalut luka harus memenuhi kaidah-kaidah berikut ini:
  1. Kapasitas balutan untuk dapat menyerap cairan yang dikeluarkan oleh luka (absorbing)
  2. Kemampuan balutan untuk mengangkat jaringan nekrotik dan mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme (non viable tissue removal)
  3. Meningkatkan kemampuan rehidrasi luka (wound rehydration)
  4. Melindungi dari kehilangan panas tubuh akibat penguapan
  5. Kemampuan atau potensi sebagai sarana pengangkut atau pendistribusian antibiotic ke seluruh bagian luka (Hartmann, 1999; Ovington, 1999)
Dasar pemilihan terapi harus berdasarkan pada :
  1. Apakah suplai telah tersedia?
  2. Bagaimana cara memilih terapi yang tepat?
  3. Bagaimana dengan keterlibatan pasien untuk memilih?
  4. Bagaimana dengan pertimbangan biaya?
  5. Apakah sesuai dengan SOP yang berlaku?
  6. Bagaimana cara mengevaluasi?
2. Jenis-jenis balutan dan terapi alternative lainnya
1. Film Dressing
  • Semi-permeable primary atau secondary dressings
  • Clear polyurethane yang disertai perekat adhesive
  • Conformable, anti robek atau tergores
  • Tidak menyerap eksudat
  • Indikasi : luka dgn epitelisasi, low exudate, luka insisi
  • Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak
  • Contoh: Tegaderm, Op-site, Mefilm
2. Hydrocolloid
  • Pectin, gelatin, carboxymethylcellulose dan elastomers
  • Support autolysis untuk mengangkat jaringan nekrotik atau slough
  • Occlusive –> hypoxic environment untuk mensupport angiogenesis
  • Waterproof
  • Indikasi : luka dengan epitelisasi, eksudat minimal
  • Kontraindikasi : luka yang terinfeksi atau luka grade III-IV
  • Contoh: Duoderm extra thin, Hydrocoll, Comfeel
3. Alginate
  • Terbuat dari rumput laut
  • Membentuk gel diatas permukaan luka
  • Mudah diangkat dan dibersihkan
  • Bisa menyebabkan nyeri
  • Membantu untuk mengangkat jaringan mati
  • Tersedia dalam bentuk lembaran dan pita
  • Indikasi : luka dengan eksudat sedang s.d berat
  • Kontraindikasi : luka dengan jaringan nekrotik dan kering
  • Contoh : Kaltostat, Sorbalgon, Sorbsan
4. Foam Dressings
  • Polyurethane
  • Non-adherent wound contact layer
  • Highly absorptive
  • Semi-permeable
  • Jenis bervariasi
  • Adhesive dan non-adhesive
  • Indikasi : eksudat sedang s.d berat
  • Kontraindikasi : luka dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam
  • Contoh : Cutinova, Lyofoam, Tielle, Allevyn, Versiva
5. Terapi alternatif
  • Zinc Oxide (ZnO cream)
  • Madu (Honey)
  • Sugar paste (gula)
  • Larvae therapy/Maggot Therapy
  • Vacuum Assisted Closure
  • Hyperbaric Oxygen
2.11 Jenis Pembalut/Perban
  1. Perban segi tiga (Mitella)
  2. Perban pita (Zwachtel)
  3. Plester

2.12 Tujuan Membalut/Perban
  1. Menutupi bagian yang cedera dari udara, cahaya, debu dan kuman
  2. Menopang yang cedera
  3. Menahan dalam suatu sikap tertentu
  4. Menekan
  5. Menarik

2.13 Bahan Untuk Perban
  1. Salep
  2. bubuk luka
  3. plester
  4. bahan penyerap (kasa atau kapas)
  5. kertas tissue
  6. bahan tidak mudah menyerap (kertas khusus, kain taf, sutera)
  7. bahan elastis (spons, kapas).

