Tuesday, January 31, 2012

BUDAYA YANG BERPENGARUH TERHADAP PEMILIHAN ALAT KONTRASEPSI

BAB II
ISI

2.1 Budaya dan Kebudayaan
2.1.1 Definisi
            Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta; buddhayah, yaitu bentuk jamak dari kata budhi atau budi dan akal. Jadi budaya adalah segala sesuatu yang dihasilkan oleh akal dan budi tersebut.  Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. (Prof. Koentjaraningrat)
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
            Budaya merupakan cara berpikir dan merasa untuk kemudian dinyatakan dalam seluruh kehidupan sekelompok manusia yang membentuk masyarakat dalam suatu ruang dan waktu tertentu. (Sidi Gazalba)
            Budaya merupakan semua hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat. (Sumardjan dan Soelaiman Soemardi)
            Kebudayaan merupakan keseluruhan kompleks pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan- kemampuan dan kebiasaan- kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota masyarakat. (Edward Burnett Tylor)
            Kebudayaan adalah sebuah sistem berupa konsepsi- konsepsi yang diwariskan dalam bentuk simbolik sehingga dengan cara inilah manusia mampu berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan serta sikapnya terhadap kehidupan. (Cilfford Geertz)
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
2.1.2 Unsur- unsur Kebudayaan
Ada beberapa pendapat ahli yang mengemukakan mengenai komponen atau unsur kebudayaan, antara lain sebagai berikut:
  1. Melville J. Herskovits menyebutkan kebudayaan memiliki 4 unsur pokok, yaitu:
    • alat-alat teknologi
    • sistem ekonomi
    • keluarga
    • kekuasaan politik
  2. Bronislaw Malinowski mengatakan ada 4 unsur pokok yang meliputi:
    • sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam sekelilingnya
    • organisasi ekonomi
    • alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
    • organisasi kekuatan (politik)
2.1.3 Wujud dan Komponen Kebudayaan
Wujud
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas, dan artefak.
  • Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga masyarakat tersebut.
  • Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
  • Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret di antara ketiga wujud kebudayaan.
Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Komponen
Berdasarkan wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
  • Kebudayaan material
Kebudayaan material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya. Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
  • Kebudayaan nonmaterial
Kebudayaan nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian tradisional.
2.2  Alat Kontrasepsi
2.2.1        Kontrasepsi
                   Kontrasepsi adalah pencegahan terbuahinya sel telur oleh sel sperma (konsepsi) atau pencegahan menempelnya sel telur yang telah dibuahi ke dinding rahim.
Terdapat beberapa metode yang digunakan dalam kontrasepsi, yaitu:
1.      Metode Hormonal
2.      Metode Barier (Penghalang)
3.      Metode Lain

1.      Metode Hormonal
 Terdapat beragam metode dalam kontrasepsi hormonal. Metode ini dapat dilakukan melalui mulut (kontrasepsi oral), melalui vagina, ditempelkan pada kulit, ditanam di bawah kulit, maupun disuntikkan ke dalam otot. Hormon yang digunakan untuk mencegah konsepsi meliputi estrogen dan progestin (suatu senyawa yang mirip dengan hormon progesteron). Metode hormonal mencegah kehamilan dengan cara menghambat pelepasan sel telur dari ovarium, atau mengentalkan mukus/ lendir serviks (leher rahim) sehingga sperma tidak bisa dapat melewati serviks ke rahim. Selain itu, metode hormonal juga mencegah sel telur dibuahi oleh sperma. Dalam penggunaannya, metode-metode hormonal memiliki efek samping dan batasan/larangan yang hampir sama.
1.      Metode Barier (Penghalang)
Kontrasepsi penghalang/barrier secara fisik menghalangi sperma memasuki rahim wanita. Kontrasepsi penghalang/barrier mencakup kondom, diafragma, penutup serviks, dan spons kontrasepsi

1.      Kondom 
kondom-2.jpg
Kondom merupakan pelindung tipis yang menutupi penis. Kondom terbuat dari karet/ lateks yang merupakan satu-satunya kontrasepsi yang melindungi penyakit menular seksual, termasuk yang disebabkan oleh bakteri (seperti gonorrhea dan syphilis) dan disebabkan karena virus (seperti HPV—human papillomavirus— dan HIV—human immunodeficiency virus). Namun bagaimanapun, perlindungan ini (dengan berbagai pertimbangan) tidaklah sempurna. Kondom yang terbuat dari poliuretan juga menyediakan perlindungan, namun kondom jenis ini lebih tipis dan lebih mudah sobek. Kondom yang terbuat dari kulit lembu tidak melindungi dari serangan infeksi virus seperti infeksi HIV