2.14 Jenis – jenis Pembalutan
  1. Perban segi tiga (Mitella)Perban segi tiga dibuat dari kain belacu atau kain muslin, perbannya dibuat segitiga sama kaki yang puncaknya bersudut 900 . Panjang dasar segitiga kira-kira 125 cm dan kedua kakinya masing-masing 90 cm. Buatlah terlebih dahulu kain segi empat dengan sisi 90 cm lalu lipat dua atau digunting pada garis diagnonalnya.
  2. Balut segi tiga untuk kepalaUntuk luka kepala dapat dipakai perban segi tiga. Dasar segi tiga dilipat selebar 5 cm 2 kali. Letakkan bagian tengah lipatan itu diatas dahi. Bagian yang mengandung lipatan diletakkan sebelah luar. Ujung puncak segi tiga ditarik ke belakang kepala sehingga puncak kepala tertutup kain segi tiga. Kedua ujung lipatan tadi dililitkan ke belakang kepala lalu kembali ke dahi dan dibuat simpul di dahi.
  3. Balut segi tiga untuk bahuGuntingan ujung puncak segitiga tegak lurus pada dasar sepanjang 25 cm. Kedua ujung yang baru dibuat dililitkan secara longgar ke leher, lalu diikat ke belakang. Dasar segi tiga ditarik sehingga bagian bahu yang cedera tertutup. Lalu kedua ujung dasar segi tiga dililitkan ke lengan dan diikat.
  4. Balut segi tiga untuk dadaGunting puncak segitiga tegak lurus pada dasarnya sepanjang 25 cm. Ikatlah kedua ujung puncak itu secara longgar dibelakang leher, sehingga dasar segi tiga berada di depan dada. Lipatlah dasar segi tiga beberapa kali sesuai dengan kebutuhan lalu ujung dasar tadi diikat di punggung.
  5. Balut segi tiga untuk pantatGunting puncak segi tiga tegak lurus pada dasar sepanjang 25 cm. Ikatlah kedua ujung puncak itu melingkari paha yang cedera. Buatlah beberapa lipatan pada dasar segi tiga, lalu kedua ujungnya diikatkan melingkar di pinggang.
  6. Balut segi tiga untuk tanganBila seluruh telapak tangan akan dibalut, dapat dipakai perban segi tiga. Letakkan dasar segitiga pada telapak tangan. Ujung puncak segitiga di lilitkan ke punggung tangan, sehingga seluruh jari – jari tertutup, lalu kedua ujung dasar segi tiga dililitkan beberapa kali pada pergelangan tangan dan diikat. Bila segi tiga terlalu besar, buatlah beberapa lipatan pada dasar segi tiga.

2. Cara Membuka Pembalut/Perban
Buka simpul perban, bila sulit, gunting saja. Tangan kanan memegang ujung perban. Bukalah gulungan dengan memindahkan perban itu ke kiri, lalu kembali lagi ke kanan dan ke kiri lagi. Begitu seterusnya sampai seluruh pembalut terlepas. Untuk membuka perban kotor pergunakan 2 buah pinset. Bila perban itu telah kotor atau tidak ingin dipakai lagi, lebih baik digunting dengan memakai gunting perban. Dengan demikian, perban lebih cepat terlepas.

2.15 Jenis – Jenis Perban Menurut Bahannya
  1. Perban kasa ibuat dari benang yang dianyam jarang – jarang, sering dipakai untuk membalut pada anggota badan.
  2. Perban planel :Kain berbulu dipakai sebagai perban penekan pada pertolongan pertama.
  3. Perban kambrik:Terbuat dari benang kasar pemakaian-nya sama dengan kasa.
  4. Perban trikot :Sering dipakai untuk membuat perban ransel.
  5. Perban katun dan linen:Dipakai dalam keadaan darurat, sebagai pembalut, penekan dan penarik
  6. Perban elastis:Dipakai untuk balutan penekan pada keseleo atau salah urat (luksasio dan sprain) atau untuk membalut anggota gerak yang telah diamputasi.
  7. Perban cepat:Dipakai untuk pertolongan pertama pada kecelakaan, dalam peperangan pada luka tembak atau patah terbuka.
  8. Perban gips



2.16 Cara – cara Membalut
1. Cara – cara khusus membalut perban kepalaa.Verban kepala fasela galenika Cara memakainya adalah sebagai berikut :
  1. Letakkan kain persegi itu diatas kepala dengan kedua ujung mengarah ke masing – masing telinga.Ikatkanlah dengan peniti atau plester pita tengah dibawah dagu. Pita depan diikat ke belakang kepala, sedangkan pita belakang diikat ke dahi.
  2. Perban pita untuk membalut kepala dengan cara mempersatukan (FasciaUnion). Perban yang dipakai dapat yang berkepala satu maupun yang berkepala dua. Dipakai untuk luka disamping kepala. Cara fascia union ini sangat merosot sehingga sekarang tidak dipakai lagi.
  3. Perban kepala cara Fascia sagitalis
Perban kepala cara sagitalis memakai pembalut berkepala tiga atau disebut juga perban.

1 comment:

  1. posting yg sangat bermanfaaat....

    http://perbanelastis.blogspot.co.id/

    ReplyDelete

Ilmu Kesehatan Masyarakat ( Public Health )

Bagi sebagian orang mungkin banyak yang sudah tidak asing lagi mendengar kata "IKM" atau Ilmu Kesehatan Masyarakat, namun ...