2.      Diafragma
Diafragma1.jpg
Diafragma, karet yang berbentuk setengah bola (kubah) dilengkapi dengan penutup yang fleksibel, dimasukkan ke dalam vagina, dan ditempatkan dalam leher rahim. Diafragma menghalangi sperma memasuki rahim. 
Diafragma tersedia dalam berbagai ukuran dan dokter/tenaga kesehatan dapat membantu untuk menentukan ukuran yang sesuai. Dokter/tenaga kesehatan tersebut juga akan mengajarkan mengenai cara memasukkannya. Jika seorang wanita mengalami peubahan berat badan (naik maupun turun) sekitar 10 pon (4,5 kg), telah menggunakan diafragma lebih dari 1 tahun, atau telah memiliki bayi atau telah diaborsi, maka ukuran diafragmanya harus disesuaikan kembali karena ada kemungkinan bentuk dan ukuran vagina mengalami perubahan. 
Diafragma harus menutupi leher rahim tanpa menyebabkan ketidaknyamanan. Baik wanita maupun pasangannya sebaiknya tidak merasakan keberadaan diafragma tersebut. Krim kontrasepsi maupun gel kontrasepsi (yang dapat membunuh sperma) harus selalu digunakan sewaktu menggunakan diafragma, karena dikhawatirkan diafragma dapat bergeser selama hubungan seksual dilakukan. 
Diafragma dimasukkan sebelum berhubungan dan tidak boleh dipindah dari tempatnya (vagina) setidaknya 8 jam setelah berhubungan, namun tidak lebih dari 24 jam. 
Jika hubungan seksual berulang ketika diafragma masih di tempatnya, diperlukan penambahan krim atau gel kontrasepsi untuk melanjutkan perlindungan. Wanita harus memeriksa diafragmanya secara teratur apakah rusak/sobek. Selama tahun pertama penggunaan diafragma, persentasi kehamilan sekitar 6% dengan penggunaan sempurna dan 16% dengan penggunaan tipikal. 
3.      Penutup Serviks
Penutup serviks mirip dengan diafragma, namun lebih kecil dan lebih keras. Penutup serviks menempati ruangan di serviks (leher rahim) dengan pas. Alat kontrasepsi ini belum tersedia di Indonesia. 
Penutup serviks harus disesuaikan ukurannya oleh dokter/tenaga kesehatan. Krim kontrasepsi atau gel harus selalu digunakan bila menggunakan penutup serviks. Penutup harus dimasukkan sebelum berhubungan dan didiamkan setidaknya 8 jam setelah berhubungan, namun tidak lebih dari 48 jam. 
Selama tahun pertama penggunaan penutup serviks pada wanita yang belum memiliki anak, kehamilan dapat terjadi sekitar 9% dengan penggunaan sempurna dan 18% dengan penggunaan tipikal. Untuk wanita yang telah memiliki anak kemungkinan terjadinya kehamilan menjadi 2x lipat. Melahirkan mengubah leher rahim sehingga membuat penutup serviks lebih sulit untuk melindungi dengan pas. 
4.      Spons Kontrasepsi
spons.jpg
Sebagai tambahan dalam menghalangi sperma memasuki rahim, spons kontrasepsi mengandung spermisida. Tersedia secara bebas dan tidak memerlukan bantuan tenaga ahli. 
Spons dapat dimasukkan ke dalam vagina sampai sekitar 24 jam sebelum berhubungan seksual dan spons menyediakan perlindungan dalam waktu tersebut, tanpa mempengaruhi berapa banyak hubungan seksual diulang. Spons harus didiamkan setidaknya 6 jam setelah hubungan terakhir. Namun spons tidak boleh didiamkan lebih dari 30 jam. Biasanya pasangan tidak menyadari keberadaan spons. Spons kontrasepsi kurang efektif dibandingkan diafragma. 
Masalah yang berhubungan dengan penggunaan spons sebagai kontrasepsi jarang terjadi. Namun masalah yang ditemui meliputi reaksi alergi, vagina menjadi kering atau iritasi vagina dan kesulitan melepas spons. 
5.      Spermisida
Spermisida merupakan sediaan yang dapat membunuh sperma. Tersedia dalam bentuk busa vagina, krim, gel, dan suppositoria. Spermisida ditempatkan di vagina sebelum berhubungan seksual. Kontrasepsi ini juga menyediakan barrier fisik ke sperma. Tidak ada sediaan yang lebih efektif dibanding yang lain. Spermisida paling baik digunakan dengan kontrasepsi barrier seperti kondom dan diafragma.

6.      Intrauterine Devices (IUD)/ Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) 
iud.jpg
Alat kontrasepsi dalam rahim merupakan alat yang berukuran kecil, terbuat dari plastik elastis yang dimasukkan dalam rahim. IUD atau AKDR ditempatkan selama 5 sampai 10 tahun, tergantung pada tipe atau sampai wanita tersebut ingin agar alat tersebut dilepas. IUD harus dimasukkan dan dilepaskan oleh dokter atau praktisi kesehatan lainnya. Pemasukan IUD hanya membutuhkan waktu beberapa menit. Pelepasannya juga cepat dan biasanya hanya sedikit menimbulkan ketidaknyamanan. IUD mencegah kehamilan dengan berbagai cara:
1.      Membunuh maupun meng-imobilisasi sperma
2.      Mencegah sperma membuahi telur
3.      Mencegah telur yang terbuahi menempel di rahim
Intrauterine devices (IUD) merupakan alat kontrasepsi kecil yang terbuat dari sejenis plastik yang dimasukkan oleh tenaga ahli (dokter, perawat, maupun bidan) ke dalam rahim melalui vagina. Terdapat beberapa tipe IUD. Tipe pelepas tembaga, yaitu tipe IUD yang pada bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga. Sedangkan tipe lainnya yaitu tipe pelepas progestin. Benang plastik tetap menempel pada IUD sehingga wanita dapat memastikan alat IUD masih pada tempatnya. 
Di Indonesia terdapat dua tipe IUD. Tipe pertama yaitu IUD pelepas progestin (levonorgestrel), memiliki masa efektif selama 5 tahun. Selama periode 5 tahun tersebut, hanya sekitar 0,5 % wanita yang mengalami kehamilan.
Tipe yang kedua adalah IUD yang melepaskan tembaga, yang memiliki efektivitas sekitar 10 tahun. Selama waktu tersebut, kurang dari 2% wanita hamil. Satu tahun setelah IUD dilepas, 80 sampai 90% yang ingin hamil, bisa hamil.
IUD yang dimasukkan 1 minggu setelah terjadi 1 kali hubungan seksual tanpa pengaman, efektivitasnya mendekati 100% seperti pada metode kontrasepsi darurat. IUD tidak mempunyai efek sistemik (tidak mempengaruhi seluruh tubuh).
Rahim bisa saja terkontaminasi bakteri pada saat pemasukan IUD, namun infeksi jarang ditemukan. Benang pada IUD tidak menyebabkan masuknya bakteri. IUD meningkatkan risiko infeksi panggul hanya pada bulan pertama penggunaan.

1.3      Budaya yang Berpengaruh Terhadap Pemilihan Alat Kontrasepsi
Menurut Data Penelitian Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional
Pilihan kontrasepsi, pengaruh teknis dan budaya  dan akses
TABEL 1

Variabel

Pilihan alat kontrasepsi

Chi-square

Jangka Pendek

Jangka Panjang

Permanen

Pengaruh Teknis dan Budaya











Pembuat keputusan ber-KB







34.173

***



Responden sendiri

92.3

6.8

0.9







Suami

71.0

12.9

16.1







Keputusn bersama

83.7

12.5

3.8





Agama







14.865

**



Lain

53.3

33.3

13.4







Islam

87.1

10.4

2.5





Akses











Sumber alat kontrasepsi







144.13

***



Lain

98.3

0.8

0.9







Pemerintah

54.1

28.8

17.1







Swasta

89.5

9.1

1.4





Tempat Kediaman







11.31

*



Perkotaan

83.1

13.1

3.8







Pedesaan

90.5

7.3

2.2





Indek kesejahteraan







26.254

**



Sangat miskin

94.7

4.0

1.3







miskin

91.7

7.4

0.9







pertengahan

92.1

5.3

2.6







Kaya



86.0

10.8

3.2







Sangat kaya

79.5

15.9

4.6





Status pekerjaan







0.862





Tidak beker ja

87.3

9.9

2.8







Bekerja

85.2

11.2

3.6





Tabel 1 mengilustrasikan bahwa pengaruh teknis dan budaya secara signifikan berkaitan dengan pilihan kontrasepsi seorang wanita. Pembuat keputusan untuk mengunakan kontrasepsi secara statistik berhubungan dengan pilihan kontrasepsi. Seorang wanita yang menentukan sendiri apakah ia akan menggunakan kontrasepsi dan kontrasepsi apa yang ia pilih umumnya memilih alat kontrasepsi jangka pendek (92%).
Di sisi lain jika pembuat keputusan ber-KB adalah suaminya, penggunaan kontrasepsi jangka pendek dapat ditekan (71%) dan bagi merekan yang ber-KB sebagai hasil dari keputusan bersama, penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek terhitung sebanyak 71%. Menilik pengaruh dari keyakinan (agama), tampak bahwa kepercayaan seorang wanita mempengauhi pilihan kontrasepsinya. 87.1% wanita yang  beragama Islam lebih memilih alat kontrasepsi jangka pendek sedangkan wanita non-muslim yang memilih alat kontrasepsi jangka pendek ter hitung sebanyak 53.3%. Namun trend secara umum menunjukkan bahwa seluruh responden masih memiliki kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka pendek dibandingkan dengan alat kontrasepsi jangka penjang atau yang lebih permanen.
Tidak disangsikan lagi bahwa akses terhadap alat kontrasepsi berkaitan dengan pilhan kontrasepsi seorang wanita. Wanita yang memperoleh alat kontrasepsi sektor pemerintah memiliki kecenderungan lebih kecil untuk memilih alat kontrasepsi jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang memperoleh kontrasepsi dari sektor swasta dan sumber lainnya (54.1% versus 89.5% dan 98.3%). Menurut tempat kediamannya, seperti yang diperkirakan, wanita yang tinggal di dae rah pedesaan memiliki kecenderungan lebih besar untuk memilih alat kontrasepsi jangka pendek dibandingkan dengan mereka yang tinggal di daerah perkotaan (83% versus 90.5%)
Hasil analisa Chi-square juga membuktikan bahwa indeks kesejahteraan berkaitan dengan pilihan kontrasepsi seorang wanita. Penggunaan alat kontrasepsi jangka pendek menurun sejalan dengan meningkatnya tingkat kesejahteraan, sebaliknya penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang dan alat kontrasepsi yang lebih permanen meningat sejalan dengan meningkatnya tingkaat kesejahteraan kecuali bagi mereka yang termasuk keluarga sangat miskin. Namun demikian, analisa Chi-square tidak bisa membuktikan bahwa pilihan kontrasepsi seorang wanita berkaitan dengan status pekerjaannya.
Secara umum, hasil analisa chi-square menunjukkan bahwa wanita di provinsi Jawa Barat lebih cenderung memilih alat kontrasepsi jangka pendek daripada alat kontrasepsi jangka panjang dan alat kontrasepsi yang lebih permanen.
Hasil Analisa Multivariate
Hasil analisa multinomial logit menunjukkan bahwa secara keseluruhan variabel independen mampu menjelaskan pilihan kontrasepsi seorang wanita (Signifikan di level 0.001). Seperti yang diharapkan, wanita yang lebih tua cenderung untuk memilih kontrasepsi jangka panjang dibandingkan dengan wanita yang ber usia lebih muda. Sejalan dengan meningkatnya usia, maka kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang dan alay kontrasepsi yang lebih permanen pun meningkat. Ketika dibandingkan dengan pemilihan alat kontrasepsi jangka pendek, ketika seorang wanita berusia antara 30-39 tahun, maka kecenderungan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat sebesar 0.69. Ketika wanita tersebut berusia 40-49 tahun, maka kemungkinan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat menjadi 1.53 dan sebesar 23.05 untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen.
Berdasarkan pengaruh dari tingkat pendidikan wanita, kemungkinan bagi mereka yang memiliki pendidikan sekurang-kurangnya setingkat dengan SLTA, kemungkinan untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang meningkat sebesar 2.80 dibandingkan dengan mereka yang hanya memiliki pendidikan SD atau SMP. Bagaimana dan siapa yang memutuskan pengunaan alat kontrasepsi juga berpengaruh terhadap pilihan kontrasepsi seorang wanita. Wanita yang memakai alat kontrasepsi berdasarkan keputusan dari suaminya memiliki kecenderungan lebih besar untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen dibandingkan dengan alat kontrasepsi jangka pendek. Di sisi lain, kecenderungan bagi mereka yang penggunaan alat kontrasepsinya berdasarkan keputusan bersama meningkat sebesar 0.75 untuk memilih alat kontrasepsi jangka panjang dan meningkat sebesar 1062 untuk memilih alat kontrasepsi yang lebih permanen.

  



KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
            Budaya mempengaruhi pemilihan alat kontrasepsi. Umumnya masyarakat lebih memilih mengikuti budaana daripada memilih kontrasepsi-kontrasepsi ang telah dijelaskan oleh petugas kesehata, misalna bidan. Padahal pemilihan kontrasepsi karena pengaruh budaya itu belum tentu sesuai dengan kondisi atau kebutuhan ibu yang mengakibatkan terjadinya gangguan fisiologi pada ibu tersebut.

3.2 Saran
            Sebaiknya, sebagai calon bidan kita dapat mendekati ibu secara persuasif, dan mengenalkan alat-alat kontrasepsi secara dengan baik dan menarik, sehingga kita bisa merubah paradigma masyarakat dalam memilih alat kontrasepsi sesuai kebutuhan ibu.





DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya#Unsur-Unsur

Ilmu Kesehatan Masyarakat ( Public Health )

Bagi sebagian orang mungkin banyak yang sudah tidak asing lagi mendengar kata "IKM" atau Ilmu Kesehatan Masyarakat, namun ...